Belajar dari kegagalan di Timor Leste bersama Presiden Jose Ramos-Horta

Presiden Jose Ramos-Horta

Pada tanggal 3 Mei 2012, Nanyang Technological University – Rajaratnam School of International Studies (NTU – RSIS) mengadakan kuliah umum di hotel Shangri-La, Singapura, dengan tajuk “Securing Our Future: Timor Leste’s role in the Region and Beyond” dengan Presiden Timor Leste, Jose Ramos-Horta.  Acara ini memberi sebuah pelajaran yang amat berharga dari Presiden Ramos-Horta mengenai Timor Leste. Bagaimana kepemimpinan yang baik bisa mengubah kehancuran menjadi harapan yang baru. 

Kuliah umum yang berlangsung cukup singkat ini benar-benar menarik dan membawa para peserta untuk menilik lebih lanjut situasi terkini dan tantangan Timor Leste untuk sekarang dan masa depan.

Acara yang dimoderasi oleh Joseph Liow, Associate Dean of RSIS, dimulai dengan beberapa kata sambutan dari beliau mengenai Timor Leste dan Presiden Ramos-Horta. Joseph Liow membacakan biografi singkat Presiden Ramos-Horta yang memulai karir sebagai pendiri FRETILIN (gerakan pro-kemerdekaan Timor Leste), pendidikannya di Universitas Antioch, berperan sebagai Menteri Luar Negeri Timor Leste, dan sekarang menjabat sebagai Presiden Timor Leste.

Kesan pertama, Presiden Ramos-Horta adalah orang yang sangat membumi dan gamblang memaparkan keadaaan Timor Leste. Beliau memulai dengan membahas keadaan terkini Timor Leste yang akan mengadakan pemilihan umum pada bulan Juli 2012.

Setelah itu, Presiden Ramos-Horta menceritakan kisah Timor Leste di bawah kepimimpinannya. Ketika tahun 2002, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meninggalkan Timor Leste, negara ini hanya memiliki 68 juta USD. Jumlah yang terlampau sangat kecil untuk sebuah negara. Dengan anggaran yang begitu kecil, masalah yang dihadapi Timor Leste sangatlah banyak. Mulai dari kemiskinan, malnutrisi, hingga ancaman perang sipil.

Tahun 2006 merupakan tahun terberat bagi Timor Leste dan tantangan yang amat luar biasa bagi Presiden Ramos-Horta. Timor Leste hampir didaulat menjadi sebuah negara gagal. Tetapi hal ini bisa dilalui dengan luar biasa. Presiden Ramos-Horta bekerja dengan sangat keras untuk menstabilkan keadaan ini dengan cara berkunjung ke area perbatasan antara Timor Leste dan Indonesia, dan meminta bantuan pihak Indonesia untuk mengungsikan beberapa warga sipil. Indonesia memerankan peran yang kooperatif pada saat itu.

Berangsur-angsur keadaan mulai damai kembali dan dana yang 68 juta USD itu pun mulai bertumbuh dikarenakan mulai dibentuknya petroleum fund oleh pemerintah Timor Leste. Dari anggaran yang sangat sedikit itu, mulai berkembang hingga menjadi 1 Miliar USD.

Cerita menarik yang juga dibawakan oleh Presiden Ramos-Horta adalah soal pembangunan sumber daya manusia di Timor Leste. Pada tahun 2003/2004, Presiden Fidel Castro dari Kuba menyarankan kepada Presiden Ramos-Horta untuk membuat sekolah kedokteran di Timor Leste. Pada awalnya Presiden Ramos-Horta skeptis dengan rencana tersebut, dikarenakan hampir sebagian rakyat Timor Leste tidak tahu apa itu dokter. Walau begitu, rencana tersebut tetaplah jalan dan sampai Mei 2012, Timor Leste sudah memiliki lebih dari 1.000 orang dokter.

Presiden Ramos-Horta juga menceritakan situasi politik di negara yang beliau pimpin. Pada bulan Juli ini, Pemilu yang diadakan akan melibatkan lebih dari 26 partai. Jumlah partai yang banyak inilah merupakan konsekuensi dari kebijakan Timor Leste yang memberikan bantuan dana untuk setiap partai yang dibentuk. Hal yang bahkan diakui Presiden Ramos-Horta sebagai kejelekan dari Timor Leste.

Presiden Ramos-Horta bahkan menceritakan betapa seringnya sumber daya Timor Leste yang dibuang secara percuma. Kebijakan Timor Leste adalah memberikan uang pensiun kepada para anggota kabinet dan parlemen yang telah selesai menjabat. Ini merupakan pemborosan, dikarenakan dengan masa jabatan yang hanya empat tahun bagi anggota kabinet dan parlemen, mereka berhak mendapatkan uang pensiun seumur hidup. Ini adalah kesalahan, dan Presiden Ramos-Horta terus berusaha untuk memperbaiki ini.

Tetapi dengan berbagai cerita yang buruk tersebut, Timor Leste merupakan salah satu negara dengan kesetaraan gender terbaik. Jumlah wanita di parlemen mencapai 30% dan beberapa posisi strategis seperti hakim agung pun juga dipegang oleh wanita.

Dan tentunya, kisah sukses tersebut masih terlampau sedikit bagi Timor Leste. Presiden Ramos-Horta di akhir kuliah umum tersebut mengatakan bahwa negaranya masih membutuhkan banyak perbaikan. Tingginya angka malnutrisi dan penyakit masih merupakan tantangan terbesar dalam pembangunan Timor Leste.

Beliau mengakhiri kuliah tersebut dengan mengatakan bahwa eksekusi adalah segalanya. Permasalahan terbesar dalam mengelola negara adalah ketika sumber daya manusia yang ada tidak dapat menjalankan rencana dengan baik, lanjut beliau.

Acara kemudian ditutup dengan pemberian kenang-kenangan dari NTU-RSIS yang diwakili oleh Associate Dean Liow. Presiden Ramos-Horta juga memberikan kenang-kenangan berupa kain ikat dari Timor Leste dan kopi Timor, yang disebut beliau mengandung ‘Viagra alami’.

Sumber : Globalindonesianvoices.com

Ikuti kami di instagram @militerysindonesia

Artikel Terkait