![]() |
Foto Kenan Evren yang memimpin kudeta militer di Turki pada 1980 (Foto: Daily Sabah) |
Kudeta militer yang terjadi di Turki pada Jumat 15 Juli hingga Sabtu 16 Juli 2016 memang langsung mengguncang dunia. Namun, ini bukanlah yang pertama kali negara tersebut mengalami usaha kudeta dari militernya yang menginginkan untuk menggulingkan pemerintah.
Sebab dalam sejarahnya, bila dihitung dengan yang terjadi pada pekan kemarin maka Turki sudah mengalami lima kali kudeta militer. Kali ini, Militerys akan membahas mengenai sejarah singkat mengenai empat kudeta militer yang terjadi sebelum kudeta militer yang terjadi pada pekan kemarin.
27 Mei 1960
Kudeta yang terjadi pada 1960 ini merupakan kudeta militer pertama yang terjadi di Turki. Pada kudeta ini, pihak militer berhasil menggulingkan pemerintah dan menyebabkan ketegangan di dalam negeri Turki.
Kudeta itu dipimpin oleh Jendral Cemal Gursel yang mendeklarasikan kudeta tersebut dilakukan untuk membuat Turki segera berada dalam keadaan pemerintahan yang bersih dan bersifat demokratif.
Ia juga menuturkan bahwa pihak militer akan segera menyerahkan tongkat kepemimpinan usai adanya pemimpin baru yang dipilih melalui pemilu. Namun, faktanya yang Gursel lakukan adalah menangkap Presiden Celal Bayar, Perdana Menteri (PM) Adna Menderes, dan pejabat pemerintah lainnya.
Kemudian, mereka disidang dengan dakwaan melakukan pengkhianatan. Tidak lama setelah itu, Menderes dilaporkan dijatuhi hukuman gantung. Sedangkan Gursel sendiri akhirnya mendeklarasikan diri sebagai PM dan Presiden Turki hingga 1966.
12 Maret 1971
Sebab dalam sejarahnya, bila dihitung dengan yang terjadi pada pekan kemarin maka Turki sudah mengalami lima kali kudeta militer. Kali ini, Militerys akan membahas mengenai sejarah singkat mengenai empat kudeta militer yang terjadi sebelum kudeta militer yang terjadi pada pekan kemarin.
27 Mei 1960
Kudeta yang terjadi pada 1960 ini merupakan kudeta militer pertama yang terjadi di Turki. Pada kudeta ini, pihak militer berhasil menggulingkan pemerintah dan menyebabkan ketegangan di dalam negeri Turki.
Kudeta itu dipimpin oleh Jendral Cemal Gursel yang mendeklarasikan kudeta tersebut dilakukan untuk membuat Turki segera berada dalam keadaan pemerintahan yang bersih dan bersifat demokratif.
Ia juga menuturkan bahwa pihak militer akan segera menyerahkan tongkat kepemimpinan usai adanya pemimpin baru yang dipilih melalui pemilu. Namun, faktanya yang Gursel lakukan adalah menangkap Presiden Celal Bayar, Perdana Menteri (PM) Adna Menderes, dan pejabat pemerintah lainnya.
Kemudian, mereka disidang dengan dakwaan melakukan pengkhianatan. Tidak lama setelah itu, Menderes dilaporkan dijatuhi hukuman gantung. Sedangkan Gursel sendiri akhirnya mendeklarasikan diri sebagai PM dan Presiden Turki hingga 1966.
12 Maret 1971
Kudeta militer kembali terjadi pada 1971 di mana kudeta ini terjadi usai Turki berada dalam keadaan tidak stabil selama berbulan-bulan dan menyebabkan kekerasan yang terjadi di mana-mana.
Kudeta ini dikenal dengan istilah ‘kudeta melalui memorandum’. Sebab, pada kudeta ini, pihak militer tidak langsung menurunkan kekuatannya dan melakukan intervensi. Kudeta yang dipimpin oleh Jenderal Memduh Tagmac tersebut dikabarkan memberikan sebuah ultimatum kepada PM Suleyman Demirel.
Ultimatum tersebut meminta Demirel untuk mengundurkan diri yang diklaim oleh Tagmac dilakukan untuk menciptakan keadaan pemerintahan yang kuat dan kredibel demi mengakhiri situasi anarki yang sedang menimpa Turki.
Memorandum tersebut akhirnya membuat Demirel mengundurkan diri, sedangkan pihak militer sendiri tidak merebut tongkat pemerintahan dan hanya berperan sebagai pengawas terhadap pemerintahan transisi yang berlangsung hingga 1973.
12 September 1980
Sebenarnya usai kudeta yang terjadi pada 1971, keadaan di Turki tidak terlalu mengalami perubahan yang drastis dan hal ini akhirnya berakhir dengan kembali terjadinya kudeta militer pada 1980.
