Soekarno |
Hari Minggu 10 Januari 2016 bersama Bung Karno saya memantau acara Rakernas sekaligus ulang tahun ke 43 PDIP di Jiexpo milik pengusaha Po Ci Gwan (Murdaya Widyawimarta). Bung Karno memakai baju merah dan celana putih berkobar semangatnya. Seolah muda kembali menyaksikan partai berlambang banteng semarak gegap gempita.
CW: Selamat siang pak. Selamat ulang tahun PDIP ke-43 bapak sangat menikmati dan ikut bangga sekali dengan kinerja Mbak Mega. Yang percaya diri menjalankan peran negarawan senior mirip dulu Deng Xiao Ping yang tidak punya jabatan kecuali Ketua Komite Militer Partai Komunic Tiongkok. Apa pesan bapak yang berdimensi nasional strategic dan fundamental di tengah hiruk pikuk kembali ke pra amandemen UUD 1945 yang berkecamuk di kalangan elite kita.
BK: Saya ayahanda normal dari putri yang berjiwa negarawan, berani mengorbitkan Jokowi dan tidak ngotot memonopoli kepresidenan untuk dinasti biologis Sukarno. Karena itu saya bisa bangga dan ikut senang PDIP berusia 43 tahun. Meskipun agak keki juga kenapa kita tidak kembali pada akar sejarah bahwa Partai Nasional Indonesia itu saya dirikan 4 Juli 1927 waktu saya umur 26 tahun setelah lulus THS. Wadahnya bisa dibubarkan oleh Belanda, oleh kader demi penyelamatan setelah saya dipenjara oleh Belanda, tapi semangatnya menyala terus.
Meskipun ketika PNI didirikan lagi sebagai konsekuensi Maklumat Liberalisasi Kepartaian 3 November 1945 saya tidak turun kelas jadi partisan lagi tapi PNI tetap menjadi partai terbesar pemenang pemilu 1955. Suatu pemilu jujur karena Perdana Menteri incumbent dari Masyumi Burhanudin Harahap, tapi PNI mejadi partai nomor satu. Kita langsung saja berbagi ilmu dan visi tentang tantangan yang dihadapi Indonesia parallel dengan impian Presiden Jokowi tentang Indonesia 2085 yang ditulis tangan dan ditanam di kapsul waktu di Merauke.
Tentu saja tidak ada yang berkeberatan dengan Sapta Impian itu. Juga dengan rencana working ideology baru dari PDIP untuk MPR yang ingin menyodorkan GBHN baru mengacu pada Rencana PNSB (Pembangunan Nasional Semesta Berencana) yang saya bikin untuk 1961-1968 yang gagal total karena 1965 nyaris terjadi perang saudara TNI PKI dan saya tergusur dari tampuk kepresidenan. Seandainya saya waktu itu (1 Oktober 1965) terbang ke Yogja bersama Aidit, Omar Dani, Pranoto dan Hartono (Panglima KKO) barangkali kita akan jadi seperti Korea dan Vietnam serta Jerman yang semuanya masih terpecah dua, komunis dan anti komunis. Indonesia selamat dari perang saudara dan saya jadi tumbal yang ditegakkan oleh Orde Baru ditahan di rumah Wisma Yaso. Itu rumah istri saya Ratna Sari Dewi kini jadi Museum TNI AD dan juga rumah Haryati (sekarang jadi Taman Anggrek milik Djoko Tjandra). Kedua aset itu tidak pernah diproses secara hukum legal formal, disita begitu saja tanpa kompensasi tanpa terbukti ada tuduhan korupsi.
Kadang-kadang saya jadi emosional kalau mengingat penderitaan kejiwaan saya ditahan oleh rezim militer bangsa sendiri yang lebih ganas dari sipir penjara Hindia Belanda Sukamiskin. Tapi sudahlah even God can not change history. Bahkan Tuhan sendiri tidak bisa mengubah sejarah yang sudah terjadi.
