Teroris di Marawi Paksa Warga Sipil Jadi Budak Seks

Tentara Filipina melakukan penggeledahan dari rumah ke rumah untuk mencari anggota kelompok
millitan Maute

MANILA - Warga sipil yang disandera oleh kelompok teroris di Marawi dipaksa untuk menjarah rumah, mengangkat senjata melawan pasukan pemerintah, dan bahkan menjadi budak seks untuk para teroris. 

Keterangan itu disampaikan pihak militer Filipina, berdasarkan pengakuan tujuh warga yang baru berhasil lolos dari penyanderaan di kota dengan penduduk Muslim terbesar di Filipina itu.

Menurut Jurubicara Militer Filipina Jo-Ar Herrera, yang berbicara dalam sebuah konferensi pers, Selasa (27/6/2017), para sandera pun dipaksa untuk memeluk agama Islam.

Sejumlah sandera ditugasi untuk membawa para teroris yang terluka ke masjid.

Selain itu, sandera perempuan dipaksa menikah dengan anggota kelompok Maute yang merupakan gerombolan teroris yang mengaku setia kepada kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah ( ISIS). 

"Inilah yang terjadi di dalam, ini sangat jelas," kata Jo-Ar Herrera seperti dikutip kantor berita Reuters.

Meski laporan tujuh sandera itu tak bisa diverifikasi, namun hal itu merupakan kisah mengerikan terbaru yang muncul dalam pergolakan yang telah berlangsung selama lebih dari lima minggu.

Beberapa warga yang berhasil lolos dari maut juga mengatakan, mayat penduduk dibiarkan tergeletak di jalan selama berhari-hari.

Sementara, warga sipil terus menjadi perisai hidup bagi para teroris, saat mereka dibombardir oleh serangan udara dan artileri yang kini telah menghancurkan Marawi.

Kemampuan tempur para teroris, akses terhadap senjata berat, dan penggunaan pejuang asing telah menimbulkan kekhawatiran bahwa pertempuran Marawi menjadi awal kampanye yang lebih luas.

Presiden Rodrigo Duterte, yang muncul kembali di depan publik setelah absen selama seminggu, mengatakan, dia sangat sedih atas krisis tersebut dan berjanji Marawi akan dibangun kembali.

Duterte juga mengaku mempunyai sepupu yang menjadi anggota Maute, yang salah satunya telah terbunuh.

Duterte meyakini keputusan untuk mengumumkan darurat militer di Mindanao dapat dibenarkan, karena dia tahu persis apa yang akan dilakukan oleh para ekstrimis itu.

"Saya tahu penempatan sniper dan di mana mereka menyembunyikan senjata api mereka," kata Duterte dalam sebuah pidato.

"Saya sudah memiliki gambaran yang lengkap, dan saya tahu itu akan menjadi pertarungan yang panjang," sambungnya.

Duterte mengatakan, dia mengerti mengapa separatis Muslim telah melawan Pemerintah, namun tidak dapat dapat memahami doktrin radikal yang mereka jalankan.

Duterte: Jangan Khawatir dengan Jatuhnya Korban Sipil

Presiden Filipina

Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, Rabu (28/6/2017), meyakinkan pasukannya bahwa ia akan melindungi mereka dari tuntutan hukum jika mereka secara tidak sengaja membunuh warga sipil ketika memerangi militan yang menguasai kota Marawi, di Mindanao.

Duterte memerintahkan tentara untuk menghancurkan militan yang berafiliasi dengan kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah ( ISIS), yang menyerang kota Marawi pada 23 Mei 2017.

Serangan ISIS itu memicu pertempuran yang kini telah menewaskan lebih dari 400 kombatan dan warga sipil.

Sekitar 17 mayat yang diyakini sebagai warga desa yang dibunuh militan di daerah Marawi, yang kini sudah dikuasai kembali oleh pemerintah, ditemukan pada Rabu (28/6/2017).

Dalam pidato televisi, Duterte mengatakan, tentara tidak bermaksud membunuh warga sipil, tetapi seharusnya mereka “tidak ragu untuk menyerang hanya karena terlihat ada warga sipil.”
Ia menambahkan, “Merupakan tugas warga sipil untuk melarikan diri atau mencari perlindungan.” Duterte meyakinkan tentara bahwa ia akan berjuang supaya mereka tidak dipenjara karena menewaskan warga sipil secara tidak disengaja.

Presiden Duterte memberlakukan undang-undang darurat militer di Filipina selatan untuk menghadapi krisis di Marawi, ketika ratusan militan menyerbu kota yang umumnya dihuni warga Muslim itu.

