![]() |
(One Belt One Road @OBORCHINA) |
Beijing - malam itu sejatinya sama seperti malam-malam sebelumnya, hanya saja kedatangan Presiden RI Joko Widodo ke kota itu menjadikan Ibu Kota daratan Tiongkok menjadi amat istimewa. Utamanya bagi masyarakat Indonesia.
Kedatangan Presiden Jokowi ke Tiongkok kali ini membawa misi yang besar, tak ubahnya impian Tiongkok untuk menjadi hub Asia dari jalur sutera yang mereka canangkan.
Pada kesempatan itu, Presiden Joko Widodo hadir dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Jalur Sutera atau Belt and Road Forum for International Cooperation di Beijing, Tiongkok.
KTT yang membahas tentang upaya peningkatan konektivitas serta penguatan kerja sama ekonomi dan investasi di area-area yang akan memperkuat jalur sutera Tiongkok yang telah ada sejak berabad-abad silam itu akan menjadi pertaruhan bagi Indonesia untuk mampu menjadi hub ASEAN sementara Tiongkok dalam lingkup Asia.
Berbagai persiapan mengusung misi besar itu pun dilakukan, salah satunya sebelumnya Kepala Negara bersama sejumlah menteri pada Jumat (5/5/2017) lalu menyelenggarakan rapat terbatas tertutup bersama sejumlah pejabat pemerintah antara lain Menko Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto serta Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas T Lembong di Kantor Presiden, Jakarta.
Dalam rapat ini dibahas mengenai sektor infrastruktur yang hendak Indonesia tawarkan untuk investasi dalam forum yang dihadiri oleh 29 kepala negara/pemerintahan sehingga prakarsa “Sabuk dan Jalur” yang diinisiasi oleh Tiongkok dapat memberi manfaat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Tiongkok sendiri saat ini tidak dipungkiri merupakan kekuatan ekonomi besar yang baru di kawasan Asia.
Kendati demikian, karena lesunya pertumbuhan ekonomi global, membuat Tiongkok melebarkan sayapnya ke luar negeri dengan menjadi “donatur” pembangunan infrastruktur.
Inisiatif “One Belt One Road” sebagai kawasan ekonomi terhubung itu memang pada awalnya dicetuskan oleh Presiden Tiongkok Xi Jinping pada September 2013 di Kota Astana, Kazahkstan, agar Negeri Tirai Bambu bersama dengan negara-negara di kawasan Asia Tengah hingga Afrika dan Eropa bekerja sama membangun sabuk ekonomi, yakni Jalur Sutera baru.
Menurut keterangan laman resmi Dewan Kabinet Pemerintah Tiongkok yang dikutip Antara, Xi juga memperkenalkan prakarsa tersebut saat berpidato di Gedung MPR/DPR RI Jakarta pada Oktober 2013 serta mengenalkan rencana pendirian Asian Infrastrukture Investment Bank (AIIB).
Bank yang didirikan melalui modal gabungan negara-negara pesertanya itu, menurut Xi, berfungsi untuk membiayai pembangunan infrastruktur dan mempromosikan konektivitas kawasan serta penguatan di sektor ekonomi.
Dalam pidatonya, Xi mengaku AIIB akan memberikan prioritas pembiayaan bagi kebutuhan negara-negara ASEAN.
“Asia Tenggara telah sejak dahulu kala merupakan kawasan penyambung yang penting disepanjang Jalur Sutera Maritim kuno,” kata Xi.
Tiongkok saat itu sudah berniat untuk memperkuat kerja sama maritim dengan negara-negara ASEAN dengan memanfaatkan Dana Kerja Sama Maritim Tiongkok-ASEAN yang dibentuk oleh pemerintah Negeri Tirai Bambu.
Xi menjamin bahwa prakarsanya akan menghasilkan kerja sama yang dapat menyejahterakan pihak-pihak yang berkomitmen dalam skema kerja sama “Belt and Road” itu.
“Tiongkok siap untuk lebih membuka diri kepada negara-negara ASEAN dengan dasar kesetaraan dan keuntungan bersama sehingga sejumlah negara ASEAN bisa mendapat manfaat lebih besar dari pembangunan di Tiongkok,” ujar Xi.
