Kebijakan luar negeri Rusia pada 2014 ditandai dengan eksperimen geopolitik besar yang dilakukan oleh Presiden Vladimir Putin sebagai tanggapan atas kekacauan di Maidan, Ukraina. Eksperimen ini merupakan kesempatan bagi Putin untuk menguji pandangannya mengenai hubungan antarbangsa dan posisi Rusia di dunia—sebuah visi yang ia kembangkan di tahun-tahun sebelumnya sebagai presiden.
Sebelumnya, kebijakan luar negeri Putin tak pernah lebih dari sekedar reaksi rutin terhadap tantangan eksternal. Tahun ini, Putin akhirnya memutuskan untuk membandingkan persepsi mengenai dunia yang telah ia bentuk di kepalanya dengan realitas obyektif.
Mungkin tahap ini tak terhindarkan bagi para pemimpin kekuatan besar dunia yang terus berkuasa selama lebih dari satu dekade. Setelah memimpin dalam waktu yang lama, mereka mengira diri mereka lebih berpengalaman dan lebih bijak dibanding kolega asing mereka yang tersingkir karena siklus pemilu. Mereka berpikir bahwa dalam sisa waktu berkuasanya, mereka harus mencapai sesuatu yang luar biasa hebat, sesuatu yang pantas dikenang.
Pandangan Putin terhadap dunia memiliki beberapa poin utama, antara lain:
- Barat tidak mengakui Rusia sebagai mitra yang sederajat dan menggunakan berbagai cara untuk menetralkan potensi militer strategis Rusia,
- peradaban Barat berada dalam krisis yang pelik dan, akibatnya, telah kehilangan perannya sebagai pemimpin global,
- melalui diplomasi yang cerdas dan kompeten, Rusia telah berhasil membangun hubungan kemitraan dengan mayoritas negara “non-Barat”,
- jika secara terbuka menantang Barat, Rusia akan didukung oleh seluruh dunia dengan senang hati karena Barat—terutama Amerika Serikat, dipandang negatif oleh sebagian besar wilayah dunia,
- dalam konfrontasi terbuka antara Rusia dan Barat, perpecahan lama antara AS dan Eropa akan semakin lebar dan Eropa bahkan mungkin akan beralih ke pihak Rusia,
- di akhir krisis, Rusia akan menjadi pemimpin global sebagai satu-satunya kekuatan yang berani secara terbuka menantang hegemoni AS, dan
- kelemahan ekonomi Rusia akan ditutupi oleh pengaruh politiknya yang semakin kuat.
Peristiwa-peristiwa yang terjadi sepanjang 2014 menunjukan bahwa banyak tesis Putin tidak terlihat cukup meyakinkan jika dihadapkan pada kenyataan. Ikatan antara Eropa dan Amerika Serikat ternyata jauh lebih kuat dari yang diperkirakan, sementara dukungan bagi Rusia dari negara-negara “non-Barat” kadang tampak begitu muram.
Akan tetapi, tidak seperti eksperimen biasa—yang setelah selesai sang ilmuwan dapat mencuci tabung-tabung uji dan menutup pintu laboratorium, eksperimen kebijakan luar negeri Rusia tidak dapat dihentikan begitu saja. Di samping itu, Putin sendiri sepertinya tak ingin melakukan hal tersebut. Mendengar pidato tahunannya di hadapan kedua dewan parlemen Rusia, keyakinan Putin akan pandangannya mengenai dunia malah menguat, dan semua kemunduran belakangan ini ditafsirkan hanya sebagai hasil sementara.
Sebagai contoh, dalam pidatonya, Putin berkata bahwa pembangunan NATO di sepanjang batas wilayah Rusia pada 2014 harus dilihat tidak sebagai reaksi terhadap agresi Rusia, tetapi sebagai penerapan rencana yang telah dibuat sejak lama. Maka, tindakan Rusia akan menyingkap akal bulus rahasia ini.
Oleh sebab itu, pada 2015, diplomasi Rusia diharapkan akan terus berusaha mewujudkan tujuan yang selaras dengan pandangan mengenai dunia ini.
Pertama, Rusia mungkin akan melanjutkan upayanya untuk membangun hubungan dengan masing-masing negara Eropa untuk memecah kesatuan blok Barat—terutama mengenai kebijakan sanksi.
Kedua, Rusia akan terus mengajukan inisiatif yang berani dalam pertemuan-pertemuan BRICS, S.C.O., G-20, serta kelompok “non-Barat” lain.
Akhirnya, kita bisa berharap akan adanya trik-trik uji coba Perang Dingin.
Meski dengan sikap keras kepala yang ditunjukan dalam pidato Putin, kesulitan yang dihadapi Rusia tahun ini akibat perlawanan terkonsolidasi oleh Barat dan dunia yang ternyata tidak peduli telah menghasilkan setidaknya sebuah penyesuaian dalam eksperimen kebijakan luar negeri presiden Rusia tersebut. Ia tampaknya memiliki satu lagi hipotesis yang sangat mungkin akan mulai ia uji tahun depan.
Dalam pidatonya di hadapan Dewan Federasi, Putin menjelaskan bahwa peristiwa-peristiwa tahun 2014 mengingatkannya akan tahun 1941–1942, ketika Uni Soviet menerima pukulan telak dari Nazi Jerman dan nyaris kalah.
Dalam analogi ini, periode kemunduran saat ini harus diikuti dengan sesuatu yang mirip dengan kemenangan besar di Stalingrad, pertempuran tank Kursk, atau dimulainya arak-arakan Tentara Soviet ke Barat pada 1943 yang berbuah kemenangan. Putin akan menantikan peristiwa semacam itu untuk membalikkan keadaan pada 2015.
Sumber : RBTH Indonesia