Cerita menegangkan F-16 TNI AU cegat pesawat AS di Bawean (Selesai)


Merdeka.com - Masih dalam nuansa tegang, penerbang F-16 kembali melihat kapal perusak US Navy dan langsung melaporkannya. Kontak ini terjadi pada ketinggian 15.000 kaki dan berhasil menjauh dari bidikan lawan.

Ketegangan berlanjut ketika radar kembali menemukan manuver pesawat asing pada jarak 40 mil laut. Dibayangi peristiwa sebelumnya, keempat pilot TNI AU bertekat untuk mendekat.

Begitu berhadapan, Hornet langsung melancarkan aksi jamming dengan sikap bermusuhan, ditambah mereka sudah mengunci pesawat F-16 dengan rudal Sidewinder. Perang elektronika berlangsung selama tiga menit, padahal penerbang TNI AU mencoba berkomunikasi namun Hornet AS terus berupaya mengubah frekuensi radio mereka.

"Begitu menangkap jamming mereka, kita pakai anti-jamming yang juga memancarkan beberapa bands (gelombang) dari frekuensi radar F-16. Dengan memakai auto, walaupun mereka berganti-ganti bands, kita bisa mengikuti terus (mereka)," ungkap Komandan Skadron 3 Letkol Tatang Herliansyah.

Perang tiga menit itu sempat terhenti ketika Kapten Ian Fuady berhasil rocking the wing dan mengabari mereka bukanlah musuh. "Hornet, Hornet, we are Indonesian Air Force (Hornet, Hornet, kami Angkatan Udara Indonesia)," ujar Ian menengahi ketegangan.

"Indonesian Air Force, we are in international waters, please stay away from our ships (Angkatan Udara Indonesia, kami berada di perairan internasional, harap menjauh dari kapal kami)," pinta pilot F/A 18 Hornet.


Usai kontak Hornet AS itu terbang menjauh sedang kedua F-16 TNI AU kembali ke pangkalannya di Lanud Iswahjudi, Madiun. Selain berhasil bertemu dengan Hornet, kedua F-16 TNI-AU juga melihat sebuah kapal perang Fregat yang sedang berlayar ke arah timur.

Dari hasil pantauan TNI AU, konvoi kapal perang AS yang berada di sekitar Pulau Bawean ini berkecepatan 20 knot dan tengah menuju Pulau Madura dan Kangean 12 jam kemudian. Guna keperluan diplomatik, TNI AU kembali mengirimkan pesawat lainnya untuk memantau pergerakan mereka, yakni pesawat intai Boeing 737 Surveiller.

"Kami kirim pesawat intai Boeing 737 Surveiller ke daerah itu dan benar pada pukul tujuh pagi pesawat pengintai menjumpai iringan kapal induk, sebuah kapal perusak dan dua kapal fregat menuju ke Selat Lombok," ungkapnya.


Jawaban yang diperoleh tetap sama, armada kapal perang AS tersebut tetap beranggapan mereka berada di perairan internasional. Pada kesempatan itu, mereka tetap memfoto kapal induk USS Carl Vinson, kedua fregat, dan kapal perusak AS. Pengintaian ini dikawal ketat oleh dua F/A 18 Hornet AL AS.

Dari foto-foto tersebut, pemerintah akhirnya melancarkan protes ke AS karena memasuki perairan Indonesia tanpa izin. Dari analisa TNI AU, kapal-kapal itu datang dari utara lalu belok masuk ke ALKI 1 dan melaksanakan pelatihan tempur selama beberapa jam di barat laut Pulau Bawean. Dugaan lainnya, konvoi datang dari Selat Malaka atau Selat Sunda. Diperkirakan, setelah melewati Selat Lombok, kemungkinan konvoi tersebut meneruskan pelayarannya ke Australia atau langsung ke Samudera Pasifik.

Kejadian ini memberikan latihan berharga bagi empat penerbang TNI AU dalam insiden Bawean, di mana perang elektronika bisa saja membuat nyawa mereka melayang. Namun dengan keberanian, mereka tetap berusaha melawan dan berusaha berkomunikasi meski kecil kemungkinannya.

Ikuti kami di instagram @militerysindonesia

Artikel Terkait