Pakistan adalah salah satu negara dengan pertumbuhan senjata nuklir tercepat di dunia. Islamabad menolak mengungkapkan berapa banyak cadangan nuklirnya, namun sumber-sumber menyebutkan bahwa Pakistan setidaknya telah memiliki 120 hulu ledak nuklir.
Sekarang, Pakistan berupaya keras untuk memperkecil hulu ledak nuklir mereka. Hulu ledak nuklir yang kecil ini dimaksudkan untuk tujuan taktis, karena lebih fleksibel.
Sebuah hasil pencitraan satelit pada Januari 2014 lalu menunjukkan bahwa Kompleks Pertahanan Nasional (NDC) Pakistan menampilkan dua peluncur rudal jelajah Hatf-7 Babur, salah satu dari beberapa sistem pengiriman nuklir non-strategis yang dapat Pakistan sebarkan untuk menyerang pasukan India.
Babur yang memiliki jangkauan 350 kilometer mulai diperkenalkan pada tahun 2005, merupakan rudal jelajah serangan darat pertama Pakistan. Varian Babur yang diluncurkan dari udara juga dibuat oleh Pakistan. Dan yang terbilang baru, Nasr, rudal permukaan-ke-permukaan dengan jangkauan 60 kilometer, pertama kali diperkenalkan pada tahun 2011.
Analis meyakini bahwa kedua teknologi platform rudal yang sangat mobile ini berasal dari China.
Tidak diketahui dengan pasti berapa banyak hulu ledak nuklir yang telah dihasilkan oleh NDC Pakistan, namun produksi yang terus menerus mengindikasikan niat Islamabad untuk bersiap menyebarkan nuklir untuk melawan pasukan India jika terjadi perang.
Pakistan dan India telah berselisih sejak dekolonisasi. Kedua negara ini sempat perang beberapa kali terkait wilayah Jammu dan Kashmir, diantaranya tahun 1947, 1965 dan 1999. Sedangkan perang India-Pakistan yang terjadi pada tahun 1971 tidak terkait masalah Jammu dan Kashmir, melainkan terkait deklarasi kemerdekaan Bangladesh. Hubungan pun semakin tegang ketika kedua negara melakukan uji senjata nuklir pada tahun 1998.
Meskipun Pakistan dan India bersaing dalam perlombaan senjata nuklir, namun krisis nuklir kedua negara ini masih belum ada apa-apanya ketimbang perlombaan nuklir Amerika Serikat dan Uni Soviet selama Perang Dingin. Bahkan masih lebih kecil dibandingkan Krisis Rudal Kuba pada tahun 60-an. Tapi tidak berati krisis nuklir kedua negara ini tidak mengkhawatirkan.
Karena militer Pakistan kalah jumlah dan alutsista dari militer India yang jumlahnya luar biasa, Pakistan semakin melihat senjata nuklir sebagai solusi penyeimbang dan sebagai pencegah strategis. Politisi Pakistan juga seringkali mengutip kata 'bom' sebagai penjamin utama keamanan nasional mereka. Cukup beralasan, Islamabad lantas meningkatkan kapasitas produksi material fisil dan memproduksi lebih banyak hulu ledak nuklir.
Analis menilai, bahkan jika pertumbuhan material fisil Pakistan Stabil alias tidak mengalami lonjakan produksi, cadangan senjata nuklir Pakistan bisa sama atau melebihi negara-negara Barat yang sejak lama memiliki nuklir seperti Inggris dan Prancis. Menurut International Panel on Fissile Nuclear Materials, Inggris dan Prancis saat ini memiliki masing-masing sekitar 225 dan 300 hulu ledak nuklir.
Pencitraan satelit pada tahun 2013 menunjukkan bahwa Pakistan telah mulai mengoperasikan reaktor produksi plutonium ketiga di wilayah Khushab. Dan pencitraan satelit pada tahun 2014 menunjukkan kemajuan pembangunan reaktor keempat yang masih dalam tahap pembangunan.