Melibatkan Indonesia Mimpi besar Tiongkok itupun melibatkan Indonesia sebagai bagian dari jalur sutera terpenting. Oleh karena itu, pada saat pertemuan antara pemerintah Indonesia dengan Tiongkok pada 2015, kedua negara juga telah membahas beberapa kerja sama, termasuk pembangunan 13 unit Kawasan Industri Terpadu (KIT) yang disepakati pada Oktober 2013.
Pada awalnya, sejumlah KIT tersebut yaitu berlokasi di Kuala Tanjung (Sumatra Utara), Sei Mangkei (Sumatra Utara), Tanggamus (Lampung), Batulicin (Kalimantan Selatan), Ketapang (Kalimantan Barat), dan Mandor (Kalimantan Barat).
Selain itu, Bitung (Sulawesi Utara), Palu (Sulawesi Tengah), Morowali (Sulawesi Tengah), Konawe (Sulawesi Tenggara), Bantaeng (Sulawesi Selatan), Buli (Halmahera Timur, Maluku Utara), dan Teluk Bintuni (Papua Barat) juga termasuk diantara lokasi KIT.
Pembangunan kawasan industri di luar Pulau Jawa itu tercatat membutuhkan dana sekitar Rp55,4 triliun.
Sementara, dana yang diperlukan untuk membangun infrastruktur diluar KIT seperti untuk pelabuhan dan sarana penunjang sebesar Rp1,1 triliun.
Dana tersebut diharapkan pemerintah datang dari investasi negara lain ke Indonesia yang akan memberikan sejumlah kemudahan investasi.
Namun, Menko Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengatakan terdapat tiga hub ekonomi yang akan diajukan pada pertemuan BRF kali ini, yaitu di Bitung Sulawesi Utara, Tanjung Kuala di Sumatera Utara, serta pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air di Provinsi Kalimantan Utara.
Pemerintah menawarkan pembangunan hub ekonomi melalui pembangunan bandara dan jalur rel kereta api yang akan menghubungkan Manado hingga ke Gorontalo dan pelabuhan yang akan menghubungkan jalur maritim ke Darwin Australia hingga ke sebelah utara menuju Tokyo, Jepang, dan Tiongkok.
“Terus yang ke-2 adalah tadi hydropower yang ada di Kalimantan Utara. Itu kan bisa sampai 7.700 megawatt, bisa saja kita bikin tiga kali atau tiga tahap itu mungkin 2.000 megawatt dan kita bikin di situ ada namanya pusat industri untuk pengolahan smelting,” kata Luhut yang ditemui di Beijing pada Sabtu siang (14/5).
Industri peleburan yang akan dibangun diperuntukan untuk komoditas alumunium dengan memanfaatkan harga listrik per kwh yang terjangkau sekitar Rp2 per kWh.
Sementara untuk koridor di Sumatera Utara, Luhut mengatakan pemerintah menawarkan investasi di pembangunan jalan dan kereta api yang akan mengembangkan sektor pariwisata dan perdagangan.
“Kita tawarkan kalau mau konektivitas jalan kereta api, jalan raya atau laut dan tol sampai dari Kuala Tanjung ini sampai ke Sibolga lewat Parapat. Nanti mungkin akan di bangun properti-properti,” ujar Menko.
Sepertinya setelah hampir 4 tahun usai pencetusan pertama inisiatif “Belt and Road”, Presiden Xi dalam pidatonya saat KTT World Economic Forum 2017 di Davos, Swiss pada Januari lalu kembali mempertegas bahwa Tiongkok dalam prakarsa itu tidak akan menjadi pihak yang “memonopoli” pembangunan yang akan dilakukan.
Kendati demikian, inisiatif “Belt and Road” menjadi salah satu cara Tiongkok untuk mencapai target peningkatan nilai impor sebesar 8 triliun dolar AS dalam lima tahun.
Di bidang investasi, Negeri Tirai Bambu juga menyasar dapat menarik investasi asing sebesar 600 miliar dolar AS ke dalam negeri dan menginvestasikan dana 750 miliar dolar AS ke luar negeri.
