Kekalahan dan kematian
Pada akhir 1944, baik Angkatan Darat Merah dan Sekutu Barat sedang menyerbu masuk Jerman. Mengetahui kekuatan dan kegigihan Angkatan Darat Merah, Hitler memutuskan memakai sisa tentara cadangannya untuk melawan tentara Amerika Serikat dan Britania yang ia anggap lebih lemah. Pada 16 December, ia melancarkan serangan di Ardennes untuk memecah belah Sekutu Barat dan mungkin meyakinkan mereka ikut berpeang melawan Soviet. Setelah serangan tersebut gagal, Hitler sadar bahwa Jerman akan kalah perang. Harapan terakhirnya untuk menegosiasikan damai dengan Amerika Serikat dan Britania dibantu oleh kematian Franklin D. Roosevelt tanggal 12 April 1945; namun, berbeda dengan harapannya, Sekutu tetap tidak gentar. Bertindak dengan pandangannya bahwa kegagalan militer Jerman turut menghilangkan haknya untuk berdiri sebagai suatu bangsa, Hitler memerintahkan penghancuran semua infrastruktur industri Jerman sebelum jatuh ke tangan Sekutu. Menteri Persenjataan Albert Speer dipercaya untuk mengeksekusi rencana bumi hangus ini, namun diam-diam ia tolak.
Pada tanggal 20 April, ulang tahun Hitler ke-56, Hitler melakukan perjalanan terakhir dari Führerbunker ("perlindungan Führer") ke permukaan. Di kebun Reichskanzlei yang hancur, ia menyematkan Iron Cross kepada sejumlah tentara Pemuda Hitler. Pada 21 April, Front Belorusia ke-1 pimpinan Georgy Zhukov berhasil menembus pertahanan Grup Angkatan Darat Vistula Jerman pimpinan Jenderal Gotthard Heinrici pada Pertempuran Dataran Tinggi Seelow dan melaju hingga pinggiran kota Berlin. Menolak situasi tersebut, Hitler menggantungkan harapannya pada pasukan Waffen SS pimpinan Jenderal Felix Steiner, Armeeabteilung Steiner ("Detasemen Angkatan Darat Steiner"). Hitler meminta Steiner menyerang sisi utara bukit dan Angkatan Darat Kesembilan Jerman diperintahkan menyerang ke utara dalam bentuk serangan jepit.
Pada konferensi militer tanggal 22 April, Hitler mempertanyakan serangan Steiner. Ia diberitahu bahwa serangan tersebut tak pernah dilancarkan dan pasukan Rusia sudah memasuki Berlin. Jawaban tersebut memaksa Hitler meminta semua orang selain Wilhelm Keitel, Alfred Jodl, Hans Krebs, dan Wilhelm Burgdorf keluar ruangan. Hitler kemudian marah besar-besaran atas pengkhianatan dan ketidakmampuan para komandannya yang diakhiri dengan pernyataannya—untuk pertama kali—bahwa Jerman kalah perang. Hitler mengumumkan bahwa ia akan tetap berada di Berlin sampai perang berakhir, lalu bunuh diri.
Pada 23 April, Angkatan Darat Merah mengepung seluruh Berlin dan Goebbels membuat pernyataan yang meminta warga kota ikut mempertahankan Berlin. Pada hari itu pula, Göring mengirim telegram dari Berchtesgaden yang berisi pendapat bahwa karena Hitler terisolasi di Berlin, ia, Göring, harus mengambil alih pemerintahan Jerman. Göring menetapkan batas waktu, lewat dari itu ia menganggap Hitler tidak berkuasa lagi. Hitler menanggapinya dengan menahan Göring dan dalam surat wasiatnya yang ditulis 29 April, Hitler menyatakan Göring dipecat dari semua jabatan pemerintahan yang dipegangnya. Tanggal 28 April, Hitler mengetahui bahwa Himmler, yang meninggalkan Berlin tanggal 20 April, sedang mencoba membahas penyerahan diri dengan Sekutu Barat. Ia memerintahkan Himmler ditahan dan Hermann Fegelein (perwakilan SS Himmler di kantor pusat Hitler di Berlin) dieksekusi.
Setelah tengah malam 29 April, Hitler menikahi Eva Braun dalam sebuah upacara pernikahan kecil di ruang peta di Führerbunker. Setelah sarapan sederhana bersama istri barunya, ia membawa sekretaris Traudl Junge ke ruangan lain dan mendiktekan wasiat dan kata-kata terakhir. Peristiwa ini disaksikan dan dokumennya ditandatangani oleh Hans Krebs, Wilhelm Burgdorf, Joseph Goebbels, dan Martin Bormann. Sore itu, Hitler diberitahu tentang pembunuhan diktator Italia Benito Mussolini, yang mungkin mempertegas keinginannya untuk menolak ditangkap.
