Memasuki 1916 pertempuran udara di atas Eropa makin mematikan berkat hadirnya pesawat biplane tipe baru Fokker D II dan D III, yang memiliki kemampuan lebih cepat (150 kilometer per jam) dan bersenjata senapan mesin tunggal IMG 08 kaliber 7,92 mm. Tapi keunggulan Fokker D II dan DIII ternyata tersaingi oleh pesaingnya, pesawat tempur biplane Albatros DI dan DII yang menggunakan mesin lebih kuat, Mercedes. Karena kalah performa, Fokker D II dan DIII oleh militer Jerman kemudian ditawarkan kepada Belanda yang selama PD I menyatakan diri sebagai negara netral.
Akibat penurunan kemampuan mesin Fokker itu, bahkan setelah mesin Mercedes dipasang menjadikan tahun 1916 merupakan masa suram bagi Fokker. Lembaga pengawas penerbangan militer Jerman, Inspektion der Fliegertruppen (Idflieg) bahkan memerintahkan agar Fokker bekerja sama dengan industri penerbangan lainnya untuk meningkatkan mutu. Apalagi pada tahun yang sama kepala perancang Fokker, Martin Kreuzer tewas akibat kecelakaan pesawat. Peran Martin kemudian digantikan oleh Franz Moser yang kelak sukses merancang pesawat Fokker, Dr 1 triplane, D VII biplane, dan D VIIImonoplane.
Di bawah kepemimpinan Martin, Fokker Werke GmbH mengalami kemajuan yang signifikan ketika Menteri Penerbangan Jerman (Air Ministry) turun tangan dan memerintahkan merger antara Fokker serta industri penerbangan Hugo Junker. Tujuan merger itu adalah untuk memenuhi kebutuhan pesawat tempur bagi Imperial German Army Air Service (Luftstreitkraffe) Pesawat yang kemudian berhasil dirancang dan diproduksi adalah triplane Dr I (Dreidecker I) yang kemudian diproduksi secara massal pada musim panas 1917. Ketika diturunkan di medan tempur Eropa Barat, Dr I ternyata mengalami masalah teknis dan harus dibayar dengan gugurnya sejumlah pilot Jerman. Militer Jerman pun segera memerintahkan grounded Dr I dan sekaligus melaksanakan perbaikan (modifikasi).
Untuk kemampuan menanjak dan bermanuver, Dr I tidak mengalami masalah. Tapi untuk kecepatan dan aerodinamika sayap Dr I perlu dilakukan perbaikan. Modifikasi yang dilakukan terhadap Dr I adalah pemasangan sayap model biplane, V-11 dan penggantian mesin baru menggunakan Mercedes DIII. Berkat modifikasi itu, Fokker Dr I pun menjadi pesawat tempur unggulan dan berhasil mencetak pilot ace tersohor Red Baron Manfred von Richthofen. (habis)
Sumber: NatGeo Indonesia
Untuk kemampuan menanjak dan bermanuver, Dr I tidak mengalami masalah. Tapi untuk kecepatan dan aerodinamika sayap Dr I perlu dilakukan perbaikan. Modifikasi yang dilakukan terhadap Dr I adalah pemasangan sayap model biplane, V-11 dan penggantian mesin baru menggunakan Mercedes DIII. Berkat modifikasi itu, Fokker Dr I pun menjadi pesawat tempur unggulan dan berhasil mencetak pilot ace tersohor Red Baron Manfred von Richthofen. (habis)
Sumber: NatGeo Indonesia