Operasi Gerilya Terorisme Sebaiknya Ditangani TNI

Operasi Gerilya Terorisme Sebaiknya Ditangani TNI
Pasukan Raider TNI
Urusan terorisme sebaiknya tidak menjadi domain dari Polri saja, namun juga melibatkan TNI. “Keterlibatan TNI, perlu dibuatkan regulasi yang tepat dan available agar tidak kontraptoduktif ke depannya,” ujar Pengamat terorisme Harits Abu Ulya, Senin (25/7/2016).

Direktur Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) ini mengatakan, TNI kini telah mengalami transformasi luar biasa. Jadi publik tidak perlu trauma dengan masa lalu. “Perlu dipertimbangkan dan dicoba untuk memberikan porsi yang tepat dan dituangkan dalam Undang-Undang terorisme tentang peran TNI dalam menanggulangi aksi terorisme yang saat ini cenderung dikebiri Polisi,” ujarnya.
Untuk melakukan hal itu, hanya diperlukan dewan pengawas yang betul-betul independen dan berintegritas guna mengontrol penuh, mulai dari hulu sampai hilir dari proyek kontraterorisme di Indonesia. Dengan demikian, hal itu bisa meminimalisir kekhawatiran adanya pelanggaran hak asasi manusia (HAM) apabila TNI diberi porsi lebih dalam urusan terorisme.

Porsi lebih tersebut terutama untuk operasi gerilya terorisme. “Operasi gerilya adalah melawan insurgensi, itu yang tahu teknik dan taktiknya TNI, khusus TNI AD,” ujar Harits Abu Ulya.

Menurut Harits, operasi Camar Maleo dan Tinombala membutuhkan waktu lama lantaran sinergitas yang solid tidak berjalan optimal. Apalagi, kemampuan personel non-TNI untuk operasi gunung sangat rendah sehingga banyak lubang tikus yang bisa ditembus kelompok Santoso selama pelariannya.

Saat ini muncul wacana perlunya keterlibatan TNI ke depan, dalam porsi yang lebih dibandingkan saat ini. Melalui pernyataan terbuka Kapolri Jendral Tito Karnavian mengisyaratkan ketidaksetujuannya keterlibatan TNI lebih dari porsi sekarang. Dalihnya adalah soal potensi pelanggaran hak asasi manusia (HAM), abuse of power sampai soal tidak terakomodir dalam sistem peradilan pidana, mengingat terorisme adalah tindakan pidana yang dikategorikan kejahatan luar biasa.

Harits Abu Ulya mengatakan perlu diingat dan dicatat bahwa upaya penindakan hukum oleh Polisi juga kerap terjadinya pelanggaran HAM meski selama ini berusaha ditutupi. “Paling tidak, kasus Siyono-Klaten adalah kunci kotak pandora persoalan tersebut,” ujar Harits.

Sumber : Republika.co.id

Ikuti kami di instagram @militerysindonesia

Artikel Terkait