Tanggal 30 April 1945, setelah pertempuran jalanan yang sengit, ketika tentara Soviet berada satu atau dua blok dari Reichskanzlei, Hitler dan Braun bunuh diri; Braun menggigit kapsul sianida dan Hitler menembak dirinya. Jasad mereka dibawa naik melalui pintu keluar darurat bunker ke kebun belakang Reichskanzlei yang sudah hancur, kemudian ditempatkan di sebuah kawah bom dan disiram bensin. Kedua jasad kemudian dibakar diiringi suasana pengeboman oleh Angkatan Darat Merah.
Berlin menyerah pada tanggal 2 Mei. Catatan arsip Soviet—dirilis setelah jatuhnya Uni Soviet—memperlihatkan bahwa sisa-sisa jenazah Hitler, Braun, Joseph dan Magda Goebbels, enam anak Goebbels, Jenderal Hans Krebs, dan anjing-anjing Hitler berkali-kali dikubur dan diangkat. Pada tanggal 4 April 1970, sebuah tim KGB Soviet memakai peta pemakaman terperinci untuk mengangkat lima kotak kayu di fasilitas SMERSH di Magdeburg. Sisa-sisa jenazah dari kotak tersebut dibakar, dihancurkan, dan disebarkan di sungai Biederitz, anak sungai Elbe.
Holocaust
"Jika para hartawan Yahudi di luar Eropa berhasil membawa bangsa ini sekali lagi ke kancah perang, akibatnya bukanlah bolshevisasi Bumi yang menguntungkan kaum Yahudi, namun pemusnahan ras Yahudi di Eropa!
—Adolf Hitler berpidato di Reichstag Jerman, 30 Januari 1939"
Holocaust dan perang Jerman di timur didasarkan pada pandangan lama Hitler bahwa kaum Yahudi adalah musuh besar bangsa Jerman dan bahwa Lebensraum perlu diciptakan demi perluasan Jerman. Ia berfokus ke Eropa Timur untuk upaya perluasan tersebut dengan mengalahkan Polandia dan Uni Soviet dan menyingkirkan atau membantai kaum Yahudi dan Slavia. Generalplan Ost ("Rencana Umum untuk Timur") berisikan deportasi penduduk Eropa Timur dan Uni Soviet yang diduduki ke Siberia Barat untuk dimanfaatkan sebagai buruh atau dibunuh; wilayah dudukan akan dikolonisasi oleh penduduk Jerman atau yang "dijermanisasi". Tujuannya adalah menerapkan rencana ini setelah menaklukkan Uni Soviet, tetapi jika gagal, Hitler tetap melanjutkannya. Pada Januari 1942, Hitler memutuskan untuk membunuh semua kaum Yahudi, Slavia, dan penduduk terdeportasi lain yang ingin disingkirkan.
Holocaust ("Endlösung der Judenfrage" atau "Solusi Akhir Pertanyaan Yahudi") diperintahkan oleh Hitler dan disusun dan dilaksanakan oleh Heinrich Himmler dan Reinhard Heydrich. Catatan Konferensi Wannsee—diselenggarakan tanggal 20 Januari 1942, dipimpin Heydrich dan dihadiri 15 pejabat senior Nazi—memberikan bukti jelas tentang rencana sistematis Holocaust. Tanggal 22 Februari, Hitler mengatakan, "kita harus mendapatkan kembali kesehatan kita dengan memusnahkan kaum Yahudi." Sekitar 30 kamp konsentrasi dan kamp pemusnahan dipakai untuk melaksanakan rencana ini. Pada musim panas 1942, kamp konsentrasi Auschwitz dengan cepat diperluas untuk menampung sejumlah besar penduduk deportasi untuk dibunuh atau diperbudak.
Meski tidak ada perintah khusus dari Hitler yang mengizinkan pembunuhan massal yang dipublikasikan, ia menyetujui pembentukan Einsatzgruppen—skuad pembunuh yang mengikuti jalur AD Jerman melintasi Polandia, Baltik, dan Uni Soviet —dan ia sangat mengetahui aktivitas mereka. Dalam rekaman interograsi oleh pejabat intelijen Soviet yang dipublikasikan 50 tahun kemudian, sopir Hitler, Heinz Linge, dan ajudannya, Otto Günsche, menyatakan bahwa Hitler punya ketertarikan langsung terhadap pengembangan kamar gas.
