Silmy Karim Dirut PT Pindad Baru saat ditemui di Kantor Kementerian BUMN |
PT Pindad (Persero) ikut terpukul dengan kejatuhan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Biaya produksi BUMN penyedia alat utama sistem persenjataan (alutsista) ini berpotensi membengkak hingga 20 persen pada tahun ini akibat pelemahan kurs.
“Depresiasi nilai rupiah itu tentu berdampak pada biaya pada PT Pindad. Itu jelas karena biar bagaimanapun juga masih ada komponen-komponen yang harus diimpor dari luar negeri,” kata Direktur Utama Pindad Silmy Karim di kantornya, Bandung, Rabu (18/3).
Menurut Silmy, depresiasi nilai tukar yang terjadi berisiko menaikkan biaya produksi sekitar 20 persen. dari kondisi normal. Sebab, asumsi kurs rupiah yang dipakai Pindad selama ini sama dengan yang ditetapkan pemerintah dalam APBN sebesar Rp 12.500 per dolar AS. Sementara, realisasi kurs saat ini telah menembus Rp 13.000 per dolar, meleset jauh dari prognosa pemerintah maupun perseroan.
Kendati demikian, kata Silmy, pelemahan rupiah sejauh ini belum berpangaruh terhadap harga jual. Sebab, penentuan harg ajual alat-alat militer Pindad berpatokan pada perkembangan inflasi dan belum memperhitungkan dampak depresiasi.
Oleh karena itu, Silmy berharap ke depannya perseroan dapat memaksimalkan penggunakan kandungan lokal dalam proses produksi, selain juga mendorong produksi bahan baku seperti propelan untuk produksi munisi.
“Untuk beberapa parts misalnya kaya untuk anoa mesinnya masih diimpor dari Perancis. Terus kemudian juga ada beberapa material untuk munisi misalnya propelan itu diimpor dari luar negeri,” tutur Silmy.
Senada dengan Silmy, Kepala Divisi Amunisi Pindad I Wayan Sutama juga menyatakan pelemahan rupiah berdampak pada kenaikan biaya produksi amunisi Pindad.
Sutama mengungkapkan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) untuk Munisi Kaliber Besar (MKB) baru mencapai 40 persen sementara untuk Munisi Kaliber Kecil (MKK) masih 60 persen.
“(Pelemahan rupiah), sangat berpengaruh. Karena kita beli komponen barangnya hitungannya dolar, jualnya hitungannya rupiah. Itu kan ada dampak kan,” tutur Sutama.
Menurut Sutama, jika nilai tukar rupiah terus melemah bukan tidak mungkin Pindad akan melakukan penyesuaian harga pokok penjualan (HPP). Penyesuaian kenaikan harga tersebut diperkirakan sekitar 5 hingga 7 persen.
Sebagai informasi, pada tahun ini Pindad berencana menjual 159 juta butir MKK dan 80 ribu butir MKB untuk instansi pertahanan dalam negeri. Pendapatan dari munisi sendiri secara total ditargetkan mencapai Rp 1,01 triliun, hampir 40 persen dari target pendapatan Pindad tahun ini yang mencapai Rp 2,5 triliun. (CNN Indonesia)
“Depresiasi nilai rupiah itu tentu berdampak pada biaya pada PT Pindad. Itu jelas karena biar bagaimanapun juga masih ada komponen-komponen yang harus diimpor dari luar negeri,” kata Direktur Utama Pindad Silmy Karim di kantornya, Bandung, Rabu (18/3).
Menurut Silmy, depresiasi nilai tukar yang terjadi berisiko menaikkan biaya produksi sekitar 20 persen. dari kondisi normal. Sebab, asumsi kurs rupiah yang dipakai Pindad selama ini sama dengan yang ditetapkan pemerintah dalam APBN sebesar Rp 12.500 per dolar AS. Sementara, realisasi kurs saat ini telah menembus Rp 13.000 per dolar, meleset jauh dari prognosa pemerintah maupun perseroan.
Kendati demikian, kata Silmy, pelemahan rupiah sejauh ini belum berpangaruh terhadap harga jual. Sebab, penentuan harg ajual alat-alat militer Pindad berpatokan pada perkembangan inflasi dan belum memperhitungkan dampak depresiasi.
Oleh karena itu, Silmy berharap ke depannya perseroan dapat memaksimalkan penggunakan kandungan lokal dalam proses produksi, selain juga mendorong produksi bahan baku seperti propelan untuk produksi munisi.
“Untuk beberapa parts misalnya kaya untuk anoa mesinnya masih diimpor dari Perancis. Terus kemudian juga ada beberapa material untuk munisi misalnya propelan itu diimpor dari luar negeri,” tutur Silmy.
Senada dengan Silmy, Kepala Divisi Amunisi Pindad I Wayan Sutama juga menyatakan pelemahan rupiah berdampak pada kenaikan biaya produksi amunisi Pindad.
Sutama mengungkapkan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) untuk Munisi Kaliber Besar (MKB) baru mencapai 40 persen sementara untuk Munisi Kaliber Kecil (MKK) masih 60 persen.
“(Pelemahan rupiah), sangat berpengaruh. Karena kita beli komponen barangnya hitungannya dolar, jualnya hitungannya rupiah. Itu kan ada dampak kan,” tutur Sutama.
Menurut Sutama, jika nilai tukar rupiah terus melemah bukan tidak mungkin Pindad akan melakukan penyesuaian harga pokok penjualan (HPP). Penyesuaian kenaikan harga tersebut diperkirakan sekitar 5 hingga 7 persen.
Sebagai informasi, pada tahun ini Pindad berencana menjual 159 juta butir MKK dan 80 ribu butir MKB untuk instansi pertahanan dalam negeri. Pendapatan dari munisi sendiri secara total ditargetkan mencapai Rp 1,01 triliun, hampir 40 persen dari target pendapatan Pindad tahun ini yang mencapai Rp 2,5 triliun. (CNN Indonesia)