Setelah Sukses di India, Perancis Targetkan Malaysia sebagai Pasar Penjualan Rafale


Setelah kontrak untuk mengirimkan sebanyak 36 unit jet Dassault Rafale ke India ditandatangani, Perancis melihat Malaysia sebagai kemungkinan pembeli berikutnya.

Malaysia dan Kanada memiliki kompetisi untuk memperoleh pesawat tempur baru di mana Dassault merupakan salah satu penawar. Namun, CEO Dassault Eric Trappier lebih optimis pada negara Asia. Berbicara tentang peluang Rafale dalam kompetisi masa depan, di mana pesawat itu akan melawan jet tempur Amerika seperti F-16 dan F / A-18 Super Hornet, Trappier mengatakan bahwa pihaknya akan membangun pesawat yang baik.

Membaca yang tersirat dari pernyataan Trappier ini adalah sebuah pengakuan dari tekanan politik Amerika kepada berbagai negara untuk membeli pesawat mereka. Perancis sadar harus mampu bersaing dalam lingkungan seperti itu. Negara itu juga sadar harus mampu menghasilkan pesawat yang lebih baik dalam kompetisi itu.

Pengadaan Malaysia dianggap sebagai kesempatan yang baik oleh Boeing yang memproduksi F / A-18. Malaysia mempensiunkan versi F / A-18 dalam pelayanan Angkatan Udara-nya. Saab yang telah menjual jet tempur Gripen untuk Thailand juga dianggap sebagai taruhan yang baik terutama ketika mengalahkan Perancis dalam kesepakatan untuk menjual jet ke Brasil.

Mengenai Kanada, yang kembali membuka kompetisi setelah tekanan publik untuk menolak F-35 yang memiliki harga super mahal, Perancis tidak begitu optimis menerima ‘tekanan Amerika’ dari tetangga utaranya. Kanada telah mengundang Eurofighter, Lockheed Martin, Boeing dan Dassault untuk memberikan tawaran program akuisisi tempur.

Tapi banyak pakar industri memperkirakan bahwa pemenang utama adalah milik pesawat Amerika.

Namun, kontrak India akan memberikan keuntungan bagi Dassault yang tidak didapatkan negara lainnya. Seorang diplomat Perancis seperti dikutip dalam publikasi Perancis, Le Maghreb, mengatakan bahwa “orang Indian yang benar-benar tangguh sebagai negosiator,” yang berarti bahwa pesawat dan persyaratan pembelian adalah satu-satunya masalah yang penting dalam negosiasi. Tidak seperti di banyak penawaran pertahanan lainnya di seluruh dunia di mana hubungan bilateral dan kelompok politik (negara-negara NATO membeli hanya dari negara-negara sesama NATO) lebih penting daripada manfaat teknis peralatan.

Sumber: Defense World

Ikuti kami di instagram @militerysindonesia

Artikel Terkait