Sebuah pasukan bersama Uni Eropa akan jadi demonstrasi kekuatan kepada Rusia bahwa Eropa serius mempertahankan nilianya. Namun sejak lebih enam dekade pembentukan pasukan bersama semacam itu tidak bisa terwujud.
Tuntutan Presiden Komisi Uni Eropa Jean-Claude Juncker untuk membentuk pasukan bersama Uni Eropa di tengah krisis yang melanda Ukraina memicu reaksi pro dan kontra di negara anggota. Dalam wawancara dengan harian Jerman "Welt am Sonntag", Juncker menegaskan, pasukan ini akan jadi demonstrasi kekuatan kepada Rusia bahwa Eropa serius mempertahankan nilianya.
Presiden Komisi Uni Eropa itu juga menggarisbawahi nilai simbolis dari pembentukan pasukan bersama semacam itu. "Dengan itu hendak ditunjukkan kepada dunia bahwa di negara-negara Uni Eropa tidak akan terjadi lagi perang," ujar Juncker. Tujuannya bukan menjadi saingan NATO, tapi hendak menunjukkan keseriusan tanggung jawab bersama Eropa terhadap dunia.
Pemerintah Jerman menyambut positif usulan Juncker itu. Terutama terkait penghematan anggaran pertahanan negara, jika bisa membentuk sebuah pasukan bersama Eropa yang efektif. Disebut-sebut jika dilakukan sistem integrasi dan bagi tugas, Eropa dapat menghemat anggaran militer senilai hingga 120 milyar Dolar setiap tahunnya.
Terkendala politik nasional
Namun juga disadari sejak lebih enam dekade, gagasan pembentukan pasukan bersama semacam itu tidak bisa terwujud. Masalah utamanya terletak pada kedaulatan masing-masing negara anggota Uni Eropa. Terutama negara-negara besar, hendak terus berusaha mempertahankan hegemoni kedaulatan nasionalnya.
Juga tuntutan Juncker itu belum merinci seberapa besar kekuatan pasukan bersama Eropa itu. Bagaimana posisinya terhadap NATO? Seberapa besar kontribusi masing-masing negara? Bagaimana dengan pasukan gerak cepat Eropa yang dibentuk 2005 dan hingga kini belum pernah dilibatkan dalam operasi militer?
Menteri Pertahanan Jerman Ursula von der Leyen, yang mendukung gagasan pasukan Uni Eropa itu, mengatakan bahwa ini merupakan visi masa depan pertahanan Eropa. "Memang pembentukannya tidak bisa sekaligus, melainkan secara bertahap," ujar von der Leyen.
Namun Inggris yang merasa memiliki kekuatan militer cukup besar, sejauh ini diketahui selalu menolak usulan pasukan bersama Eropa semacam itu. Juga sejumlah negara kecil anggota Uni Eropa menolaknya dengan alasan mereka lebih percaya pada NATO.
Alasan penolakan kuat lainnya muncul terkait bisnsi perlengkapan militer. Dengan melakukan koordinasi di bawah Uni Eropa, dikhawatirkan kepentingan ekonomi masing-masing industri persenjataan nasional akan terancam. Karena itu, pembentukan sebuah pasukan bersama Eropa langsung ditolak negara anggota pengekspor senjata. (DW)
Tuntutan Presiden Komisi Uni Eropa Jean-Claude Juncker untuk membentuk pasukan bersama Uni Eropa di tengah krisis yang melanda Ukraina memicu reaksi pro dan kontra di negara anggota. Dalam wawancara dengan harian Jerman "Welt am Sonntag", Juncker menegaskan, pasukan ini akan jadi demonstrasi kekuatan kepada Rusia bahwa Eropa serius mempertahankan nilianya.
Presiden Komisi Uni Eropa itu juga menggarisbawahi nilai simbolis dari pembentukan pasukan bersama semacam itu. "Dengan itu hendak ditunjukkan kepada dunia bahwa di negara-negara Uni Eropa tidak akan terjadi lagi perang," ujar Juncker. Tujuannya bukan menjadi saingan NATO, tapi hendak menunjukkan keseriusan tanggung jawab bersama Eropa terhadap dunia.
Pemerintah Jerman menyambut positif usulan Juncker itu. Terutama terkait penghematan anggaran pertahanan negara, jika bisa membentuk sebuah pasukan bersama Eropa yang efektif. Disebut-sebut jika dilakukan sistem integrasi dan bagi tugas, Eropa dapat menghemat anggaran militer senilai hingga 120 milyar Dolar setiap tahunnya.
Terkendala politik nasional
Namun juga disadari sejak lebih enam dekade, gagasan pembentukan pasukan bersama semacam itu tidak bisa terwujud. Masalah utamanya terletak pada kedaulatan masing-masing negara anggota Uni Eropa. Terutama negara-negara besar, hendak terus berusaha mempertahankan hegemoni kedaulatan nasionalnya.
Juga tuntutan Juncker itu belum merinci seberapa besar kekuatan pasukan bersama Eropa itu. Bagaimana posisinya terhadap NATO? Seberapa besar kontribusi masing-masing negara? Bagaimana dengan pasukan gerak cepat Eropa yang dibentuk 2005 dan hingga kini belum pernah dilibatkan dalam operasi militer?
Menteri Pertahanan Jerman Ursula von der Leyen, yang mendukung gagasan pasukan Uni Eropa itu, mengatakan bahwa ini merupakan visi masa depan pertahanan Eropa. "Memang pembentukannya tidak bisa sekaligus, melainkan secara bertahap," ujar von der Leyen.
Namun Inggris yang merasa memiliki kekuatan militer cukup besar, sejauh ini diketahui selalu menolak usulan pasukan bersama Eropa semacam itu. Juga sejumlah negara kecil anggota Uni Eropa menolaknya dengan alasan mereka lebih percaya pada NATO.
Alasan penolakan kuat lainnya muncul terkait bisnsi perlengkapan militer. Dengan melakukan koordinasi di bawah Uni Eropa, dikhawatirkan kepentingan ekonomi masing-masing industri persenjataan nasional akan terancam. Karena itu, pembentukan sebuah pasukan bersama Eropa langsung ditolak negara anggota pengekspor senjata. (DW)