Tapi untuk yang akan datang kita bisa memperbaiki dan menghindari kesalahan lama. Jangan terantuk kesalahan yang sama dua kali. Karena itu dalam kampanye hiruk pikuk mau kembali membuat MPR dan GBHN saya ingin mengingatkan bahwa kata kunci dari kesalahan kita selama 70 tahun hidup berbangsa dan bernegara adalah kegagalan mendeliver, merealisasikan segala rencana dan slogan muluk secara konkret. Jadi kemunafikan dan ketidakbecusan kita sendiri. PNSB itu dibuat untuk membangun Indonesia yang tetap memerlukan investasi dan negara berperan sebagai mobilisator dan dinamisator utama. Karena itu BUMN seperti kritik Mega di Rakernas harus lebih berfungsi sebagai agent of development ketimbang peranan korporasi.
Itu secara ideal bagus, tapi sebelum menjadi agent of development, BUMN itu harus survive dulu, harus kuat dulu, harus tangguh dulu. Kalau tidak maka BUMN itu akan jadi parasit yang malah melemahkan kekuatan ekonomi nasional keseluruhan. BUMN Singapura itu jauh lebih dahsyat dari BUMN RI, padahal disana tidak ada GBHN dan Pancasila, tapi kualitas kinerja Temasek dan GSIC (Government of Singapore Investment Corp) itu memang kelas dunia bersaing langsung dengan pemain global di medan terbuka yang tidak bisa diproteksi berlebihan.
Saya ingin menegaskan bahwa peluang bagi Presiden Jokowi untuk melakukan lompatan Revolusi Mental terbuka lebar dengan factor kepercayaan masyarakat yang masih tebal dan tinggi. Serta kejujuran dan ketulusan dan ketidak munafikan presiden ketujuh ini membuahkan factor. the luckiest
Faktor lucky, hokgie, keberuntungan yang selalu menyelamatkan posisinya yang seolah dikepung oleh koalisi partai oposisi maupun rengekan partai pendukung yang menagib halas jasa. Karena sebetulnya yang menyelamatkan Jokowi setelah kekalahan survei menjelang pilpres adalah Rapat Raksasa 5 Juli 2014 di Stadiun Utama Senayan tanpa logo dan simbol partai. Relawan itulah yang tetap memilih Jokowi walaupun difitnah menjadi Joko Oei oleh saingan yang kalap. Modal ini yang harus dikapitalisasikan oleh Jokowi menjadi Kabinet Kerja yang betul betul kerja dan tidak direcoki oleh dagang sapi antar partai.
CW: Bagaimana mengaktualisasikan cita cita Jokowi yang seolah dikaitkan dengan cita rasa Bung Karno misalnya Trisakti, Nawaksara, Nawa Cita, GBHN dan PNSB. Saya mengalami dan menyaksikan kegagalan kabinet 100 menteri pak ketika 50 tahun yang lalu saya meliput demo Tritura menuntut penurunan harga, pembubaran PKI dan perombakan cabinet. Sekarang Jokowi menghadapi substansi yang sama reshuffle cabinet, stabilitas harga dan konflik politik imbas pergolakan politik global.
BK: Sejarah tidak sepenuhnya terulang kembali, pasti ada diferensiasi yang tidak persis kloning sejarah masa lalu. Trisakti itu lahir tahun 1964 dalam pidato 17 Agustus berjudul Tahun Vivere Pericoloso tahun menyerempet bahaya karena saya dipojokkan dengan akan masuknya Malaysia jadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Maka sayapun menjadi satu satunya presiden dan Indonesia satu satunya negara yang pernah keluar dari PBB Januari 1965 tapi kemudian harus balik lagi karena kita tidak bisa terisolasi sendirian tanpa keanggotaan PBB. Nawaksara itu adalah pidato pembelaan saya pada Sidang Umum ke IV MPRS 22 Juni 1966 yang ditolak dan karena itu saya membuat Pelengkap Pidato pada 10 Januari 1967.
