Amnesty Inernational angkat bicara soal rencana eksekusi mati yang akan segera dilaksanakan Kejaksaan Agung terhadap para terpidana pada bulan Juni 2016 ini.
Amnesty International mengkritik bahwa penerapan hukuman mati ini tidak sejalan dengan komitmen Presiden Joko Widodo saat kampanye lalu yang menjanjikan penghormatan terhadap HAM.
"Pemerintahan di bawahnya terus menunjukkan penolakan besar terhadap kewajiban HAM Indonesia dan jaminan perlindungan internasional yang harus dijalankan di semua kasus hukuman mati," tulis pernyataan resmi Amnesti International pada 25 Juli lalu.
Presiden Jokowi bahkan secara keras menyatakan akan menolak semua semua permohonan grasi yang diajukan oleh terpidana mati untuk kasus-kasus narkotika, dengan menyatakan bahwa “kejahatan semacam ini tidak layak mendapatkan pengampunan”.
Di sisi lain, pihak berwenang Indonesia berulang kali menyatakan bahwa mereka menerapkan hukuman mati sesuai dengan hukum dan standar internasional, dengan mengklaim bahwa eksekusi mati dibutuhkan untuk melawan tingginya kasus-kasus kejahatan narkotika di negeri tersebut.
Namun, dalih tersebut dipatahkan Amnesty International. Lembaga yang fokus pada penegakan HAM di seluruh dunia ini menganggap tak ada bukti efek jera yang ditimbulkan dari hukuman mati.
Selain itu, kejahatan narkotika dianggap tidak memenuhi ambang batas kejahatan paling serius di mana penggunaan hukuman mati harus dilarang di bawah Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik. Konvenan itu telah diratifikasi oleh Indonesia pada 2006.
Amnesty International dan organisasi-organisasi HAM nasional lainnya telah mendokumentasikan pelanggaran-pelanggaran dari hak atas peradilan yang adil dan hak-hak fundamental lainnya di beberapa kasus hukuman mati.
Pelanggaran tersebut menunjuklan sebuah sistem hukum pidana di mana jaminan-jaminan terhadap perampasan hak hidup secara semena-mena secara rutin diabaikan.
"Dengan melanjutkan untuk mengeksekusi mati, pihak berwenang Indonesia tidak hanya melawan kewajibannya terhadap hukum internasional, tetapi juga meletakan negeri ini melawan tren global menuju abolisi hukuman yang paling kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat manusia ini," tulis lembaga ini.
Hingga hari ini, mayoritas negara-negara di dunia telah menghapuskan hukuman mati untuk semua kejahatan, termasuk Fiji dan Nauru masing-masing pada 2015 dan 2016. Lebih dari dua pertiga negara di dunia telah menghapuskan hukuman mati dalam sistem hukum mereka atau secara praktik.
"Amnesty International memperbaharui seruannya kepada para pihak berwenang di negeri ini untuk menghentikan eksekusi mati dan mengambil langkah segera untuk memastikan bahwa semua kasus hukuman mati ditinjau oleh sebuah badan independen dan tidak memihak, dengan pandangan untuk mengubah vonis mati tersebut," ungkap Amnesty International.
Apabila ada kasus-kasus hukuman mati di mana proses persidangannya tidak memenuhi peradilan yang adil, Amnesty International menuntut diadakannya peradilan ulang.