Seberapa Kuat dan Besar Militer Timor Leste?



Sebagai negara seumur jagung, militer Timor Leste relatif jarang disinggung di media massa. Padahal sejak merdeka dari pendudukan Indonesia di 1999, militer negara seluas 15.410 km itu telah banyak bersolek meski tak signifikan.


Sebagai informasi, tentara di Timor Leste menurut catatan Afrid Fransisco (2015) terdiri atas dua kategori, yakni F-FDTL dan F-FNTL. F-FDTL adalah kepanjangan dari Forcas de Defesa de Timor Leste. Tentara ini bertanggung jawab untuk menjaga pertahanan negara dari segala ancaman, baik laut maupun darat. F-FDTL berada di garis terdepan dan menjadi tulang punggung pertahanan negara ini. Sementara, F-FNTL atau Policia Nacional De Timor Leste lebih mengkhususkan dirinya di dalam negeri, yakni menjaga keamanan antarkota, menjaga ketentraman penduduk sipil, dan menjadi polisi domestik.


Pembentukan militer di Timor Leste sendiri diwarnai pertentangan. F-FDTL misalnya, ia dibentuk dari gerakan pembebasan nasional tentara dikenal sebagai Falintil atau Angkatan Bersenjata untuk Pembebasan Timor Timur). Selama periode sebelum 1999, catat Wikiwand, sejumlah pemimpin Timor Timur, termasuk Presiden saat itu José Ramos-Horta, mengusulkan agar negara tak perlu memiliki militer. Namun, kekerasan meluas seiring referendum kemerdekaan pada 1999, akhirnya Falintil pun putar badan. Meski menuai kritik, militer dengan kekuatan ribuan personil pun segera dibentuk.


Masih dari sumber serupa, FALINTIL secara resmi menjadi F-FDTL pada 1 Februari 2001. Adapun 650 anggota pertama dari F-FDTL dipilih dari 1.736 pelamar mantan FALINTIL dan mulai pelatihan pada 29 Maret tahun yang sama. F-FDTL Batalion 1 didirikan pada 29 Juni 2001 dan mencapai kekuatan penuh di 1 Desember. Sebagian besar anggota batalion berasal dari provinsi-provinsi bagian timur Timor Leste. Adapun Batalion 2 didirikan pada 2002 dari kader.


Merujuk data di Global Fire Power, nama Timor Leste tidak terpampang di sana. Hal ini bisa jadi indikasi, militer negara kecil ini bahkan tidak masuk hitungan. Karena lemahnya militer Timor Leste itu pula, konon Timor Leste pernah berkeinginan untuk memboyong beberapa TNI kita sebagai pelatih mereka.


Memang, jika dibandingkan dengan militer Indonesia, militer Timor Leste memang kalah telak. Jika Timor Leste hanya punya dua satuan, tentara Tanah Air punya pelbagai satuan, tulis CIA Factbook. Mulai dari Tentara Nasional Indonesia (TNI): Angkatan Darat (TNI-Angkatan Darat (TNI-AD)), Angkatan Laut (TNI-Angkatan Laut (TNI-AL), termasuk marinir (Korps Marinir, KorMar), angkatan laut angkatan laut) , Angkatan Udara (TNI-Angkatan Udara (TNI-AU)), Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas), Komando Operasi Khusus Angkatan Bersenjata (Koopsus), dan Komando Cadangan Strategis (Kostrad).


Sementara dari sisi kelengkapan alutsista dan postur anggaran, Timor Leste juga tak menunjukkan prestasi yang terbilang menggembirakan. Menurut data Worldbank.org 2012, anggaran pertahanan Timor Leste didapat dari hasil tiga ekspor terbesarnya, yakni minyak, gas, dan kopi. Ini masih ditambah dengan hasil pajak perusahaan asing yang berinvestasi di Timor Leste. Jika ditotal, jumlah anggaran pertahanan Timor Leste hanya mencapai US$26.6 juta saja.


KRISIS MILITER 2006


Karena kewenangan yang tak jelas, tumpang tindih peran kerap menyandera dua militer Timor Leste. Masalah F-FDTL memuncak pada 2006, ketika itu hampir setengah pasukan diberhentikan dan diikuti dengan aksi protes atas diskriminasi dan kondisi yang buruk. Pemecatan berkontribusi terhadap keruntuhan secara umum baik dari F-FDTL dan PNTL.


Cerita krisis militer di negara ini bermula dari pertikaian dua tentara di jalanan Kota Dili. Krisis April-Juni 2006 ini menyebabkan hancurnya kedua intitusi tersebut dan kembali diambil alihnya masalah keamanan oleh pasukan internasional. Krisis tersebut, yang menyebabkan runtuhnya angkatan kepolisian, dipicu oleh adanya pemecatan hampir separuh jumlah anggota ketentaraan.


Mengutip International Crisis Group , kepolisian PBB dan pasukan penjaga perdamaian di bawah pimpinan Australia berhasil menjaga keamanan dalam situasi yang, walaupun belum sampai mengarah ke pertikaian berdarah, tapi tetap belum menentu. Untuk berhasil mereformasi bidang keamanan, pemerintah yang baru harus bisa memastikan prosesnya secara menyeluruh. Hal ini bisa dicapai dengan cara berunding dengan banyak pihak dan menghindari godaan untuk membuat keputusan secara otoriter.


Sebuah pendekatan yang sistematis dan menyeluruh, seperti yang direkomendasikan oleh Badan Keamanan PBB, harus didasarkan pada analisis nyata dari apa yang benar-benar dibutuhkan oleh rakyat dalam bidang keamanan dan pelaksanaan hukum. Kecuali ada komitmen dari semua pihak untuk menjalankan reformasi tersebut, masalah-masalah yang berkaitan dengan struktur kemungkinannya akan tetap sulit diselesaikan dan angkatan-angkatan bersenjata akan terus terpengaruh suasana politik dan mudah berubah haluan.


Permasalahan yang ada cukup rumit. Pelaksana dewan PBB dan pemerintah Timor-Leste baik yang dahulu maupun sekarang sama-sama tidak cukup berusaha membangun persetujuan umum di tingkat nasional mengenai apa yang dibutuhkan dalam pengawasan keamanan atau jenis-jenis angkatan bersenjata yang bagaimana yang diperlukan. Tidak ada kebijaksanaan keamanan nasional, dan ada kesenjangan yang berarti dalam wilayah hukum di bidang keamanan. Kepolisian dianggap berstatus rendah dan mendapat campur tangan dari segi politik secara berlebihan. Sebaliknya, menurut media yang sama, tentara pun masih dianggap berjasa karena kepahlawanan mereka dalam melawan kependudukan Indonesia, akan tetapi sekarang mereka masih belum menemukan peran baru dan disibukkan oleh persaingan antardaerah (timur-barat).


Kurang ada transparansi dan keteraturan dalam penetapan pengawasan politik, begitu juga dengan pemeriksaan di tingkat parlementer dan pengadilan menyangkut kedua angkatan.


Pemerintah yang mulai berkuasa pada Agustus 2007 memiliki kesempatan – selagi pasukan internasional menjalankan pengawasan keamanan yang mendasar dan PBB menawarkan bantuannya –untuk menjalankan reformasi dalam bidang keamanan secara bersungguh-sungguh, dengan belajar dari pengalaman negara-negara lain yang pernah mengalami konflik. Akan tetapi, uluran tangan dari dunia internasional bukannya tidak akan berhenti – sudah ada tanda-tanda kejenuhan dari negara donor – sehingga reformasi perlu dilaksanakan dengan cepat.

Ikuti kami di instagram @militerysindonesia

Artikel Terkait