Antara 1939 dan 1945, Schutzstaffel (SS), dibantu pemerintah Kolaborasi dengan Kekuatan Poros pada Perang Dunia IIkolaborasionis dan rekrutan dari negara-negara dudukan, bertanggung jawab atas kematian 11 hingga 14 juta orang, termasuk 6 juta kaum Yahudi yang mewakili dua per tiga populasi Yahudi di Eropa, serta antara 500.000 dan 1.500.000 etnis Roma. Kematian terjadi di kamp konsentrasi dan kamp pemusnahan, ghetto, dan eksekusi massal. Banyak korban Holocaust digas sampai mati, sementara lainnya meninggal karena kelaparan atau penyakit saat bekerja sebagai buruh paksa.
Gaya kepemimpinan
Hitler memimpin NSDAP secara otokratik dengan menerapkan Führerprinzip ("prinsip pemimpin"). Prinsip ini bergantung pada kepatuhan absolut semua bawahannya kepada pimpinan mereka; sehingga ia melihat struktur pemerintahan sebagai sebuah piramida, dengan dirinya—pemimpin mutlak—di puncak. Pangkat dalam partai tidak ditentukan oleh pemilihan umum—jabatan diisi melalui penunjukkan oleh pangkat yang lebih tinggi, yang menuntut kepatuhan tanpa pernyataan terhadap keinginan sang pemimpin. Gaya kepemimpinan Hitler adalah memberikan perintah berlawanan terhadap bawahannya dan menempatkan mereka pada jabatan-jabatan tempat tugas dan tanggung jawab mereka saling bertindihan agar "orang yang lebih kuat menjalankan pekerjaannya". Dengan cara ini, Hitler mendorong saling tidak percaya, persaingan, dan perkelahian di antara bawahannya demi mengonsolidasi dan memaksimalkan kekuasaannya. Kabinetnya tidak pernah rapat setelah tahun 1938, dan ia meminta para menterinya tidak bertemu secara pribadi. Hitler biasanya tidak memberi perintah tertulis; ia memberitahunya secara verbal atau disampaikan melalui rekan dekatnya, Martin Bormann. Ia memercayakan semua dokumennya, penunjukannya, dan kekayaan pribadinya ke Bormann dan Bormann memanfaatkan jabatannya untuk mengendalikan arus informasi dan akses ke Hitler.
Hitler secara pribadi membuat semua keputusan militer besar. Sejarawan yang menilai kinerjanya setuju bahwa setelah awal yang kuat, ia semakin tidak fleksibel setelah 1941 sehingga ia menyia-nyiakan kekuaran militer yang dimiliki Jerman. Sejarawan Antony Beevor berpendapat bahwa saat perang pecah, "Hitler adalah pemimpin yang terinspirasi, karena kejeniusannya terletak pada menilai kelemahan orang lain dan memanfaatkan kelemahan tersebut." Akan tetapi, sejak 1941 sampai seterusnya, "ia menjadi sangat sklerotik. Ia tidak mengizinkan kemunduran atau fleksibilitas dalam bentuk apapun di antara komandan lapangannya, dan hal tersebut sangat menghancurkan."
Kebijakan Hitler juga mengakibatkan pembunuhan bangsa Polandia dan tahanan perang Soviet, kaum komunis dan pesaing politik lain, homoseksual, orang yang cacat fisik dan mental, Saksi-Saksi Yehuwa, Adventis, dan anggota serikat dagang. Hitler tidak pernah mengunjungi kamp konsentrasi dan membicarakan pembunuhan tersebut di hadapan publik.
Konsep Nazi yang lain adalah arti dari kemurnian ras. Pada tanggal 15 September 1935, Hitler memperkenalkan dua hukum—disebut Hukum-Hukum Nuremberg—ke Reichstag. Hukum-hukum tersebut melarang pernikahan antara warga Jerman non-Yahudi dan Yahudi, serta melarang mempekerjakan wanita non-Yahudi di bawah usia 45 tahun di keluarga Yahudi. Hukum ini juga menghapus hak-hak kewarganegaraan Jerman yang dipegang orang-orang "non-Arya". Kebijakan eugenika pertama Hitler menargetkan anak-anak dengan cacat fisik dan mental dalam sebuah program bernama Action Brandt, lalu mengizinkan program eutanasia untuk orang dewasa dengan cacat fisik dan mental yang sekarang bernama Action T4.
