Setahun Jokowi JK (Maju atau mundur) ?

Presiden Jokowi
Genap 1 tahun roda pemerintahan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla sudah berjalan, sedikit banyak ada pencapaian ataupun penurunan yang telah diantarkan oleh masa pemerintahan Jokowi-JK. Mulai dari harga BBM yang sempat naik turun, kebijakan pemerintah yang dinilai tidak pro terhadap rakyat kelas menengah ke bawah, rupiah yang lemah dan tidak stabil serta bencana kabut asap di provinsi Sumatera dan Kalimantan yang sudah resmi dijadikan sebagai bencana nasional yang perlu penanganan secara lebih lanjut dan berkala.

Refleksi pencapaian positif ataupun negatif dari periode pemerintahan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla banyak dinilai oleh sebagian masyarakat belum sepenuhnya mencapai apa yang dulu dikampanyekan sebagai program dari Nawacita yang menjadi jargon pada saat Pilpres 2014 yang lalu.

Bagaimana tidak awal masa pemerintahan sudah memicu pro kontra pada setiap kebijakannya. Walaupun mungkin sebagian kalangan juga berpendapat bahwa langkah yang diambil Presiden Jokowi dan Wakil Presiden cukup berani dengan memunculkan kebijakan-kebijakan yang tegas dan cukup beresiko terhadap sisa masa kepemimpinannya 4 tahun ke depan.

Baca juga yang lain :
Terlebih nilai tukar rupiah yang sempat anjlok menyentuh angka Rp. 14.000-an /dollar US. Bahkan, gelagat reshufle Menteri pun sudah mulai terlihat pada pertengahan tahun 2015 yang lalu. Sampai pada akhirnya reshufle menteri tersebut benar-benar terjadi.

Sejenak meninggalkan permasalahan yang terjadi pada 1 tahun masa kepemimpianan Jokowi-JK, sebagian masyarakat yang berada di provinsi Sumatera dan Kalimantan sedang berduka. Hal ini karena kadar udara bersih yang kian tergerus atau menipis dibawah rata-rata. Bencana kabut asap membuat masyarakat yang berada di 2 provinsi tersebut kesulitan untuk melakukan aktivitas sehari-hari, karena kadar udara bersih yang menipis. Bahkan, sudah ada puluhan korban dari Balita sampai orang dewasa terkena dampak dari bencana kabut asap tersebut.

Ironis memang, ketika saudara-saudara kita yang berada di Sumatera dan Kalimantan sedang kesusahan untuk menghirup udara bersih dan membutuhkan perhatian lebih dari pemerintah pusat, tapi ketika event final sepak bola yang bertajuk Piala Presiden 2015 ribuan aparat kepolisan sampai TNI bersatu padu untuk mengamankan pertandingan tersebut yang dihadiri oleh Presiden Jokowi dan para pejabat pemerintahan lainnya. Sementara harusnya yang membutuhkan perhatian dan bantuan dari pemerintah pusat adalah masyarakat yang sedang mengalami bencana kabut asap, bukan untuk sekedar mengamankan laga final sepak bola.

Hal ini banyak memicu kontroversi dimana pemerintah pusat sendiri tidak dengan sigap menangani bencana kabut asap tersebut. Mungkin ribuan nyawa dan anak-anak penerus bangsa tidak lebih penting dari sebuah pertandingan sepak bola yang prestasinya belum nyata dibawa kemana.

Bagaimana hal tersebut bisa terjadi di negara yang cukup besar ini?. Apakah tugas dari para Menteri tidak sampai menyentuh saudara-saudara kita yang berada di provinsi Sumatera dan Kalimantan yang butuh bantuan dan penanganan secara lebih serius.

Krisis kepercayaan mulai dialami oleh masa kepemimpinan Jokowi-JK yang dinilai kurang cepat dalam mengambil tindakan untuk menangani bencana kabut asap tersebut. Beberapa negara yang juga merasakan dampaknya pun malah mengambil langkah cepat dengan mencoba menelisik penyebab terjadinya bencana kabut asap tersebut, walaupun memang karena masih ada beberapa titik api yang menyala sehingga semua penanganan belum berjalan maksimal termasuk penanganan dari pemerintah. Tapi, untuk dapat mengambalikan kepercayaan masyarakat kepada masa pemerintahan Jokowi-JK, baiknya pemerintah pusat bersegera untuk dapat menyelesaikan bencana kabut asap tersebut atau paling tidak memberikan solusi dengan bekerja sama terhadap para negara-negara sahabat yang telah bersedia membantu kita.

Ikuti kami di instagram @militerysindonesia

Artikel Terkait