Awalnya sinyal kudeta tersebut mulai memanas pada 1979 ketika beberapa perwira militer Turki mulai memicu diadakannya kudeta. Dilaporkan, kudeta ini sebenarnya direncanakan dilakukan pada Maret 1980 namun baru pada 12 September, kudeta tersebut diumumkan di televisi nasional.
Pada pengumuman tersebut juga dinyatakan Turki berada dalam kondisi darurat militer. Laksamana Bulent Ulusu kemudian mengemban jabatan sebagai PM Turki, menggantikan Suleyman Demirel.
Sebenarnya, kudeta ini sempat membuat keadaan Turki lebih stabil. Namun, akibat kudeta tersebut, pihak militer menangkap ribuan orang, mengeksekusi puluhan orang serta ratusan orang lainnya menderita akibat penyiksaan.
27 Februari 1997
Militer kembali mengambil alih Turki pada kudeta yang kemudian disebut sebagai ‘pascamodernisme’. Sebab, pada kudeta yang terjadi pada 1997 ini, pihak militer mengeluarkan beberapa rekomendasi yang diberikan kepada pemerintah Turki.
Dilaporkan, pemerintah akhirnya memilih menerima rekomendasi tersebut dan membuat PM Necmettin Erbakan mengundurkan diri. Kudeta ini juga disebut sebagai kudeta “lembut” sebab pihak militer sukses bekerja sama dengan para pengusaha, pengadilan, media serta para pimpinan dari berbagai faksi politik Turki.
Hal yang menarik dari kudeta ini adalah ketika Tayyip Erdogan yang masih menjabat sebagai Wali Kota Istanbul, dijatuhi hukuman penjara dan dilarang masuk ke ranah politik selama lima tahun usai ia membaca puisi islamis di depan umum.
Ikuti kami di instagram @militerysindonesia
Kudeta ini dikenal dengan istilah ‘kudeta melalui memorandum’. Sebab, pada kudeta ini, pihak militer tidak langsung menurunkan kekuatannya dan melakukan intervensi. Kudeta yang dipimpin oleh Jenderal Memduh Tagmac tersebut dikabarkan memberikan sebuah ultimatum kepada PM Suleyman Demirel.
Ultimatum tersebut meminta Demirel untuk mengundurkan diri yang diklaim oleh Tagmac dilakukan untuk menciptakan keadaan pemerintahan yang kuat dan kredibel demi mengakhiri situasi anarki yang sedang menimpa Turki.
Memorandum tersebut akhirnya membuat Demirel mengundurkan diri, sedangkan pihak militer sendiri tidak merebut tongkat pemerintahan dan hanya berperan sebagai pengawas terhadap pemerintahan transisi yang berlangsung hingga 1973.
12 September 1980
Sebenarnya usai kudeta yang terjadi pada 1971, keadaan di Turki tidak terlalu mengalami perubahan yang drastis dan hal ini akhirnya berakhir dengan kembali terjadinya kudeta militer pada 1980.
Awalnya sinyal kudeta tersebut mulai memanas pada 1979 ketika beberapa perwira militer Turki mulai memicu diadakannya kudeta. Dilaporkan, kudeta ini sebenarnya direncanakan dilakukan pada Maret 1980 namun baru pada 12 September, kudeta tersebut diumumkan di televisi nasional.
Pada pengumuman tersebut juga dinyatakan Turki berada dalam kondisi darurat militer. Laksamana Bulent Ulusu kemudian mengemban jabatan sebagai PM Turki, menggantikan Suleyman Demirel.
Sebenarnya, kudeta ini sempat membuat keadaan Turki lebih stabil. Namun, akibat kudeta tersebut, pihak militer menangkap ribuan orang, mengeksekusi puluhan orang serta ratusan orang lainnya menderita akibat penyiksaan.
27 Februari 1997
Militer kembali mengambil alih Turki pada kudeta yang kemudian disebut sebagai ‘pascamodernisme’. Sebab, pada kudeta yang terjadi pada 1997 ini, pihak militer mengeluarkan beberapa rekomendasi yang diberikan kepada pemerintah Turki.
Dilaporkan, pemerintah akhirnya memilih menerima rekomendasi tersebut dan membuat PM Necmettin Erbakan mengundurkan diri. Kudeta ini juga disebut sebagai kudeta “lembut” sebab pihak militer sukses bekerja sama dengan para pengusaha, pengadilan, media serta para pimpinan dari berbagai faksi politik Turki.
Hal yang menarik dari kudeta ini adalah ketika Tayyip Erdogan yang masih menjabat sebagai Wali Kota Istanbul, dijatuhi hukuman penjara dan dilarang masuk ke ranah politik selama lima tahun usai ia membaca puisi islamis di depan umum.