Setahun setelah aksi aksi Tritura 10 Januari 1966 diluncurkan oleh Sarwo Edie di halaman Fakultas Kedokteran Salemba dengan mahasiswa KAMI yang dimotori HMI dan PMKRI. Media massa sudah dikuasai oleh Orde Baru, pidato saya sering disensor dan tidak disiarkan oleh RRi dan TVRI karena tetap mengoreksi langkah kebijakan Ketua Presidium Kabinet Ampera Soeharto yang baru akan resmi jadi Pejabat Presiden pada Sidang Istimewa MPRS 1967. Saya tidak mau terlalu lama kembali ke masa pahit getir tahanan rumah di Wisma Yaso. Kita kembali ke 2016, sudah 50 tahun sejak kamu ikut meliput demo sambil berdemo, kenapa kita mesti tetap pakai demo demo mengganggu presiden dan cabinet.
Presiden Jokowi dengan modal kepercayaan rakyat dan hokgie karena hukum karma kebaikan, kejujuran dan kebersihan untuk tidak korupsi seharusnya memang didukung oleh cabinet yang ramping profesional dan efektif. Program utamanya sebetulnya gampang dihafalkan kita akan membangun Indonesia menjadi nation state ke-4 sedunia dalam kualitas dalam satu generasi. Ya generasi anak muda yang sekarang membaca dan mengikuti seri wawancara ini. Mereka lahir sejak Reformasi, sudah biasa mengritik presiden, parlemen dan siapa saja yang tidak perform, tidak memperlihatkan kinerja yang konkret melayani kebutuhan rakyat banyak secara bertanggung jawab. Generasi 2016 yang lahir 1998 sekarang berumur 18 tahun dan akan mencapai puncak karier pada 2045 akan sudah berada pada peringkat 4 atau single digit untuk pelbagai Index Pembangunan Manusia.
Dalam peringkat GDP, per kapita maupun pelbagai rasio ketersediaan, kesejahteraan, kesehatan, pendidikan dan kualitas sumber daya manusia. Yang sekarang ini masih tepruruk di peringkat ratusan, puluhan yang sangat mempermalukan kita. Karena kita hanya no 4 sedunia dalam kuantitas penduduk. Kabinet Kerja Jokowi ini harus benar benar bekerja untuk memulihkan rasa percaya diri rakyat Indonesia sebagai negara dengan sumber daya alam yang luar biasa dan juga sumber daya manusia yang secara individual bisa menjadi panutan dan teladan kinerja inovator global. Tapi secara sistemik masih dikuasai oleh sisa sisa rezim otoritarian yang tidak menghargai meritokrasi melainkan tersandra oleh kleptokrasi, plutokrasi dan otokrasi primitive factor kebencian SARA baik pada tingkat global, regional maupun nasional domestik.
CW: Wah optimisme bapak itu tentu harus didukung situasi ekonomi global dan geopolitik yang cerah dan stabil tapi ekonomi Tiongkok free fall. Dan perang teror ISIS bahkan meluas jadi Perang Arab Saudi Iran dimana kita harus jadi penengah yang bijaksana.
BK: Jokowi itu diam-diam punya naluri Kissinger Nixon. Karena itu dia utus Menlu Retno Marsudi untuk mendamaikan Arab dan Iran. Memang ini sebetulnya merupakan sisa pekerjaan rumah era Gus Dur yang dulu berani masuk ke Israel bahkan duduk dalam satu Yayasan bersama Shimon Peres. Tapi sebetulnya Soeharto dulu pernah dekat sekali memperoleh hadiah Nobel ketika sebagai Ketua Gerakan Non Blok mengundang PM Yitshak Rabin ke Cendana. PM Israel itu sowan ke Cendana dan kemudian ke New York sebab memang bersama Peres sedang berunding di Oslo yang menghasilkan Perdamaian Oslo dan Hadiah Nobel 1994. Seandainya Soeharto waktu itu jadi mediator dan sukses barangkali dia dapat Hadiah Nobel dan Timur Tengah juga bisa damai, dengan RI sebagai pasukan pemelihara perdamaian.
