F-35A Australia Seharga $100 Juta, Tak Mampu Terbang Melewati Badai Petir

F-35A Australia Seharga $100 Juta, Tak Mampu Terbang Melewati Badai Petir

Pada hari Sabtu (04/03/2017), perjalanan jet tempur F-35A dari Amberley, Queensland, menuju Melbourne, Victoria, ditunda karena pesawat tempur tersebut tidak mampu terbang melalui badai petir yang saat itu berlangsung atas Melbourne, menurut laporan Australian Broadcasting Corporation (ABC News).

F-35 kini membutuhkan modifikasi tambahan untuk mampu terbang melalui badai petir, kata ABC News. Australia telah resmi membeli 72 unit F-35 untuk Royal Air Force Australia (RAAF – Angkatan Udara Australia) dalam beberapa tahun terakhir.

Pada tahun 2009, Canberra menyetujui pembelian 14 unit F-35A sebelum memutuskan untuk menambah 58 unit pesawat tempur generasi kelima pada tahun 2014. Skuadron pertama akan dikirimkan pada tahun 2018, menurut ABC News.

Bersamaan dengan Avalon Airshow di Australia, Senator Marise Payne mengatakan kepada wartawan, “F-35A akan memberikan Angkatan Udara Australia dengan kemampuan untuk menjalankan misi pertempuran udara yang sebelumnya di luar jangkauan kita”. Akan tetapi misi tempur tersebut ternyata dapat digagalkan oleh badai sederhana, setidaknya hingga pesawat F-35A ini dilengkapi dengan modifikasi baru.

Analis militer Australia telah menyatakan sikap skeptis dari kemampuan ancaman F-35 dan prospeknya dalam pertempuran “head-to-head”. Ancaman terbesar yang bisa menetralisir kemampuan F-35, menurut analis Australia, bukanlah T-50 PAK-FA Rusia ataupun J-20 China, akan tetapi F-22 atau bahkan F-16.

“Evaluasi dari F-35, sejauh ini telah menunjukkan bahwa dalam pertempuran udara-ke-udara ternyata F-35 mengalami kesulitan untuk mengalahkan F-16”, kata Direktur Pengujian dan Evaluasi di Air Power Australia, Peter Goon kepada Australian Financial Review.

Goon juga telah mengkritisi status F-35 sebagai pesawat multi-peran yang dipercaya dapat menangani apa pun misi yang berikan kepadanya. “Pesawat Joint Strike Fighter yang dirancang untuk memburu kekuatan lawan di medan pertempuran darat”, katanya.

“Pesawat ini tidak dirancang untuk bersaing dengan pesawat superioritas udara kinerja tinggi yang khusus dikembangkan untuk membunuh pesawat superioritas udara kinerja tinggi lainnya”, kata Goon kepada wartawan.

Euan Graham, Ph.D., direktur program keamanan internasional di Lowy Institute for International Policy, menyebut bahwa adalah hal wajar untuk sistem teknologi baru dalam memenuhi rintangan teknis. “Hal ini tidak aneh bahwa ada masalah dengan pesawat berteknologi canggih”, kata Graham.

“Ini akan menjadi aneh apabila tidak ada masalah”, katanya. Graham juga mencatat dengan memberikan rentang perkiraan umur layanan Joint Strike Fighter, masih terlalu dini untuk membuat penilaian mengenai keberhasilan program.

Ikuti kami di instagram @militerysindonesia

Artikel Terkait