Operasi Woyla dan kisah senjata MP5 Kopassus yang macet (Bag 2)

Kopassus
Benny lalu memberikan senapan serbu H&K MP5 SD-2 kaliber 9 mm. Senjata ini mematikan untuk manusia, tapi tak menimbulkan kerusakan berarti jika mengenai dinding senjata. Karena itu cocok digunakan untuk misi-misi pembebasan sandera dan antiteror.

Sintong sudah pernah menggunakan senjata itu ketika berkunjung ke pusat pelatihan pasukan GSG di Jerman Barat. Namun selain dia, tak satu pun anak buahnya pernah menggunakan MP5.

"Aduh Pak, senjata ini tidak bisa kami pakai," kata Sintong.

"Kalau kamu sudah biasa memegang senjata, semua senjata kan sama. Buka kunci, tarik garis lurus dari fisir menuju penjera ke sasaran, sama saja," balas Benny.

Sintong meminta izin pada Benny untuk mencoba dulu senjata itu. Namun Benny sudah tak sabar. Dia sedikit marah dan memerintahkan seluruh anak buah Sintong segera masuk pesawat menuju Bangkok. Saat itu situasi tegang. Tim antiteror berlomba dengan waktu untuk segera berangkat dan membebaskan sandera.

"Kau takut?" sindir Benny di dalam pesawat.

Sintong menjawab. "Saya ingin berhasil, Pak. Tapi kalau Bapak memerintahkan untuk berangkat, tentu saya akan berangkat."

Bukan apa-apa, Sintong ingin mencoba senjata itu lebih dulu. Dia punya kenangan buruk saat diberi senjata AR-15. Ternyata saat digunakan untuk memberantas PKI, semua senapan baru itu macet. Sintong tak mau peristiwa itu terulang.

Benny diam saja. Tiba-tiba Benny menuju kokpit pesawat DC-10 tersebut. Dia berbicara dengan pilot untuk menunda keberangkatan.

"Hei Batak, turun kau. Bawa anak buahmu!" bentak Benny.

   

Ikuti kami di instagram @militerysindonesia

Artikel Terkait