CW: Wah itu wishful thinking yang terlalu jauh seperti waktu bapak bikin Conefo yang abortus.
BK: Betul Bung Christ, akhirnya doktrin utama adalah kepentingan nasional di atas kepentingan solidaritas. Saya mengalami ketika kita melarang Israel dan Taiwan ikut Asian Games IV di Jakarta 1962. Akibatnya kita diskors tidak boleh ikut Olimpiade Tokyo apalagi karena saya bikin Ganefo yaitu Olimpiade tandingan. Sedihnya negara negara Arab tetap berlenggang kangkung ikut Olimpiade Tokyo 1964 dan hanya Korea Utara yang ikut di skors tidak ikut di Tokyo. Waktu saya keluar dari PBB, RRT kan malah sedang antre menuntut haknya sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB menggantikan Taiwan. Karena itu RRT juga tidak terlalu berani mendukung Conefo secara terbuka, maka jadilah RI sendirian terisolasi karena tidak ada orang mau ikut bonek seperti saya, keluar dari PBB.
CW: Darimana modal kita untuk berslogan Indonesia no 4 dalam satu generasi itu kan terlalu wishful thinking juga pak?
BK: PM Hayato Ikeda 1960-1964 terkenal dengan Doubling Income Plan Jepang yang tercapai waktu penyelenggaraan Olimpiade Tokyo itu sebagai kematangan ekonomi dan industri. Juga RRT mencapai doubling income plan dalam satu generasi setelah Deng Xiaoping melakukan reformasi ekonomi total. Indonesia di bawah Soeharto sebetulnya sudah doubling tapi karena masih di bawah middle income jadi sulit mentasnya. McKinsey optimis bahwa pada 2030 saja ekonomi kita sudah akan melampaui Inggris dan Jerman menjadi kekuatan ke-7. Sehingga proyeksi kita menjadi nomor 4 pada seabad Indonesia 2045 bukan wishful thinking melainkan rasional obyektif.
CW: Wah ini wawancara sudah menelan waktu Rakernas sehari, kita jumpa lagi 18 Januari pak ya.
Terima kasih atas wejangan bapak untuk generasi 2016.
Barangkali sudah terjadi reshuffle dalam minggu ketiga Januari 2016 ini kita bahas minggu depan saja. Kita meninggalkan Jiexpo milik pengusaha Po Ci Gwan alumnus (drop out) GMNI yang diskors oleh KAMI 1966 dan batal jadi drs ekonomi malah jadi konglomerat dan aktif di politik sebagai kader anggota PDIP. Istrinya Siti Hartati Tjakra adalah putri Tjakra Budi (Chow Cu Mo) intel zaman epang yang kenal baik dengan Bung Karno dan Liem Sioe Liong. Tjakra Budi punya rumah di Shibuya Tokyo dan menjadi salah satu orand dekat yang membezoek Bung Karno di Wisma Yaso. Bung Karno sangat terisolasi dan butuh kawan bicara, tapi semua orang takut risikonya kalau membezoek. Salah satu yang tegar membezoek adalah Chow CM alias Oom Chow. Jalannya nasib mempertemukan saya dengan Oom Chow menjadi penerjemah ketika saya mengalami perdarahan wasir di Tokyo 1985. Bahan bahan untuk wawancara imajiner sejak 1977 hingga kini, saya dapatkan langsung dari sumber otentik serta observasi pengalaman saya sendiri sebagai reporter istana Harian KAMI (sejak 18 Juni 1966) 1970 ketika saya ikut jadi pendiri TEMPO.
MERDEKA