Bagaimana Ekonomi Timor Leste Setelah 16 Tahun Merdeka? II


Campur Tangan Cina

Pada September 2016, Kementerian Keuangan Timor Leste bergabung dengan Asian Infrastructure Investment Bank yang berbasis di Beijing, guna memperkuat hubungan diplomatik kedua negara. Dalam beberapa tahun terakhir Cina telah membangun gedung-gedung perkantoran untuk Kementerian Luar Negeri, Departemen Pertahanan, Pasukan Pertahanan, serta Istana Kepresidenan Timor Leste.

Lebih dari seribu pegawai negeri Timor Leste juga telah mengunjungi Cina sebagai bagian dari program pelatihan. Sementara ribuan teknisi Cina juga telah berbagi pengalaman kepada Timor Leste tentang metode pertanian terbaru, perencanaan kota, pengembangan pariwisata dan sebagainya. Cina bahkan menggelontorkan dana senilai $50 juta sebagai pinjaman lunak kepada Timor Leste, seperti diwartakan The Diplomat.

Secara ekonomi, Timor Leste merupakan mitra impor yang murah bagi Cina dan sebaliknya merupakan pasar ekspor potensial bagi negeri Panda. Menurut data statistik pemerintahan, Timor Leste mengeluarkan dana $982 juta untuk impor dan hanya berhasil meraup dana ekspor sebesar $91 juta pada 2014. Cina menjadi penyedia barang terbesar ketiga di Timor Leste setelah Indonesia dan Singapura. 

Nikkei Asian Review melaporkan, perusahaan asal Cina membangun berbagai proyek seperti perumahan, fasilitas komersial, sekolah dan bangunan lain dengan biaya sebesar $60 juta. Sebagai balasannya, Timor Leste memberikan dukungannya terhadap proyek Belt and Road yang dilakukan oleh Cina.


Pertumbuhan ekonomi Timor Leste sejak resmi berdaulat pada 2002 sampai dengan 2006, tumbuh tipis dari $422,92 juta menjadi $440,02 juta. Pertumbuhan ekonomi Timor Leste melaju kencang sejak 2007 sampai dengan 2016, mulai dari $531,26 juta menjadi $1,78 miliar.

Catatan Bank Dunia menyebutkan, pertumbuhan ekonomi Timor Leste tumbuh kencang pada 2016 mencapai 5 persen. Namun, melambat pada 2017 menjadi 4 persen dan diperkirakan mencapai 5 persen pada tahun ini.

Melambatnya investasi asing langsung membuat ekspor barang menjadi penopang pertumbuhan ekonomi. Ekspor barang yang tumbuh dari $18 juta pada 2015, menjadi sekitar $27,4 juta pada 2016 dan meningkat menjadi $28,5 juta di 2017. Kopi menjadi penyumbang besar ekspor negara dengan populasi 1,3 juta jiwa (2017) ini.

Timor Leste menunjukkan kemampuannya untuk mengekspor komoditas berupa kopi yang telah dilakukan sejak 2000. Produksi kopi di tahun itu meningkat 40 persen dan turut mendorong peningkatan pendapatan. Dengan luas lahan perkebunan kopi di Timor Leste pada 2001 mencapai 88.823 hektare dan jumlah produksi mencapai 26.944 ton, mendatangkan pendapatan senilai $10 juta. 

“Jika di rata-rata, maka pendapatan yang diperoleh petani kopi rata-rata sebesar $127 per produksi rumah tangga,” tulis UNDP dalam laporannya (PDF).

Ekspor kopi terus meningkat hampir mencapai $30 juta atau naik lebih dari dua kali lipat selama periode 2014 sampai dengan 2016. Namun pada 2017, nilai ekspor kopi Timor Leste hanya sebesar $14 juta, lantaran gangguan cuaca.

Angka ini berbanding terbalik dibanding pendapatan dari minyak, yang mengalami penurunan tajam dari $1 miliar pada 2015 menjadi hanya senilai $400 juta di 2016. “Produksi minyak Timor Leste berhenti dan meninggalkan defisit fiskal yang membebani tabungan negara,” tulis Bank Dunia dalam laporan berjudul Timor-Leste Economic Update, April 2017: Considerable Gains Made in Poverty.

Laporan Bank Dunia juga menyebutkan, angka kemiskinan di Timor Leste berkurang dengan kecepatan yang lebih cepat dibanding sebagian besar negara. Namun, tingkat kemiskinan di Timor Leste masih tetap tinggi di level 41,8 persen per 2014. 

Angka kemiskinan di Timor Leste justru melonjak dibanding 2001 yang sebesar 36,3 persen dan mencapai puncaknya pada 2007 yaitu 50,4 persen. Tingkat kemiskinan yang paling timpang berada di ibukota negara yaitu Dili (PDF), yang mencerminkan biaya hidup lebih tinggi dibanding distrik lainnya.

Ikuti kami di instagram @militerysindonesia

Artikel Terkait