Warisan
Peristiwa bunuh diri Hitler dianggap para sejarawan kontemporer sebagai "mantra" yang dipatahkan. Menurut sejarawan John Toland, tanpa pemimpinnya, Sosialisme Nasional "meledak bagaikan gelembung."
Aksi Hitler dan ideologi Nazi hampir dianggap secara universal sebagai sesuatu yang sangat imoral; menurut sejarawan Ian Kershaw, "Belum pernah terjadi dalam sejarah kerusakan semacam itu—secara fisik dan moral—dikaitkan dengan nama satu orang saja." Program politik Hitler mengakibatkan pecahnya perang dunia, meninggalkan Eropa Timur dan Tengah yang hancur dan miskin. Jerman sendiri mengalami kehancuran menyeluruh yang dijuluki "Jam Nol". Kebijakan Hitler mengakibatkan penderitaan manusia dalam skala yang luar biasa; menurut R.J. Rummel, rezim Nazi bertanggung jawab atas pembunuhan demosida terhadap sekitar 21 warga sipil dan tahanan perang. Selain itu, 29 juta tentara dan warga sipil tewas akibat aksi militer di teater Eropa pada Perang Dunia II, dan peran Hitler dideskripsikan sebagai, "... perancang utama perang yang mengakibatkan 50 juta orang tewas dan jutaan lainnya meratapi kematian mereka ..."[330] Para sejarawan, filsuf, dan politikus sering memakai kata "iblis" untuk menyebut rezim Nazi. Banyak negara Eropa mengkriminalisasikan dukungan terhadap Nazisme dan penolakan Holocaust.
Sejarawan Friedrich Meinecke menyebut Hitler sebagai "salah satu contoh terhebat kekuatan tunggal dan luar biasa seseorang sepanjang kehidupan sejarah". Sejarawan Inggris Hugh Trevor-Roper memandangnya sebagai "salah seorang 'penyederhana sejarah yang buruk', sosok penakluk dunia yang paling sistematis, paling bersejarah, paling filosofis, tetapi paling kasar, paling kejam, paling tidak murah hati yang pernah diketahui umat manusia." Bagi sejarawan John M. Roberts, kekalahan Hitler menandakan akhir fase sejarah Eropa yang didominasi Jerman. Sebagai penggantinya, muncullah Perang Dingin, sebuah konfrontasi global antara Uni Soviet dan Amerika Serikat.
Pandangan agama
Hitler melihat gereja penting secara politik, sebagai suatu pengaruh konservatif terhadap masyarakat. Ia merasa jika gereja dihancurkan, umat beragama akan beralih ke mistisisme, yang ia anggap sebagai kemunduran politik dan budaya. Meski ia tidak pernah meninggalkan Gereja Katolik secara resmi, ia tidak punya kedekatan sejati dengan gereja. Setelah meninggalkan kampung halaman, ia tidak pernah lagi menghadiri misa atau menerima sakramen. Ia lebih menyukai aspek Protestantisme yang pas dengan pandangan-pandangannya dan mengadopsi sebagian elemen organisasi hierarkis, liturgi, dan fraseologi Gereja Katolik dalam politiknya.
Secara publik, Hitler sering memuji warisan Kristen dan budaya Kristen Jerman, dan memilih kepercayaan terhadap Yesus Kristus "Arya"—seorang Yesus yang memerangi umat Yahudi. Ia berbicara tentang interpretasinya terhadap Kristen sebagai motivasi utama antisemitismenya, sambil berkata, "Sebagai seorang Kristen aku tidak berhak mengizinkan diriku dibohongi, namun aku berhak menjadi seorang pejuang kebenaran dan keadilan." Secara pribadi, ia lebih kritis terhadap Kristen tradisional, menganggapnya sebuah agama yang pas dianut para budak; ia menyukai kekuatan Roma, tetapi kasar terhadap ajarannya. Sejarawan John S. Conway menyebutkan bahwa Hitler memiliki "antagonisme mendasar" terhadap gereja-gereja Kristen.
Dalam hubungan politik dengan gereja, Hitler mengambil strategi "yang pas dengan tujuan-tujuan politiknya". Menurut laporan US Office of Strategic Services, Hitler memiliki sebuah rencana umum, bahkan sebelum berkuasa, untuk menghancurkan pengaruh gereja Kristen di dalam Reich. Laporan berjudul "The Nazi Master Plan" itu menyatakan bahwa penghancuran gereja adalah tujuan gerakan tersebut sejak awal, namun tidak cukup untuk mengekspresikan posisinya yang ekstrem secara publik. Tujuannya, menurut Bullock, adalah menunggu sampai perang berakhir, lalu menghancurkan pengaruh Kristen.