“Tiongkok akan tetap membuka lebar pintunya dan tidak menutup rapat. Pintu yang terbuka memberi peluang negara lain untuk masuk ke pasar Tiongkok dan begitu pun Tiongkok dengan pasar dunia,” ujar Xi.
Manfaat Ekonomi Sebagai negara terbesar di kawasan ASEAN, Indonesia memiliki peranan dan potensi perekonomian raksasa di kawasan tersebut.
Pembangunan sejumlah proyek infrastruktur juga sedang dikerjakan oleh pemerintah yang tidak hanya mengandalkan modal dari APBN.
Sebab keterbatasan dana itulah, pemerintah mencari cara lain untuk mengejar ketertinggalan pembangunan infrastruktur, terutama di daerah di luar Pulau Jawa.
Menurut Menko Perekonomian Darmin Nasution ditemui di Kantor Presiden pada Jumat (5/5), Indonesia perlu memanfaatkan peluang pemberian modal dari inisiatif “Belt and Road”.
Darmin menjelaskan bahwa Pakistan sebagai negara di Asia Selatan mendapat dana 62 miliar dolar AS dan Filipina merealisasikan 24 miliar dolar AS dari AIIB untuk pembangunan infrastruktur seperti jalan kereta api maupun infrastruktur transportasi lain.
Sementara Indonesia baru mendapatkan dana dari program investasi One Belt One Road mencapai 5 hingga 6 miliar dolar AS.
Menko menilai Indonesia tidak perlu mengkhawatirkan asal sumber dana pembangunan infrastruktur selama hal itu tidak membebani APBN dengan hutang yang berkepanjangan.
“Nah yang penting jangan ngutang. Kalau ngutang, panjang rentetannya. Nah ini kita sedang pikirkan, apa yang bisa ditawarkan untuk China, tapi gak ngutang. Investasi,” tegas Darmin.
Terkait potensi pembangunan infrastruktur transportasi yang akan dipamerkan Indonesia dalam Forum Belt and Road, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pada Rabu (10/5) menjelaskan Indonesia akan mengajukan proposal berkaitan dengan kegiatan pembangunan sarana transportasi kereta api dan pelabuhan terutama di sejumlah titik strategis sebagai penyambung atau “hub” internasional di Manado Provinsi Sulawesi Utara Bitung dan Sumatera Utara.
Menurut Budi, sinergi pembangunan “hub” terintegrasi tersebut berada di bawah kendali Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan.
“Jadi bisa satu tempat bisa kereta api, bisa ada pelabuhannya, bisa ada pariwisatanya, kawasan industrinya, proyek energi. Nah, sehingga paket-paket itu bisa menarik dan fokus pada pengembangan daerah yang bisa kita andalkan di masa mendatang,” ujar Budi.
Budi mengatakan jika tawaran sinergi “hub” transportasi itu dapat diterima oleh Tiongkok, maka jumlah investasi nantinya dapat menutupi kekurangan APBN yang hanya mampu membiayai sekitar 30 persen dari total dana proyek infrastruktur.
“Kalau dari kita, kira-kira Rp120 triliun dari Perhubungan. Kalau yang lain lagi dikoordinasikan,” ujar Budi.
Menurut Menhub, merupakan hal yang lumrah jika Indonesia turut dalam suatu skema kerja sama kawasan untuk membangun infrastruktur dengan menggaet investasi asing.
Maka perjalanan Presiden Joko Widodo di titik ujung jalur sutera dimulai memang mengusung misi besar untuk mewujudkan partisipasi Indonesia dalam kerja sama kawasan “One Belt, One Road” tersebut, salah satunya untuk menjadikan Indonesia sebagai hub ASEAN.
Di atas semua misi besar itu, Presiden berharap perjalanannya di titik pangkal jalur sutera dapat memberikan manfaat ekonomi dan sosial tidak saja bagi negara inisiator, namun juga kepada negara-negara kawasan Sabuk dan Jalur Sutera yang sebagian besar merupakan negara berkembang.
ANTARA