Mesir akhirnya melampiaskan kemarahannya atas aksi penyembelihan puluhan warga Kristen Koptik Mesir oleh kelompok teroris Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Libya. Pelampiasan amarah itu ternyata tidak sia-sia.
Sebagaimana diberitakan Rai al-Youm, komandan angkatan udara Libya Saqer al-Joroushi dalam sebuah statemennya yang ditayangkan TV Mesir CBC Senin kemarin (16/2/2015) mengatakan bahwa serangan bersama angkatan udara Libya dan Mesir terhadap beberapa posisi ISIS di Libya telah menjatuhkan banyak korban jiwa dan materi di pihak kelompok teroris tersebut. Menurutnya, sedikitnya 50 anggota ISIS tewas akibat gempuran tersebut.
“Mesir berhak membela anak-anak bangsanya dan melakukan serangan dalam rangka ini… Jumlah orang yang tewas tak kurang dari 50,” katanya saat ditanya jumlah anggota ISIS yang terbunuh.
Dia menambahkan, “Kami tidak memerlukan pasukan darat (Mesir). Kami tidak ingin melibatkan Mesir dalam problematika yang kami alami. Kami hanya menginginkan serangan udara untuk menggempur beberapa sasaran yang sulit bagi kami atau berada di luar jangkauan kami.”
Saqer al-Joroushi menilai koordinasi antarperwira Mesir sangat bagus, baik pasukan darat maupun pasukan udaranya, “terutama di bidang komunikasi dan intelijen militer.”
Senin pagi kemarin militer Mesir menyatakan telah menggempur beberapa posisi ISIS menyusul pembantaian ISIS terhadap 21 warga Kristen Koptik yang bekerja di Libya dan diculik ISIS di kota Sirte di bagian timur Libya pada Desember 2014 dan Januari 2015.
Sejak pemerintahan Moammar Ghaddafi di Libya tumbang pada tahun 2011 negara ini dilanda konflik yang tak berkesudahan. Negara ini menjadi ajang perang kekuasaan antarkelompok militan, sementara kondisi pemerintah lemah sehingga kian banyak menghadapi masalah, termasuk terbentuknya pemerintahan dan parlemen tandingan.
Berbagai sumber lokal Sirte Sabtu lalu menyatakan bahwa cabang ISIS di Libya yang menamakan dirinya Wilayat Tripoli telah memanfaatkan kevakuman situasi keamanan dan kelemahan militer Libya sehingga kemudian mengklaim kota yang berjarak sekitar 500 km dari ibu kota Libya, Tripoli, tersebut sebagai markas mereka.
Dengan demikian, selain menguasai beberapa wilayah di Irak dan Suriah, ISIS juga menguasai sebagian wilayah Libya, dan di semua kawasan itu mereka mendirikan pemerintahan yang mereka klaim sebagai kekhalifahan.
Sebagaimana diberitakan Rai al-Youm, komandan angkatan udara Libya Saqer al-Joroushi dalam sebuah statemennya yang ditayangkan TV Mesir CBC Senin kemarin (16/2/2015) mengatakan bahwa serangan bersama angkatan udara Libya dan Mesir terhadap beberapa posisi ISIS di Libya telah menjatuhkan banyak korban jiwa dan materi di pihak kelompok teroris tersebut. Menurutnya, sedikitnya 50 anggota ISIS tewas akibat gempuran tersebut.
“Mesir berhak membela anak-anak bangsanya dan melakukan serangan dalam rangka ini… Jumlah orang yang tewas tak kurang dari 50,” katanya saat ditanya jumlah anggota ISIS yang terbunuh.
Dia menambahkan, “Kami tidak memerlukan pasukan darat (Mesir). Kami tidak ingin melibatkan Mesir dalam problematika yang kami alami. Kami hanya menginginkan serangan udara untuk menggempur beberapa sasaran yang sulit bagi kami atau berada di luar jangkauan kami.”
Saqer al-Joroushi menilai koordinasi antarperwira Mesir sangat bagus, baik pasukan darat maupun pasukan udaranya, “terutama di bidang komunikasi dan intelijen militer.”
Senin pagi kemarin militer Mesir menyatakan telah menggempur beberapa posisi ISIS menyusul pembantaian ISIS terhadap 21 warga Kristen Koptik yang bekerja di Libya dan diculik ISIS di kota Sirte di bagian timur Libya pada Desember 2014 dan Januari 2015.
Sejak pemerintahan Moammar Ghaddafi di Libya tumbang pada tahun 2011 negara ini dilanda konflik yang tak berkesudahan. Negara ini menjadi ajang perang kekuasaan antarkelompok militan, sementara kondisi pemerintah lemah sehingga kian banyak menghadapi masalah, termasuk terbentuknya pemerintahan dan parlemen tandingan.
Berbagai sumber lokal Sirte Sabtu lalu menyatakan bahwa cabang ISIS di Libya yang menamakan dirinya Wilayat Tripoli telah memanfaatkan kevakuman situasi keamanan dan kelemahan militer Libya sehingga kemudian mengklaim kota yang berjarak sekitar 500 km dari ibu kota Libya, Tripoli, tersebut sebagai markas mereka.
Dengan demikian, selain menguasai beberapa wilayah di Irak dan Suriah, ISIS juga menguasai sebagian wilayah Libya, dan di semua kawasan itu mereka mendirikan pemerintahan yang mereka klaim sebagai kekhalifahan.