Sudah hampir empat tahun lamanya Marsekal TNI Hadi Tjahjanto menduduki jabatan sebagai Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI). Sudah lebih dari 30 tahun berkarier di dunia militer, tiba waktunya bagi jenderal bintang empat TNI Angkatan Udara ini memasuki masa pensiun.
8 Desember 2017 lalu, jadi momen berharga bagi pria kelahiran Malang 8 November 1963 itu. Saat itu, Hadi secara resmi ditunjuk Presiden Republik Indonesia (RI) ke-7, Joko Widodo (Jokowi), sebagai Panglima TNI ke-20.
Hadi menjadi Pati TNI Angkatan Udara ke-3 yang berhasil mencapai posisi Panglima TNI. Jauh sebelum Hadi, ada Marsekal TNI (Purn.) Soerjadi Soerjadarma dan Marsekal TNI (Purn.) Djoko Suyanto yang lebih dulu menjadi orang nomor satu di TNI.
Jelang purna tugas, muncul teka-teki siapa sosok yang akan menggantikan Hadi sebagai Panglima TNI. Menurut Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang ayat 4 Tentara Nasional Indonesia, disebutkan bahwa jabatan Panglima TNI bisa dijabat oleh Perwira Tinggi Aktif dari tiap-tiap Angkatan yang sedang atau pernah menjadi Kepala Staf Angkatan.
Itu berarti, Kepala Staf Angkatan Darat, Laut dan Udara, punya kans yang sama untuk menjadi Panglima TNI selanjutnya.
Salah satu yang menjadi calon kuat Panglima TNI sudah tentu Laksamana TNI Yudo Margono. Alumni Akademi Angkatan Laut (AAU) 1988 saat ini menduduki posisi sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL).
Pria kelahiran Madiun 26 November 1965 adalah salah satu putra terbaik yang lahir dari TNI Angkatan Laut. Sebelum menjadi orang nomor satu di TNI Angkatan Laut, Pati yang berasal dari Korps Pelaut pernah bertugas di sejumlah sektor.
Dari sejumlah jabatan yang pernah diemban, Yudo pernah menjadi komandan kapal perang peluru kendali andalan TNI Angkatan Laut.
Kapal perang pertama yang dipimpin oleh Yudo adalah KRI Sutanto (877). KRI Sutanto merupakan kapal perang jenis korvet, yang mulai memasuki masa dinas pada 1992. Kapal perang peluru kendali ini dibuat oleh perusahaan pembangun kapal Wolgast Peene-Werft, Jerman Timur.
Dua senjata utama paling mematikan dari KRI Sutanto sudah tentu peluru kendali SA-N-5, rudal kendali dari darat ke udara (surface-to-air missile). Rudal ini mampu menghancurkan target pesawat sayap tetap, pesawat sayap putar (helikopter), dan rudal anti-kapal.
Tak hanya itu, senjata utama lain yang dimiliki oleh KRI Sutanto adalah rudal anti-kapal selam (anti-submarine) RBU-6000 buatan Uni Soviet (sekarang Rusia).
Selain KRI Sutanto, Laksamana TNI Yudo Margono juga pernah mengomandani kapal perusak (destroyer) KRI Ahmad Yani (351). Meskipun sudah berusia lebih dari 50 tahun, KRI Ahmad Yani masih aktif berdinas.
Dilansir VIVA Militer dariTechnologyindonesia.com, pada 2007 KRI Ahmad Yani dan KRI Abdul Halim Perdana Kusuma menjalani pergantian mesin. Oleh sebab itu, hingga saat ini kapal perusak itu masih menjadi andalan TNI Angkatan Laut.
Senjata utama KRI Ahmad Yani sangat mematikan dan efektif. Bagaimana tidak, ada delapan peludu kendali darat ke darat (surface-to-surface) C-802. Peluru kendali ini mampu menghantam target sejauh 120,5 kilometer, atau setara dengan 70 mil laut, dengan kecepatan 0,9 mach (1.111,32 km/jam).
Yang lebih berbahaya, peluru kendali C-802 buatan China ini memiliki pemandu active radar homing, dengan hulu ledak seberat 165 kilogram. Dua senjata lain yang tak kalah dahsyat adalah empat peluru kendali permukaan ke udara Mistral, yang memiliki jangkauan 4 kilometer dengan hulu ledak seberat 3 kilogram.
Selain itu ada pula 12 torpedo Honeywell II Mk. 46 yang mampu menjangkau target sejauh 11 kilometer, dengan kecepatan 40 knot (74.08 km/jam).