Proyek KF-X Korea Selatan Kena Audit, Bagaimana Kelanjutannya?

Desain jet tempur masa depan hasil kerjasama Korea Selatan dengan Indonesia, KF-X/IF-X. ©
Aviation

Dewan Audit dan Inspeksi (BAI) Korea Selatan sedang melakukan audit terhadap program pengembangan jet tempur masa depan KF-X/IF-X yang merupakan kerjasama antara Korea Selatan dan Indonesia, seperti dilansir dari Korea Times.

Menurut Dewan Audit dan Inspeksi (BAI) Korea Selatan pada hari Jumat, penyelidikan atas pelaksanaan kesepakatan offset pada proyek tersebut telah dilakukan sejak April 2017 lalu. Badan Administrasi Program Akuisisi Pertahanan (DAPA) adalah subjek penyelidikannya.

Transfer 25 teknologi termasuk dalam kontrak yang telah ditandatangani dengan Lockheed Martin pada bulan September 2014 sebagai imbalan atas pembelian 40 unit jet tempur siluman F-35 untuk Angkatan Udara Korea Selatan.

Namun, sebelum proyek tersebut diluncurkan secara resmi di bulan Januari 2016, program tersebut mengalami krisis yang parah setelah pemerintah AS menolak memberi izin kepada Lockheed untuk menyerahkan 4 teknologi inti, yaitu radar active electronically scanned array (AESA), pod penargetan opto-electronika (EOTGP), jammer frekuensi radio (RF) dan sistem pencarian dan pelacakan inframerah (IRST).

DAPA mengatakan bahwa Korea Selatan akan mengembangkan radar AESA sendiri, setelah pemerintah A.S. menolak menyerahkannya kepada Korea Selatan karena alasan keamanan.

Hanwha Thales, afiliasi dari Hanwha Group, tahun lalu terpilih untuk memproduksi radar AESA, peralatan penting yang akan membantu pilot untuk membedakan teman atau musuh dalam pertempuran dan mencari target dimedan pertempuran, dibawah pengawasan Badan Pengembangan Pertahanan (ADD) Korea Selatan.

Kontroversi yang menyebabkan audit itu adalah seputar peran dari Menteri Pertahanan Kim Kwan-jin atas keputusan kontroversialnya membeli jet tempur siluman F-35 dari Lockheed Martin. Kim memimpin Komite Eksekutif Program Akuisisi Pertahanan, sebuah panel yang telah memilih F-35, mengalahkan tender dari Boeing F15-SE pada bulan Maret 2016 lalu.

Kim telah membantah tuduhan bahwa DAPA berbohong tentang persyaratan kontrak untuk membantu Lockheed Martin untuk memenangkan tender tersebut. Pejabat DAPA menyebut bahwa komite memutuskan memilih F-35, padahal di awalnya mereka mengajukan F-15SE, karena Boeing lebih positif dalam menyerahkan teknologi inti mereka dibanding Lockheed Martin.

Ada spekulasi bahwa proyek persenjataan lainnya juga bisa diselidiki karena Presiden Moon Jae-in bertekad memberantas korupsi di Korea Selatan. Kantor kepresidenan Korea Selatan atau dikenal dengan Cheong Wa Dae telah mengumumkan rencana membentuk gugus tugas khusus yang bertujuan untuk “merombak kontrak bisnis pertahanan” yang telah dibuat oleh pemerintahan sebelumnya.

Proyek KF-X ditujukan untuk mengembangkan jet tempur bermesin ganda yang dilengkapi dengan peralatan elektronik mutakhir dan canggih pada tahun 2026, di rencanakan untuk menggantikan armada tua F-4 dan F-5 milik Angkatan Udara.

Mengembangkan jet tempur diperkirakan berharga 8,5 triliun won, dan tambahan 10 triliun won dibutuhkan untuk memproduksi 120 jet pada 2032.

Melihat kutipan diatas yang menyebut “merombak kontrak bisnis pertahanan pemerintahan sebelumnya“, apakah ini akan termasuk kesepakatan pengembangan dan produksi bersama jet tempur KF-X/IF-X antara Korea Selatan dengan Indonesia? Dalam hal ini apa termasuk besaran “biaya” yang akan ditanggung oleh masing-masing negara dalam pengembangan tersebut?

Sepertinya kita harus bersabar hingga selesainya seluruh proses audit yang dilakukan oleh BAI Korea Selatan tersebut.

JKGR

Ikuti kami di instagram @militerysindonesia

Artikel Terkait