Inilah Negara di balik Krisis dan Kekacauan Venezuela

Inilah Negara di balik Krisis dan Kekacauan Venezuela

Pemimpin oposisi Venezuela Juan Guaido berusaha untuk menggulingkan Nicolás Maduro dengan menyatakan dirinya sebagai presiden sementara—tetapi bagaimana dia mengklaim jabatan presiden, dan bagaimana bisa Venezuela mengalami krisis separah ini? Julian Borger dari The Guardian memaparkan di bawah ini.

Bagaimana bisa Venezuela—negara yang kaya minyak—menghadapi bencana ekonomi dan politik?

Nasib Venezuela saat ini dapat ditelusuri mulai dari revolusi yang sangat salah.

Ketika Hugo Chavez—seorang mantan perwira militer—terpilih sebagai presiden pada tahun 1998, ia mewarisi sebuah negara berpenghasilan menengah yang dilanda ketimpangan yang mendalam. Chavez telah memimpin upaya kudeta yang gagal pada tahun 1992, dan setelah memenangkan kekuasaan melalui pemungutan suara ia mulai mengubah masyarakat.

Chavez menjalankan berbagai reformasi sosial sebagai bagian dari revolusi Bolivariannya, dibiayai dengan bantuan keuntungan minyak yang tinggi—tetapi ia juga melangkahi parlemen dengan konstitusi baru pada tahun 1999.

Pemberangusan demokrasi parlementer dan penyebaran korupsi dan salah kelola di perusahaan-perusahaan milik negara, meningkat setelah tahun 2010, di tengah jatuhnya harga minyak. “Perang ekonomi” Chavez terhadap kelangkaan menyebabkan hiperinflasi dan runtuhnya industri sektor swasta. Keruntuhan ekonomi antara tahun 2013 hingga 2017 lebih buruk daripada kondisi Amerika Serikat (AS) saat Depresi Besar (The Great Depression).

Dalam upaya menstabilkan ekonomi dan mengendalikan harga barang-barang penting, Chavez memperkenalkan kontrol ketat terhadap pertukaran mata uang asing, tetapi mekanisme itu segera menjadi alat untuk korupsi.

Ketika Chavez meninggal karena kanker, tempatnya diambil oleh menteri luar negerinya, Nicolás Maduro, yang telah mengintensifkan pendekatan mentornya dalam menanggapi keruntuhan ekonomi dengan memusatkan kekuasaan, memerintah berdasarkan dekrit dan penindasan politik.


BAGAIMANA NASIB VENEZUELA DI BAWAH MADURO?

Kurangnya kharisma dan popularitas seperti yang dimiliki Chavez dan mewarisi ekonomi yang lumpuh, Maduro menghadapi ketidakpuasan sebagian besar dengan menekan cabang-cabang pemerintahan lainnya.

Dia telah mengisi jajaran di Mahkamah Agung negara itu dengan para loyalisnya, dan membatalkan hukum yang disahkan oleh Majelis Nasional yang ditentang presiden, termasuk tindakan yang membebaskan para tahanan politik.

Pemilihan gubernur provinsi ditangguhkan, dan pengadilan bahkan memutuskan mendukung pembubaran legislatif, tetapi keputusan itu dibatalkan setelah menghadapi protes nasional dan internasional.

Pada bulan Juli 2017, Maduro mengikuti contoh Chavez dengan mengadakan pemilihan umum untuk majelis konstituante, dengan kandidat dari daftar yang disetujui pemerintah, terinspirasi dengan kekuatan untuk memangkas atau membongkar lembaga negara yang berbeda pendapat.

Itu adalah cara untuk melangkahi Majelis Nasional yang dipimpin oposisi, yang dipilih dalam pemungutan suara bebas terakhir negara itu, pada Mei 2016. Jaksa Agung yang dipekerjakan Maduro sendiri keberatan dan sejak itu melarikan diri ke Kolombia. Protes jalanan terhadap langkah itu dihancurkan, di mana lebih dari 110 orang tewas.

