Sengketa Pulau Senkaku, antara Jepang dan China

Kepulauan Senkaku
China dan Jepang saling mengklaim kepemilikan kepulauan Senkaku. Sengketa Jepang-China atas pulau tersebut dipicu adanya sumber cadangan minyak dan gas di sekitar Kepulauan Senkaku pada pertengahan 1990-an, yang berlanjut hingga kini.

Ketika kepentingan nasional dipicu kepentingan bisnis prospektif berupa temuan cadangan minyak dan gas, segala daya penguat dan bukti pembenaran akan dihimpun demi basis legal untuk penguasaan sumber energi itu. Apalagi Jepang dan China adalah dua negara yang sangat bergantung pada suplai minyak dan gas dari luar.

Kepulauan Senkaku semula adalah pulau tak bertuan dan tak berpenghuni sampai akhir tahun 1894. Tak seorang pun yang melirik apalagi tertarik kepada pulau tersebut. Lalu Jepang menganggap sebagai pulau miliknya.

Pada zaman restorasi Meiji tepatnya tahun 1885, pemerintah Jepang melakukan survei yang hasilnya, pulau tersebut tidak ada pemiliknya. Saat itu, Menteri Dalam Negeri Jepang, Aritomo Yamagata, mengajukan permintaan resmi agar pulau dimasukkan ke Jepang.

Tanggal 14 Januari 1895, Jepang mengumumkan secara resmi memiliki pulau tersebut pada saat perang Cina-Jepang dan kemenangan pada tentara Jepang atas China. Hal itu terjadi tiga bulan sebelum penandatanganan Pakta Shimonoseki, pakta perdamaian penghentian perang dan pengakuan Cina kalah terhadap Jepang. Lalu Jepang membuat tanda di Kubajima (Pulau Kuba) dan Uotsurijima (Pulau Uotsuri) sebagai tanda pulau tersebut milik Jepang. Keputusan politik itu baru terungkap tahun 1950.

Kepulauan Senkaku yang terdiri dari lima pulau dengan luas keseluruhan tujuh kilometer persegi terdiri dari Pulau Uotsuri (Diaoyu Dao), Pulau Taisho (Chiwei Yu), Kubajima (Huangwei Yu), Pulau Kita Kojima (Bei Xiaodao) dan Pulau Minami Kojima (Nan Xiaodao).

Pemerintah Jepang sejak tahun 1930 memperkenankan swasta, keluarga Jepang bernama Tatsuhiro Koga, membeli dan mengelola pulau tersebut dan membayar pajak kepada pemerintah Jepang setiap tahun. Saat ini uang pajak dari pulau itu sekitar 24 juta yen setahun.

Koga membuat usaha (perikanan) Katsuobushi di pulau tersebut sehingga jumlah penduduk menjadi sekitar 200 orang. Setelah perang dunia kedua berakhir, pulau itu yang menjadi bagian dari Okinawa, diambil pihak Amerika Serikat. Lalu tahun 1971 Okinawa termasuk pula Pulau Senkaku dikembalikan kepada Jepang. Kepemilikan berganti dari keluarga Koga tahun 1970-an dibeli keluarga Kurihara hingga kini.

China tak mengakui Kepulauan Senkaku milik Jepang. Persengketaan internasional tak terhindari, muncul penembakan kapal laut antar kedua negara berulang kali.

Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) tahun 1969 mengumumkan bahwa di Kepulauan Senkaku banyak sumber alam mineral dengan nilai sekitar satu triliun dolar AS kalau dikelola dengan baik. Gara-gara pengumuman PBB tersebut, pulau yang tadinya tak dilirik–kecuali Jepang–akhirnya jadi perhatian dunia terutama China yang langsung ingin merebut balik sampai detik ini Kepulauan Senkaku. Ternyata inti persoalan adalah kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

Sidang Keamanan PBB tanggal 20 Mei 1972 memutuskan Amerika Serikat mengembalikan Okinawa termasuk Pulau Senkaku (China menyebut Pulau Diaoyu) kepada Jepang. Sejak lepas dari Amerika, hingga kini banyak kasus terjadi persengketaan antara China dan Jepang.

Perbedaan persepsi sejarah kepemilikan Senkaku (Diaoyu dalam bahasa China) di setiap pihak bermuara pada klaim berbeda. China yakin kepemilikan atas Senkaku sejak Dinasti Ming (1368-1644), di mana namanya sudah tercantum di sebuah buku berjudul Departure Along the Wind (terbit 1403). Selain itu, kepulauan ini beserta pulau-pulau kecil yang mengitari kerap kali disebutkan dalam lingkup pertahanan maritim China saat itu.

Lagi pula, Kepulauan Diaoyu yang saat itu menjadi bagian dari Taiwan biasa digunakan para nelayan China sebagai basis operasional. Pada saat kekalahan China dalam perang Sino-Jepang (1894-1895), Taiwan (termasuk Diaoyu Islands) diserahkan ke Jepang. Namun, akhir PD II, kepulauan ini dikembalikan oleh AS ke China berdasarkan perjanjian ”Tiga Besar” (AS, Inggris, China) di Kairo tahun 1943.

Ikuti kami di instagram @militerysindonesia

Artikel Terkait