Baru-baru ini, Korea Utara memperkenalkan rudal baru kapal-ke-kapal dan kapal siluman baru berkecepatan tinggi, kombinasi catamaran (kapal dengan lambung ganda) dan hovercraft, yang membawa rudal-rudal itu.
Penguasa Korea Utara, Kim Jong-un menganggap senjata baru ini begitu penting sehingga secara pribadi ia menghadiri uji-coba laut yang dilakukan baru-baru ini, dan meminta agar hal tersebut diliput dan ditampilkan secara mencolok pada media nasional yang dikendalikan negara, pada 7 Februari.
“Para ilmuwan, ahli teknik dan pekerja di industri amunisi telah berhasil mengembangkan roket anti-kapal baru pada tingkat yang canggih," kata surat kabar resmi Korea Utara, Rodong Sinmun .
Pejabat militer Korea Utara menyampaikan ke surat kabar Korea Selatan, Chosun Ilbo bahwa rudalnya telah diuji tembak pada 6 Februari dari dekat Wonsan di pantai timur, dan terbang sejauh 100 kilometer [62 mil]. Diyakini bahwa rudal tersebut adalah rudal kelas KN-01 yang ditiru dari rudal Kh-35 Uran milik Rusia, kata surat kabar itu.
“Rusia menjual Kh-35 ke Myanmar, India dan Vietnam pada pertengahan tahun 1990. Rudal tersebut memiliki panjang 3,85 meter, bobot 480 kilogram [1.056 pound] dengan beban muatan 145 kilogram [319 pound], dan berdiameter 42-centimeter serta jangkauan sekitar 130 kilometer [lebih dari 80 mil],” kata Chosun Ilbo . “Rudal tersebut dapat ditembakkan dari pesawat udara atau darat, serta dari kapal laut. Diyakini bahwa Korea Utara sudah melakukan uji tembak dari pesawat udara beberapa kali pada tahun lalu.”
“Para pakar Korea Utara [di Korea Selatan] berspekulasi bahwa Korea Utara merakit kembali rudalnya setelah membelinya secara diam-diam dari Rusia atau negara ketiga," kata surat kabar.
Chosun Ilbo menggambarkan rudal Korea Utara yang baru ini sulit terdeteksi pada radar, atau dicegat, karena dapat terbang pada kecepatan 300 meter per detik pada ketinggian rendah sekitar 15 meter, dan meluncurkan serangan kejutan ke sasaran pada ketinggian yang bahkan lebih rendah tiga hingga lima meter saat rudal mendekat. Arti penting dari senjata baru itu adalah bahwa senjata tersebut mengancam kapal Angkatan Laut Korea Selatan yang menjaga Garis Batas Utara.
Pada tanggal 8 Februari, pasukan Korea Utara melakukan uji tembak lima proyektil jarak pendek, demikian menurut laporan yang diumumkan oleh juru bicara Kepala Staf Gabungan Korea Selatan di Seoul.
Proyektil itu terbang sekitar 200 kilometer [124 mil] ke arah timur laut Laut Jepang, kata surat kabar itu.
“Pihak berwenang militer berspekulasi bahwa Korea Utara tampaknya melaksanakan uji rudal lebih dulu dari latihan Korea Selatan-AS yang akan dimulai awal bulan depan, demikian yang dinyatakan laporan itu.
Korea Utara menindaklanjuti uji-coba dengan ancaman terhadap Korea Selatan
Penguasa Korea Utara, Kim Jong-un menganggap senjata baru ini begitu penting sehingga secara pribadi ia menghadiri uji-coba laut yang dilakukan baru-baru ini, dan meminta agar hal tersebut diliput dan ditampilkan secara mencolok pada media nasional yang dikendalikan negara, pada 7 Februari.
“Para ilmuwan, ahli teknik dan pekerja di industri amunisi telah berhasil mengembangkan roket anti-kapal baru pada tingkat yang canggih," kata surat kabar resmi Korea Utara, Rodong Sinmun .
