Pendidikan perwira TNI dan Polri digabung, apa untung ruginya?

Taruna Akmil
Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko dan Wakapolri Komjen Badrodin Haiti menandatangani Nota Kesepahaman Pendidikan Bersama antara TNI dan Polri. Kerja sama itu meliputi Pendidikan Dasar Integrasi Kemitraan Akademi TNI dan Akademi Kepolisian.

Selain itu Pendidikan Intelijen, Pendidikan Sespim (Sespimti, Sespimmen, Sespimma) dan Pendidikan Pengembangan Umum TNI (Sesko TNI, Sesko Angkatan, Selapa/Sederajat).

Panglima TNI Moeldoko mengatakan, pendidikan bersama untuk membangun soliditas antara TNI dan Polri.

"Bagaimana bicara kerja bila soliditas tak terbangun. Soliditas terbangun biasanya orang menderita sama-sama. Tapi kalau soliditas terbangun dengan baik. Tak ada sesuatu yang dilalui dengan gampang apabila tak ada soliditas," kata Moeldoko di Gedung PTIK, Jakarta, Selasa (3/3).

Menurut dia, jika tercipta soliditas dalam TNI dan Polri maka sinergitas di lapangan akan terwujud. Sehingga tak ada lagi gesekan di lapangan.

"Waktu saya dengan beliau (Komjen Badrodin) juga begitu. Satu mie dengan satu telor gabung jadi satu, itu emosi yang terbangun bersama-sama itu yang muncul kekompakan," ucapnya.

Dia menjelaskan secara teknis akan dilakukan pendidikan yang berpusat di Magelang. Pendidikan tersebut hanya jasmani dan baris-berbaris.

Dirinya juga mengakui pertikaian TNI dan Polri selalu terjadi kepada prajurit yang berpangkat bintara. Oleh sebab itu, calon perwira yang akan menjadi komandan mereka, dididik bersama untuk mencegah gesekan TNI-Polri.

"Perwira akan jadi komandan di sana. Oleh sebab itu bisa mengendalikan dengan baik. Karena kalau terjadi sesuatu di lapangan sudah gampang saling lirik sudah tahu kalau sekarang dikira ngeledek kan nggak," ucapnya.

Selain itu, kurikulum pendidikan bersama lebih bertujuan membangun karakter TNI dan Polri yang baik.

"Ada sesuatu yang sama ada yang spesifik. Ada hal yang intergatif dan itu sudah disepakati bersama," tukasnya.

Kompaknya Taruna TNI/Polri 1970

Sebenarnya, pendidikan terintegrasi para calon taruna ini pernah dilakukan dulu. Mereka yang menjadi taruna tahun 1967 menjadi angkatan pertama akademi terintegrasi. Kelak mereka disebut sebagai Akabri angkatan 1970, mengacu pada tahun kelulusan.

Tahun 1967, sentimen antar angkatan masih terjadi sebagai buntut peristiwa G30S. Karena itu Presiden Soeharto menginstruksikan agar ada pendidikan gabungan bagi calon taruna TNI dan Polri. Pada tahun pertama, seluruh taruna digodok di Magelang bersama-sama, baru tahun kedua mereka dikirim ke akademi angkatan masing-masing.

Sebelumnya Letjen TNI Gatot Subroto sudah lebih dulu mengusulkan pendidikan integrasi TNI-Polri. Dia melihat hal itu dilakukan di India dan cukup sukses.

Para Taruna angkatan 1970 mengaku sangat menikmati hasil pendidikan bersama ini setelah bertugas di lapangan. Karena sudah saling mengenal, mereka bisa saling tolong menolong tanpa aturan baku yang kaku.

Hal ini ditulis dalam buku 'Mengawali Integrasi Mengusung Reformasi, Pengabdian Alumni Akabri Pertama 1970' penerbit Kata Hasta.

Mantan Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI (Purn) Tyasno Sudarto mengatakan, saat di Timor Timur, jika angkatan darat memerlukan bantuan tembakan, maka langsung menghubungi rekannya sesama angkatan 1970. Padahal kalau aturan baku, tentu harus lewat aturan berbelit untuk meminta bantuan serangan udara.

"Di Timor Timur kalau pasukan saya memerlukan tembakan udara, maka saya langsung kontak saja teman 70 yang mengendalikan pesawat-pesawat TNI AU," kata Tyasno.

Masih ada cerita menarik, pada tahun 2000, Pangdam VI Wirabuana Mayjen TNI Slamet Kirbiantoro mendapatkan tugas operasi militer ke Poso, Sulawesi Tengah. Dia menelepon Komandan Lantamal IV di Makassar Brigjen TNI (Marinir) Prayitno Hadi.

Kala itu, Slamet Kirbiantoro minta bantuan Prayitno Hadi untuk menyediakan kapal Landing Ship Tank (LST) untuk mengirimkan pasukan ke Poso. Bahkan dia juga berkoordinasi dengan lancar bersama Kapolda Sulawesi Tengah Irjen Suroso.

Hal ini bisa dilakukan karena ketiganya pernah merasakan pendidikan bersama di Magelang.

Namun tentu taruna di tahun 2015 akan berbeda dengan taruna 1970. Selain warna penugasan yang berbeda, TNI dan Polri pun kini terpisah. Polri bukan lagi bagian dari TNI atau ABRI seperti era Orde Baru.

Yang pasti semoga pendidikan taruna terintegrasi ini menghasilkan Jenderal jujur seperti Hoegeng dan Panglima Besar Soedirman.

Sumber

Ikuti kami di instagram @militerysindonesia

Artikel Terkait