Tiga reaktor 50 megawatt ini masing-masing mampu memproduksi sekitar 11,5 kilogram plutonium level-senjata, menghasilkan hingga 35 kilogram pertahun. Ketika reaktor keempat telah beroperasi, mungkin tahun depan, Pakistan dapat memproduksi plutonium level-senjata hingga 46 kilogram per tahun.
Bersamaan reaktor nuklir Khushab beroperasi pada tahun 1998, nuklir Pakistan telah bergeser dari uranium yang diperkaya (HEU) dengan senjata berbasis plutonium. Ini merupakan perkembangan yang penting untuk sebuah negara yang ingin membuat hulu ledak nuklir yang ringan dan kecil. Sebuah senjata plutonium memerlukan empat kilogram Plutonium-239 (Pu-239) untuk menghasilkan sebuah bom, sementara HEU membutuhkan 15 kilogram Uranium (U-235).
Dengan menggunakan plutonium, dapat berarti bahwa senjata nuklir ini akan lebih mudah disebarkan dengan perangkat rudal yang kecil dan mobile. Untuk hal inilah para perencana militer Pakistan semakin percaya bahwa mereka membutuhkan lebih banyak nuklir taktis ini untuk menyeimbangi kekuatan militer India.
Bagi India sendiri, potensi kekuatan nuklir taktis Pakistan dianggap dapat memicu terjadinya perang nuklir besar-besaran. Seperti yang diungkapkan oleh Shyam Saran, mantan menteri luar negeri India dan sekarang menjabat sebagai ketua Dewan Penasihat Keamanan Nasional India, pernah mengatakan mengatakan kepada audiens di Delhi Habitat Center pada April 2013, bahwa India tidak akan menjadi yang pertama melakukan serangan nuklir, tetapi jika diserang dengan senjata seperti itu, India akan melakukan pembalasan nuklir yang lebih besar yang dirancang untuk menimbulkan kerusakan hebat.
"Baik nuklir taktis maupun strategis yang digunakan untuk menyerang India, itu sama saja. Batasan perang nuklir adalah sebuah kontradiksi. Setiap pertukaran (saling serang) nuklir terjadi, sekali dimulai, akan cepat dan tak terelakkan akan meningkat (ke perang nuklir strategis),"ungkap Saran.
Sumber
Sekarang, Pakistan berupaya keras untuk memperkecil hulu ledak nuklir mereka. Hulu ledak nuklir yang kecil ini dimaksudkan untuk tujuan taktis, karena lebih fleksibel.
Sebuah hasil pencitraan satelit pada Januari 2014 lalu menunjukkan bahwa Kompleks Pertahanan Nasional (NDC) Pakistan menampilkan dua peluncur rudal jelajah Hatf-7 Babur, salah satu dari beberapa sistem pengiriman nuklir non-strategis yang dapat Pakistan sebarkan untuk menyerang pasukan India.
Babur yang memiliki jangkauan 350 kilometer mulai diperkenalkan pada tahun 2005, merupakan rudal jelajah serangan darat pertama Pakistan. Varian Babur yang diluncurkan dari udara juga dibuat oleh Pakistan. Dan yang terbilang baru, Nasr, rudal permukaan-ke-permukaan dengan jangkauan 60 kilometer, pertama kali diperkenalkan pada tahun 2011.
Analis meyakini bahwa kedua teknologi platform rudal yang sangat mobile ini berasal dari China.
Tidak diketahui dengan pasti berapa banyak hulu ledak nuklir yang telah dihasilkan oleh NDC Pakistan, namun produksi yang terus menerus mengindikasikan niat Islamabad untuk bersiap menyebarkan nuklir untuk melawan pasukan India jika terjadi perang.
Pakistan dan India telah berselisih sejak dekolonisasi. Kedua negara ini sempat perang beberapa kali terkait wilayah Jammu dan Kashmir, diantaranya tahun 1947, 1965 dan 1999. Sedangkan perang India-Pakistan yang terjadi pada tahun 1971 tidak terkait masalah Jammu dan Kashmir, melainkan terkait deklarasi kemerdekaan Bangladesh. Hubungan pun semakin tegang ketika kedua negara melakukan uji senjata nuklir pada tahun 1998.