Pejabat militer Korea Utara menyampaikan ke surat kabar Korea Selatan, Chosun Ilbo bahwa rudalnya telah diuji tembak pada 6 Februari dari dekat Wonsan di pantai timur, dan terbang sejauh 100 kilometer [62 mil]. Diyakini bahwa rudal tersebut adalah rudal kelas KN-01 yang ditiru dari rudal Kh-35 Uran milik Rusia, kata surat kabar itu.
“Rusia menjual Kh-35 ke Myanmar, India dan Vietnam pada pertengahan tahun 1990. Rudal tersebut memiliki panjang 3,85 meter, bobot 480 kilogram [1.056 pound] dengan beban muatan 145 kilogram [319 pound], dan berdiameter 42-centimeter serta jangkauan sekitar 130 kilometer [lebih dari 80 mil],” kata Chosun Ilbo . “Rudal tersebut dapat ditembakkan dari pesawat udara atau darat, serta dari kapal laut. Diyakini bahwa Korea Utara sudah melakukan uji tembak dari pesawat udara beberapa kali pada tahun lalu.”
“Para pakar Korea Utara [di Korea Selatan] berspekulasi bahwa Korea Utara merakit kembali rudalnya setelah membelinya secara diam-diam dari Rusia atau negara ketiga," kata surat kabar.
Chosun Ilbo menggambarkan rudal Korea Utara yang baru ini sulit terdeteksi pada radar, atau dicegat, karena dapat terbang pada kecepatan 300 meter per detik pada ketinggian rendah sekitar 15 meter, dan meluncurkan serangan kejutan ke sasaran pada ketinggian yang bahkan lebih rendah tiga hingga lima meter saat rudal mendekat. Arti penting dari senjata baru itu adalah bahwa senjata tersebut mengancam kapal Angkatan Laut Korea Selatan yang menjaga Garis Batas Utara.
Pada tanggal 8 Februari, pasukan Korea Utara melakukan uji tembak lima proyektil jarak pendek, demikian menurut laporan yang diumumkan oleh juru bicara Kepala Staf Gabungan Korea Selatan di Seoul.
Proyektil itu terbang sekitar 200 kilometer [124 mil] ke arah timur laut Laut Jepang, kata surat kabar itu.
“Pihak berwenang militer berspekulasi bahwa Korea Utara tampaknya melaksanakan uji rudal lebih dulu dari latihan Korea Selatan-AS yang akan dimulai awal bulan depan, demikian yang dinyatakan laporan itu.
Korea Utara menindaklanjuti uji-coba dengan ancaman terhadap Korea Selatan
Korea Utara meningkatkan retorikanya terhadap Selatan pada tanggal 11 Februari, dengan memperingatkan bahwa negara tetangganya akan menghadapi akhir yang paling menyengsarakan jika bergabung dengan Amerika Serikat dalam perang agresi terhadap Pyongyang, AFP melaporkan.
“Pihak berwenang Korea Selatan tidak akan dapat mengelak dari akhir yang paling menyengsarakan jika mereka bersikeras bergabung dengan AS ... untuk perang agresi," demikian yang dikatakan Komite Korea Utara untuk Reunifikasi Damai Korea dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan melalui media pemerintah.
“Jika para pendukung perang Korea Selatan menawarkan umpan meriam untuk perang agresi AS terhadap [Korea Utara], Korea Selatan juga akan menjadi target serangan balasan kami,"katanya.
Korea Utara juga memiliki akses ke serangan nuklir tepat sasaran dan beragam, yang dirancang untuk menargetkan A.S. jika terjadi perang, demikian bunyi pernyataan tersebut.
Sementara Korea Utara menyampaikan peringatan terbarunya, Korea Selatan terus mempersiapkan diri untuk menghadapi potensi agresi dari negara tetangganya. Tentara Korea Selatan berpartisipasi dalam latihan tank tempur di bagian timur Seoul, dan melanjutkan persiapan pelatihan militer bersama pada bulan depan dengan tentara AS. Selain itu, Korea Selatan ikut bergabung dengan A.S., Thailand dan negara lain dalam Latihan Cobra Gold 2015 yang diselenggarakan oleh Thailand.
