Memahami Wilayah Udara Indonesia
Indonesia merupakan negara ke-7 terbesar dari segi luas wilayah yaitu sebesar 5.193.250km2. Maka dari itu, pesawat dapat melakukan perjalanan selama hampir 8 jam dari Sabang sampai Merauke, sama dengan rute penerbangan Jakarta menuju Osaka. Sebagai negara dengan wilayah yang besar, Indonesia harus mampu mengelola dan menjaga kedaulatan baik darat, laut maupun udara. Walau perbatasan pada udara tidak dapat terlihat secara fisik seperti laut, pengelolaan wilayah udara sangat penting terutama bagi aktivitas segala penerbangan yang melintas Indonesia. Pesawat yang berada dalam wilayah udara Indonesia dengan tujuan apapun (domestik atau internasional) walaupun hanya melintas wajib melapor pada pengendali udara (Air Traffic Controller) terdekat. Hal ini juga berlaku bagi penerbangan militer yang sedang melakukan aktifitas tertentu. Dalam menjaga keamanan penerbangan pada wilayah dengan aktifitas udara yang cukup padat, dibutuhkan zona identifikasi penerbangan atau Flight Information Region (FIR). FIR berguna untuk membantu pengendali udara dalam pengaturan posisi pesawat yang sedang terbang untuk menghindari tabrakan atau insiden lainnya. Namun sayangnya, beberapa wilayah FIR pada Kepulauan Riau, Tanjungpinang, Natuna, Serawak dan Semenanjung Malaka masih dikelola oleh Singapura. Hal ini didasari oleh kesepakatan antara kedua negara tentang penataan kembali batas antara wilayah penerbangan Singapura dan wilayah informasi penerbangan Jakarta yang disahkan oleh Presiden Soeharto pada 2 Februari 1996. Hasil dari kesepakatan tersebut adalah pemberlakuan biaya navigasi udara dan pembagian hasil antara kedua negara.
Pengelolaan FIR oleh Singapura
Banyak yang menilai bahwa Pengelolaan FIR oleh Singapura bertentangan dengan menjaga kedaulatan Indonesia. Konvensi Chicago yang ditandatangani oleh 52 negara pada 7 Desember 1944 yang berhasil membentuk Organisasi Penerbangan Sipil Internasional atau ICAO menjelaskan bahwa pengendalian wilayah udara oleh negara lain harus mempertimbangkan dan menghargai kedaulatan negara. Hingga saat ini, pengelolaan FIR pada beberapa wilayah di Indonesia oleh Singapura masih berlanjut. Dalam menanggapi hal ini, ada banyak pro dan kontra yang dapat menjadi pertimbangan. Pengendalian FIR oleh Singapura dapat menertibkan aktifitas penerbangan pada wilayah udara sekitar demi keamanan, namun pengendali udara dapat juga mengatur aktifitas di darat dan laut. Seburuk-buruknya, hal ini dapat mengancam kepentingan militer Indonesia. Selama ini, Indonesia dinilai tidak memenuhi syarat untuk melakukan penataan kembali batas wilayah udara atau reallignment. Persyaratan keselamatan penerbangan sipil yang dikeluarkan oleh ICAO menunjukan bahwa nilai Indonesia dalam 8 aspek penerbangan yaitu legislasi, organisasi, perizinan, operasi, kelaikan udara, investigasi kecelakaan, pelayanan navigasi udara dan lapangan terbang masih dibawah rata-rata.
Indonesia siap mengambilalih FIR dari Singapura
Pada Desember 2017, Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas) kala itu Marsekal Madya Yuyu Sutisna yang sekarang sudah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Laut mengatakan bahwa Presiden meminta pengambilan alih agar dapat dilakukan secepatnya yaitu pada tahun 2019. Berdasarkan penjelasan Marsma Yuyu Sutisna, sektor A pada Flight Information Region (FIR) yang mencakup wilayah Batam dan Natuna seharusnya dapat diambil alih sesuai target Presiden. Untuk sektor B dan C dengan ketinggian 20.000 kaki, pengambilan alih akan dapat dilakukan pada tahun ini. Pengambilan alih wilayah Flight Information Region (FIR) akan menjadi tanggung jawab oleh tim yang dibentuk Kementerian Koordinator Kemaritiman yaitu Tim Teknis, Regulasi dan Diplomasi. Indonesia harus mampu membuktikan kemampuan nya dalam pengendalian wilayah udara nya sendiri, tanpa harus membebankan negara tetangga sendiri mengetahui banyak sumber daya manusia dan teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk kedepan. Namun permasalahan pengelolaan FIR oleh Singapura sebaiknya menjadi bahan pembicaraan yang juga dapat menjaga hubungan bilateral antara kedua negara bertetangga. Maka dari itu, tim diplomasi memiliki peran signifikan dalam memastikan hal tersebut, agar juga permasalah ini tidak dikonsumsi oleh publik semata-mata nya negatif yang dapat merusak hubungan dengan Singapura.