Pada tahun 2018, dengan ekonomi yang terjun bebas, kelaparan terus mewabah dan hingga sepersepuluh dari populasi (diperkirakan empat juta orang) telah meninggalkan negara itu. Beberapa anggota lingkaran dalam Maduro telah terlibat dalam perdagangan narkoba.

Dalam upaya untuk mengkonsolidasikan kekuasaannya, Maduro mengadakan pemilihan awal pada bulan Mei tetapi jumlah pemilih di bawah 50 persen, dan PBB, Uni Eropa, dan Organisasi Negara-negara Amerika (OAS), menolak pemilihan tersebut dan menyatakannya sebagai kecurangan. Pelantikan Maduro tetap dilaksanakan pada 10 Januari 2019 yang memicu bentrokan saat ini.

Inilah Negara di balik Krisis dan Kekacauan Venezuela

SIAPAKAH JUAN GUAIDO?

Wajah muda dari kubu oposisi ini hampir tidak dikenal baik di dalam maupun di luar Venezuela, dan didorong ke tengah panggung secara kebetulan. Guaido diangkat menjadi ketua Majelis Nasional pada 5 Januari 2019 karena itu adalah giliran partainya, Voluntad Popular (People’s Will). Pada usia 35 tahun, ia adalah anggota junior partai, tetapi para pemimpinnya berada di bawah tahanan rumah, dalam persembunyian atau dalam pengasingan.

Dirinya yang relatif tidak dikenal telah menjadi keuntungan, di negara di mana oposisi umumnya gagal untuk membedakan dirinya, kehilangan keberanian pada saat-saat kritis, menyerah pada pertikaian, dan terlibat dalam kudeta yang gagal terhadap Chavez pada tahun 2002.

Guaido memperjuangkan klaimnya sebagai presiden dengan sebuah pasal dalam konstitusi yang menyatakan bahwa ketua Majelis Nasional diizinkan untuk mengambil kekuasaan sementara dan mengumumkan pemilihan baru dalam 30 hari, jika legislatif menganggap presiden gagal memenuhi tugas pokok atau telah mengosongkan jabatan itu.

APA PERAN AS DALAM SEMUA KEKACAUAN INI?

Donald Trump lemah terhadap pemimpin otoriter, tetapi Maduro merupakan pengecualian. Dengan sedikit minat pribadi terhadap Amerika Latin, ia telah memungkinkan kebijakan terhadap Venezuela untuk dikemudikan oleh tokoh-tokoh dalam pemerintahannya—termasuk Wakil Presiden Mike Pence dan Penasihat Keamanan Nasional John Bolton—dan di Senat.

Senator Republik Marco Rubio—yang pemilihnya di Florida mencakup semakin banyak orang buangan Venezuela—telah memberikan pengaruh pengaruh penting, dan tampaknya telah menangguhkan kritik terhadap Trump sebagai imbalan atas kebijakan garis keras terhadap Kuba dan Venezuela.

Para diplomat di Kementerian Luar Negeri yang mendukung dialog, telah ditolak untuk mendukung kebijakan yang berorientasi pada perubahan rezim. Trump sendiri telah memikirkan tentang opsi militer, dan pertanyaan yang belum terjawab adalah bagaimana pemerintah berharap untuk menindaklanjuti langkahnya untuk mengakui Guaido, mengingat tidak adanya pembelotan massa di angkatan bersenjata.

Itu sepertinya belum dipikirkan.

AS telah menjatuhkan sanksi signifikan terhadap lingkaran penguasa Maduro. Embargo minyak secara penuh akan membawa lebih banyak kehancuran bagi rakyat Venezuela dan bisa menjadi bumerang bagi ekonomi AS. Pemerintah AS akhirnya diberikan pilihan antara meninggalkan Guaido atau berisiko menghadapi konfrontasi bersenjata.

Sumber : matamatapolitik

Ikuti kami di instagram @militerysindonesia

Artikel Terkait