Kapal dan rudal baru mengancam Korea Selatan dan A.S.
“Meskipun tidak terinci secara jelas, namun kapal tersebut merupakan upaya Korea Utara untuk mengembangkan kapal pembunuh 'siluman' berkecepatan tinggi dengan menggunakan efek permukaan lambung - kombinasi dari catamaran dan hovercraft, "situs web Ars Technica melaporkan pada 9 Februari. "Ini adalah pertama kalinya kapal dan rudal yang ditembakkan diperlihatkan oleh media pemerintah Korea Utara. Ancaman yang tersirat dari kapal dan ruda barulnya adalah bahwa Korea Utara bisa menyerang kapal Korea Selatan dan Angkatan Laut U.S. dekat perairan wilayahnya tanpa peringatan," ia menuliskannya.
“[Tentara Rakyat Korea] KPA sudah lama menggeluti hovercraft, walaupun sebagian besar kapal bantalan udara Angkatan Laut KPA adalah hovercraft tradisional dengan kipas baling-baling besar. Surface Effect Ships [SES] memiliki sepasang lambung luar kaku yang mengelilingi sistem bantalan udara sentral sehingga memungkinkan kapal meluncur sepanjang permukaan laut dan menggunakan baling-baling laut yang lebih efisien," Ars Technica melaporkan.
Desain kapal tidak memiliki siluman serta radar, dan akan rentan terhadap pesawat udara, rudal yang masuk serta kapal musuh, NKNews.org melaporkan pada 8 Februari.
Kapal siluman ditempatkan dalam keadaan siaga aktif pada Pangkalan Angkatan Laut Munchon, yang juga dikenal sebagai Galangan Kapal 3 Oktober, agak ke utara dari pelabuhan timur Wonsan, tempat produksi awal prototip SES, kata NKNews.org.
“Prototip yang lebih baru menunjukkan peningkatan progresif dalam berbagai fitur siluman termutakhir, jumlah rudal anti-kapal yang lebih besar [mungkin hingga empat kali lipat], dan senjata lain yang lebih berat yang dilengkapi dengan tutup bersudut untuk siluman ekstra,” katanya.
Ralph Winnie, wakil presiden Eurasian Business Coalition di Washington, D.C., mengatakan kepada Asia Pacific Defense Forum [APDF] bahwa Korea Utara yang terus memprioritaskan sistem senjata termutakhir dan ambisius, memiliki arti bahwa Pyongyang akan terus merupakan faktor destabilisasi yang signifikan di Asia Timur Laut.
“Ancaman langsung adalah Korea Selatan, tetapi Jepang dan bahkan Tiongkok harus juga melihat perkembangan ini dengan keprihatinan," kata Winnie. "Ketiga negara ini memiliki ekonomi maju dan mereka semua membutuhkan kondisi keamanan yang stabil dan dapat diprediksi di wilayah mereka untuk melanjutkannya. Hal ini khususnya menyangkut Tiongkok.”
“Korea Utara yang terus berinvestasi besar-besaran dalam sistem senjata baru yang ambisius di laut dan di darat, adalah salah satu negara yang akan tetap tak terduga dan berpotensi kuat sebagai faktor destabilisasi. Ini merupakan masalah serius yang memprihatinkan bagi Beijing serta Tokyo dan Seoul," katanya.
Ikuti kami di instagram @militerysindonesia
“Pihak berwenang Korea Selatan tidak akan dapat mengelak dari akhir yang paling menyengsarakan jika mereka bersikeras bergabung dengan AS ... untuk perang agresi," demikian yang dikatakan Komite Korea Utara untuk Reunifikasi Damai Korea dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan melalui media pemerintah.
“Jika para pendukung perang Korea Selatan menawarkan umpan meriam untuk perang agresi AS terhadap [Korea Utara], Korea Selatan juga akan menjadi target serangan balasan kami,"katanya.