Kelompok ISIS dalam serangannya  menduduki sejumlah gedung, menyandera seorang pastor Katholik-Roma, dan mengibarkan bendera berwarna hitam gaya ISIS.

Arus pengungsi di wilayah Marawi, Filipina Selatan, ketika pertama kali pecah konflik bersenjata
antara pihak militer dan kelompok teroris Maute. 

Teroris di Marawi Persiapkan Perang Jangka Panjang

Kelompok militan Islam di FIlipina telah mempersiapkan diri untuk mengobarkan perang jangka panjang di kota Marawi, Pulau Mindanao yang bergolak.

Mereka dikabarkan menyimpan persenjataan dan makanan dalam jumlah besar, sebagaimana diungkapkan seorang perwira militer pada Senin (5/6/2017), demikian Deutsche Welle.

Militan Islam di Filipina selatan menumpuk persenjataan dan makanan di masjid-masjid, lorong, dan ruang bawah tanah untuk mempersiapkan pengepungan jangka panjang terhadap kota Marawi.

Persiapan matang teroris di Marawi mengungkap kualitas organisasi para gerilayawan yang berafiliasi dengan kelompok teror paling berbahaya, yakni Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS).

Saat ini gerilayawan Muslim di Marawi dibantu oleh ratusan pejuang asing, termasuk dari Indonesia, Malaysia, India, Arab Saudi, Chechnya, dan Maroko.

Sejak dua pekan silam militer Filipina berusaha mengambilalih kontrol atas kota berpenduduk 200.000 jiwa itu. Namun, hingga kini kaum jihadis masih bercokol di jantung kota.

Manila berdalih, keberadaan 500-600 warga sipil di area pertempuran mempersulit operasi militer. Padahal Sabtu (3/6/2017), Presiden Rodrigo Duterte mengklaim Marawi akan dibebaskan dalam waktu tiga hari.

Komandan Militer Filipina di Mindanao, Mayor Jendral Carlito Galvez, mengklaim saat ini masih ada sekitar 200 pejuang Islam di dalam kota.

"Di rumah-rumah yang kami rebut, kami melihat cadangan peluru berukuran kaliber 50 dan 30 dalam jumlah besar. Dan jika mereka bertempur selama dua bulan, mereka tidak akan kelaparan," tuturnya dalam sebuah jumpa pers di Marawi. 

"Jika Anda melihat lebih seksama, Anda akan menemukan terowongan dan ruang bawah tanah yang bahkan tidak bisa dihancurkan oleh bom seberat 500 pound (226 kg)."

Galvez meyakini, kelompok militan telah menumpuk senjata dan makanan di masjid dan madrasah beberapa hari sebelum menyerbu kota Marawi.

Militer Filipina berjalan di sebelah kendaraan lapis baja ringan V-300

China Sumbangkan Senjata untuk Tentara Filipina yang Perangi Militan

Pemerintah China, Rabu (28/6/2017), mendonasikan ribuan pucuk senapan kepada pemerintah Filipina untuk membantu militer negeri itu yang sedang menghadapi kelompok militan pro-ISIS di kota Marawi.

Pengiriman senapan serbu dan senjata penembak jitu serta amunisi merupakan bantuan militer pertama dari China sejak Presiden Rodrigo Duterte mulai mendekati Beijing.

"Pengiriman persenjataan bernilai 50 juta yuan (Rp 98 miliar) ini merupakan era baru hubungan antara Filipina dan China," ujar Duterte.

Pertempuran di kota Marawi yang sudah berlangsung hampir selama satu bulan itu telah menewaskan 290 orang anggota militan dan 70 orang tentara.

Sementara, sebagian besar dari 200.000 penduduk Marawi mengungsi dan hampir semua bangunan di kota itu hancur.

"Kami nyaris menyerah karena kekurangan peralatan. Untunglah kami memiliki teman baik seperti China yang sangat memahami kami," ujar Dutuerte.

Duterte selama ini enggan mengakui adanya bantuan militer Amerika di Marawi. Dia selalu mengatakan tak tahu menahu tentang bantuan AS terhadap pasukan Filipina di Marawi.

Sementara itu, Dubes China untuk Filipina Zhao Jianhua mengatakan, gelombang kedua pengiriman senjata ke Filipina akan segera dilaksanakan.

"Sumbangan ini tak terlalu besar tetapi sangat bernilai karena menandai era baru hubungan antara militer kedua negara," ujang Jianhua.

"China akan membuka peluang latihan bersama, berbagai informasi intelijen, dan latihan bersama di kawasan tempat perang melawan teroris," tambah dia.

Sumber : KOMPAS

Ikuti kami di instagram @militerysindonesia

Artikel Terkait