Yulian Paonganan tak dijerat dengan pasal ujaran kebencian

Yulianus Paonganan
Yulianus Paonganan - karib disapa Yulian atau Ongen--kini berstatus tahanan kepolisian. Kamis pagi (17/12/2015), pemilik akun Twitter @ypaonganan itu dijemput Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri, dari rumahnya di wilayah Pejaten, Jakarta Selatan.

Ia ditangkap sehubungan lontaran bermuatan pornografi, yang dibagikannya di Twitter, bersama foto Presiden Jokowi dan pesohor, Nikita Mirzani.

Paling tidak, ada dua tagar yang digunakan @ypaonganan dalam menyebar foto itu: #PapaMintaPaha, dan #PapaDoyanLonte. Kicauan dalam tagar itu memberi kesan seolah-olah Jokowi punya skandal dengan Nikita.

Penangkapan Ongen, memicu pro-kontra di media sosial. Kamis (17/12), tagar #BebaskanOngen terlihat masuk daftar tren Twitter Indonesia. Hal yang tak mengherankan, bila mengingat sepak terjang Ongen di linimasa.

Sebagai latar informasi, Ongen memang kerap memicu tren, terutama dengan bantuan akun anonim dan robot. Kemungkinan besar tagar #BebaskanOngen, juga populer dengan bantuan akun-akun macam itu.

Dalam topik ini, tak sedikit netizen yang memosisikan Ongen sebagai "korban pasal ujaran kebencian" --berkaitan dengan Surat Edaran Kapolri soal ujaran kebencian.

Namun, bila memperhatikan dengan seksama keterangan kepolisian, Ongen tidak sedang dijerat dengan pasal ujaran kebencian.

Keterangan itu datang dari Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri, Brigadir Jenderal Agus Rianto.

"Yang jadi persoalan itu pelaku meng-upload foto presiden dengan seseorang (Nikita). Foto itu diakui tersangka dapat kiriman dari orang lalu dia save. Yang dipermasalahkan itu bukan fotonya, tapi tulisannya," kata Agus, dilansir BeritaSatu.

Lebih lanjut, seperti diwartakan Detik.com, Bareskrim Polri menyebut Ongen melempar kata-kata tak pantas, soal alat kelamin dan persenggamaan. Selama 12 - 14 Desember, @ypaonganan disebut telah berkicau (yang memuat pornografi) sampai 200 kali.

Dilansir Kompas.com, Agus menjelaskan, Ongen diduga melanggar Pasal 4 ayat (1) huruf a dan e Undang-Undang No. 44/2008 tentang Pornografi. Tersangka juga dijerat Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang No. 11/2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE).

Bunyi UU No. 11/2008, Pasal 27 ayat (1): "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan."

"Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi," demikian petikan UU No. 44/2008 pasal 4.

Lebih lanjut, pada huruf a, pornografi adalah hal yang memuat: "persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang." Adapun huruf e, menyebut pornografi memuat: "alat kelamin."

Dari kutipan-kutipan di atas, lebih kurang, Ongen diduga telah melanggar pasal seputar penyebaran materi kesusilaan dan pornografi. Bukan ujaran kebencian.

Menurut laporan Kompas.com, atas perbuatannya, Ongen yang berprofesi sebagai pemimpin redaksi sebuah majalah itu, terancam hukuman penjara minimal enam tahun atau maksimal 12 tahun, serta denda minimal Rp 250 juta atau Rp 6 miliar.

Sebagai informasi, kepolisian juga menegaskan bahwa pelapor dalam kasus ini bukan Jokowi. Namun, hingga saat ini, polisi belum mengungkap siapa yang telah melaporkan Ongen.

Ikuti kami di instagram @militerysindonesia

Artikel Terkait