Korea Utara juga memiliki akses ke serangan nuklir tepat sasaran dan beragam, yang dirancang untuk menargetkan A.S. jika terjadi perang, demikian bunyi pernyataan tersebut.
Sementara Korea Utara menyampaikan peringatan terbarunya, Korea Selatan terus mempersiapkan diri untuk menghadapi potensi agresi dari negara tetangganya. Tentara Korea Selatan berpartisipasi dalam latihan tank tempur di bagian timur Seoul, dan melanjutkan persiapan pelatihan militer bersama pada bulan depan dengan tentara AS. Selain itu, Korea Selatan ikut bergabung dengan A.S., Thailand dan negara lain dalam Latihan Cobra Gold 2015 yang diselenggarakan oleh Thailand.
Kapal dan rudal baru mengancam Korea Selatan dan A.S.
“Meskipun tidak terinci secara jelas, namun kapal tersebut merupakan upaya Korea Utara untuk mengembangkan kapal pembunuh 'siluman' berkecepatan tinggi dengan menggunakan efek permukaan lambung - kombinasi dari catamaran dan hovercraft, "situs web Ars Technica melaporkan pada 9 Februari. "Ini adalah pertama kalinya kapal dan rudal yang ditembakkan diperlihatkan oleh media pemerintah Korea Utara. Ancaman yang tersirat dari kapal dan ruda barulnya adalah bahwa Korea Utara bisa menyerang kapal Korea Selatan dan Angkatan Laut U.S. dekat perairan wilayahnya tanpa peringatan," ia menuliskannya.
“[Tentara Rakyat Korea] KPA sudah lama menggeluti hovercraft, walaupun sebagian besar kapal bantalan udara Angkatan Laut KPA adalah hovercraft tradisional dengan kipas baling-baling besar. Surface Effect Ships [SES] memiliki sepasang lambung luar kaku yang mengelilingi sistem bantalan udara sentral sehingga memungkinkan kapal meluncur sepanjang permukaan laut dan menggunakan baling-baling laut yang lebih efisien," Ars Technica melaporkan.
Desain kapal tidak memiliki siluman serta radar, dan akan rentan terhadap pesawat udara, rudal yang masuk serta kapal musuh, NKNews.org melaporkan pada 8 Februari.
Kapal siluman ditempatkan dalam keadaan siaga aktif pada Pangkalan Angkatan Laut Munchon, yang juga dikenal sebagai Galangan Kapal 3 Oktober, agak ke utara dari pelabuhan timur Wonsan, tempat produksi awal prototip SES, kata NKNews.org.
“Prototip yang lebih baru menunjukkan peningkatan progresif dalam berbagai fitur siluman termutakhir, jumlah rudal anti-kapal yang lebih besar [mungkin hingga empat kali lipat], dan senjata lain yang lebih berat yang dilengkapi dengan tutup bersudut untuk siluman ekstra,” katanya.
Ralph Winnie, wakil presiden Eurasian Business Coalition di Washington, D.C., mengatakan kepada Asia Pacific Defense Forum [APDF] bahwa Korea Utara yang terus memprioritaskan sistem senjata termutakhir dan ambisius, memiliki arti bahwa Pyongyang akan terus merupakan faktor destabilisasi yang signifikan di Asia Timur Laut.
“Ancaman langsung adalah Korea Selatan, tetapi Jepang dan bahkan Tiongkok harus juga melihat perkembangan ini dengan keprihatinan," kata Winnie. "Ketiga negara ini memiliki ekonomi maju dan mereka semua membutuhkan kondisi keamanan yang stabil dan dapat diprediksi di wilayah mereka untuk melanjutkannya. Hal ini khususnya menyangkut Tiongkok.”
“Korea Utara yang terus berinvestasi besar-besaran dalam sistem senjata baru yang ambisius di laut dan di darat, adalah salah satu negara yang akan tetap tak terduga dan berpotensi kuat sebagai faktor destabilisasi. Ini merupakan masalah serius yang memprihatinkan bagi Beijing serta Tokyo dan Seoul," katanya.