Meskipun Pakistan dan India bersaing dalam perlombaan senjata nuklir, namun krisis nuklir kedua negara ini masih belum ada apa-apanya ketimbang perlombaan nuklir Amerika Serikat dan Uni Soviet selama Perang Dingin. Bahkan masih lebih kecil dibandingkan Krisis Rudal Kuba pada tahun 60-an. Tapi tidak berati krisis nuklir kedua negara ini tidak mengkhawatirkan.
Karena militer Pakistan kalah jumlah dan alutsista dari militer India yang jumlahnya luar biasa, Pakistan semakin melihat senjata nuklir sebagai solusi penyeimbang dan sebagai pencegah strategis. Politisi Pakistan juga seringkali mengutip kata 'bom' sebagai penjamin utama keamanan nasional mereka. Cukup beralasan, Islamabad lantas meningkatkan kapasitas produksi material fisil dan memproduksi lebih banyak hulu ledak nuklir.
Analis menilai, bahkan jika pertumbuhan material fisil Pakistan Stabil alias tidak mengalami lonjakan produksi, cadangan senjata nuklir Pakistan bisa sama atau melebihi negara-negara Barat yang sejak lama memiliki nuklir seperti Inggris dan Prancis. Menurut International Panel on Fissile Nuclear Materials, Inggris dan Prancis saat ini memiliki masing-masing sekitar 225 dan 300 hulu ledak nuklir.
Pencitraan satelit pada tahun 2013 menunjukkan bahwa Pakistan telah mulai mengoperasikan reaktor produksi plutonium ketiga di wilayah Khushab. Dan pencitraan satelit pada tahun 2014 menunjukkan kemajuan pembangunan reaktor keempat yang masih dalam tahap pembangunan.
Tiga reaktor 50 megawatt ini masing-masing mampu memproduksi sekitar 11,5 kilogram plutonium level-senjata, menghasilkan hingga 35 kilogram pertahun. Ketika reaktor keempat telah beroperasi, mungkin tahun depan, Pakistan dapat memproduksi plutonium level-senjata hingga 46 kilogram per tahun.
Bersamaan reaktor nuklir Khushab beroperasi pada tahun 1998, nuklir Pakistan telah bergeser dari uranium yang diperkaya (HEU) dengan senjata berbasis plutonium. Ini merupakan perkembangan yang penting untuk sebuah negara yang ingin membuat hulu ledak nuklir yang ringan dan kecil. Sebuah senjata plutonium memerlukan empat kilogram Plutonium-239 (Pu-239) untuk menghasilkan sebuah bom, sementara HEU membutuhkan 15 kilogram Uranium (U-235).
Dengan menggunakan plutonium, dapat berarti bahwa senjata nuklir ini akan lebih mudah disebarkan dengan perangkat rudal yang kecil dan mobile. Untuk hal inilah para perencana militer Pakistan semakin percaya bahwa mereka membutuhkan lebih banyak nuklir taktis ini untuk menyeimbangi kekuatan militer India.
Bagi India sendiri, potensi kekuatan nuklir taktis Pakistan dianggap dapat memicu terjadinya perang nuklir besar-besaran. Seperti yang diungkapkan oleh Shyam Saran, mantan menteri luar negeri India dan sekarang menjabat sebagai ketua Dewan Penasihat Keamanan Nasional India, pernah mengatakan mengatakan kepada audiens di Delhi Habitat Center pada April 2013, bahwa India tidak akan menjadi yang pertama melakukan serangan nuklir, tetapi jika diserang dengan senjata seperti itu, India akan melakukan pembalasan nuklir yang lebih besar yang dirancang untuk menimbulkan kerusakan hebat.
"Baik nuklir taktis maupun strategis yang digunakan untuk menyerang India, itu sama saja. Batasan perang nuklir adalah sebuah kontradiksi. Setiap pertukaran (saling serang) nuklir terjadi, sekali dimulai, akan cepat dan tak terelakkan akan meningkat (ke perang nuklir strategis),"ungkap Saran.
Sumber