VIVA.co.id - Nilai investasi pembangunan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung mencapai US$5,57 miliar. Proyek itu dibiayai secara mandiri atas kerjasama konsorsium Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Indonesia dengan konsorsium China Railways dengan skema business to business.
Ketua Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Hafisz Tohir, mempertanyakan keputusan Presiden Joko Widodo yang telah menetapkan China sebagai pemenang tender proyek kereta cepat beberapa waktu lalu.
Sebab, salah satu konsorsium China terbukti memiliki utang yang membengkak.
"Ada yang namanya China Railways Construction Corporation. Diinformasikan, perusahaan itu memiliki utang sampai 3,1 triliun yuan sampai September 2013," ujar Hafisz, dalam sebuah diskusi di gedung parlemen Jakarta, Selasa 1 Februari 2016.
Hafisz menjelaskan, sampai dengan akhir 2015 lalu, saham perusahaan tersebut anjlok sampai 150 persen. Ditambah dengan utang yang terus merangkak naik, dia memperkirakan tidak ada perbankan nasional yang tertarik untuk meminjamkan dana dalam pembangunan proyek itu.
"Utang mereka saat ini sudah mencapai empat setengah EBITDA (laba sebelum bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi). Bayangkan, tidak akan ada yang mau menerima dengan utang seperti itu," katanya.
Oleh karena itu, dia memperkirakan pemilihan China sebagai pemenang tender kereta cepat Jakarta-Bandung hanya karena negeri Tirai Bambu itu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan Presiden Jokowi. Mulai dari tanpa jaminan pemerintah, sampai dengan skema business to business.
"Saya pernah bertanya kepada Menteri BUMN (Rini Soemarno) kenapa terlalu tergesa-gesa pembangunan ini. Sesuai dengan yang disampaikan Presiden, ada tiga hal yang diberikan, dan China memenuhi persyaratan Presiden," ujar dia.