Kisah intel Jepang pro Indonesia di balik perjuangan Tan Malaka

peluncuran buku jejak intel jepang.
Sejarah Indonesia memiliki banyak irisan yang tidak terungkapkan. Begitu juga tokoh dalam sejarah itu sendiri. Hanya beberapa orang yang memiliki panggung besar tercatatkan namanya secara tebal dalam buku sejarah.

Jurnalis Wenri Wanhar mencoba mengulas salah satu tokoh asal Jepang yang berperan dalam sejarah Indonesia.

Wenri menuangkan kisah seorang intelejen Jepang yang membelot kepada Indonesia, Tomegoro Yoshizumi dalam bukunya yang berjudul Jejak Intel Jepang'.

Yoshizumi memiliki nama Indonesia yang didapatkan dari Tan Malaka, dia kerap disapa Arif.

Arif membantu Tan Malaka untuk mengorganisir pencurian di Kantor Laksamana Maeda. Hasil dari pencurian tersebut digunakan untuk dana revolusi Tan Malaka. Dia juga mendirikan pabrik senjata pertama milik angkatan perang Indonesia.

Pemimpin Redaksi Majalah Historia Bonnie Triyana dalam acara bedah buku ini mengatakan, Yoshizumi memang merupakah tokoh yang misterius dan sangat penting dalam sejarah Indonesia. Tapi dia mengingatkan, Yoshizumi bukan satu-satunya orang Jepang yang ada di balik sejarah Indonesia.

"Yoshizumi misterius dan sangat penting. Ada beberapa orang Jepang lain yang juga penting dalam sejarah Indonesia. Hubungan Jepang dan Indonesia itu unik," ujarnya di Aula Universitas Bung Karno, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (13/9).

Walaupun begitu, dengan adanya cerita hubungan antara Tan Malaka dan Yoshizumi dalam buku ini membuat sebuah kemungkinan dapat disimpulkan. Bonnie menduga Tan Malaka mendapatkan banyak informasi dari intelijen Jepang mengenai kondisi Jepang.

"Memang punya hubungan Tan malaka dan Yoshizumi. Intelijen Jepang ini yang memberikan informasi mengenai kondisi jepang kepada Tan Malaka. Sehingga saat itu Tan Malaka menyarankan agar Indonesia merebut kemerdekaannya, bukan diberikan," terangnya.

Dia menambahkan, walaupun buku ini menceritakan tentang sejarah yang tidak dibahas secara umum, namun Wenri masih belum maksimal. Pasalnya Bonnie menilai, arsip yang dimiliki Indonesia masih belum diberdayakan dengan maksimal.

"Kurang memanfaatkan arsip. Sebagai contoh suratnya Yoshizumi hanya disampaikan, tidak diulas. Seharusnya ini masih dibisa ditelusuri sehingga beberapa cerita tidak langsung meloncat," tutupnya.

Sumber

Ikuti kami di instagram @militerysindonesia

Artikel Terkait