Hitler menyukai tradisi militer Muslim, namun tetap menganggap bangsa Arab sebagai "ras inferior". Ia percaya bahwa bangsa Jerman, seperti umat Islam, bisa menguasai sebagian besar dunia pada Abad Pertengahan. Meski Hitler tertarik pada hal-hal gaib, penerjemahan sajak, dan melacak akar prasejarah bangsa Jermanik, Hitler justru lebih pragmatis dan ideologinya terpusat pada hal-hal yang lebih praktis.
Kesehatan
Banyak peneliti berpendapat bahwa Hitler menderita sindrom usus mudah iritasi, luka kulit, detak jantung tidak tetap, penyakit Parkinson, sifilis, dan tinnitus. Dalam sebuah laporan untuk Office of Strategic Services tahun 1943, Walter C. Langer dari Universitas Harvard menyebut Hitler sebagai seorang "psikopat neurotik." Sejumlah teori seputar kondisi medis Hitler sulit dibuktikan, dan menurut mereka terlalu banyak bebannya jika mengaitkan sejumlah peristiwa dan akibat Reich Ketiga dengan kesehatan fisik seseorang yang mungkin buruk. Kershaw merasa lebih baik mengambil pandangan yang lebih luas terhadap sejarah Jerman dengan menilai dorongan sosial apa yang menciptakan Reich Ketiga dan kebijakan-kebijakannya, alih-alih mencari penjelasan sempit tentang Holocaust dan Perang Dunia II dari satu orang saja.
Hitler mengikuti pola makan vegetarian. Pada acara-acara sosial ia kadang mengutarakan pernyataan menjijikkan tentang penyembelihan hewan agar tamu-tamunya menghindari daging. Ketakutan terserang kanker (penyebab ibunya meninggal dunia) adalah alasan pola makan Hitler yang paling terkenal. Selaku seorang antipembedahan, Hitler mungkin memilih pola makan selektif karena masih menghargai hewan. Bormann memiliki sebuah rumah kaca di dekat Berghof (dekat Berchtesgaden) untuk menjamin suplai stabil buah-buahan dan sayuran segar untuk Hitler sepanjang perang. Hitler menjauhi alkohol dan bukan perokok. Ia mempromosikan kampanye anti-merokok yang agresif di seluruh Jerman. Hitler mulai sering memakai amfetamin setelah 1937 dan menjadi pecandu pada musim gugur 1942. Albert Speer mengaitkan pemakaian amfetamin ini dengan keputusan Hitler yang semakin tidak fleksibel (misalnya, tidak pernah mengizinkan militer mundur dari medan perang).
Dengan 90 jenis obat-obatan sepanjang perang, Hitler mengonsumsi banyak pil setiap hari karena masalah lambung kronis dan penyakit lain. Ia menderita kerusakan gendang telinga akibat ledakan bom 20 Juli 1944 dan 200 serpihan kayu harus diangkat dari kakinya. Rekaman berita Hitler memperlihatkan getaran pada tangannya dan gaya jalannya yang pincang, yang sudah ada sejak sebelum perang dan memburuk sampai akhir hayatnya. Dokter pribadi Hitler, Theodor Morell, merawat Hitler dengan sebuah obat yang sering dipakai untuk menangani penyakit Parkinson pada tahun 1945. Ernst-Günther Schenck dan beberapa dokter lain yang bertemu Hitler pada minggu-minggu terakhir hidupnya juga menyimpulkan Hitler menderita penyakit Parkinson.
Keluarga
Hitler menciptakan citra publik sebagai sosok selibat tanpa kehidupan rumah tangga, mendedikasikan seluruh hidupnya untuk misi politik dan bangsanya. Ia bertemu kekasihnya, Eva Braun, pada tahun 1929, dan menikahinya pada April 1945. Pada bulan September 1931, separuh-keponakannya, Geli Raubal, bunuh diri dengan pistol Hitler di apartemennya di Munich. Tersebar rumor bahwa Geli terlibat dalam hubungan romantis dengan Hitler dan kematiannya menjadi sumber kesedihan mendalam yang bertahan lama. Paula Hitler, anggota keluarga terakhir yang masih hidup, meninggal dunia tahun 1960.
Sumber | Wikipedia