Kapal survei karam, 20 peneliti terombang-ambing di laut semalaman

Ilustrasi
Kapal survei yang membawa 20 peneliti karam di Perairan Anambas, Kepulauan Riau, Minggu (16/3) dini hari. Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Kebumian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Zainal Arifin mengatakan, 20 peneliti merupakan tim Keanekaragaman Hayati Laut yang sedang menyurvei perairan Anambas dan Natuna.

Adapun institusi yang terlibat yakni Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan peneliti Jupri dan Ilham, Conservation International (CI) dengan peneliti Asril, Andreas, Dewi, Iwan, Mark Erdman, Allen, Emre dan Devantier. Sedangkan peneliti dari LIPI yang ikut dalam survei yakni Kunto dan Riskie, serta ditambah delapan awak kapal.

Terpisah, Komandan Gugus Keamanan Laut Armada Barat Laksamana Pertama Rasyid mengatakan, KM Nurah yang membawa para peneliti itu diduga mengalami kebocoran.

Seluruh ABK dan penumpang kapal berhasil diselamatkan setelah sekitar tiga jam terombang-ambing di tengah lautan. Alat pompa kapal itu juga diduga rusak, sehingga tidak bisa mengeluarkan air dari dalam kapal.

Rasyid mengatakan pihaknya mendapatkan informasi musibah itu pada Sabtu (14/3), sekitar pukul 21.00 WIB. Kemudian diperintahkan empat unit KRI untuk mencari korban.

Seluruh korban ditemukan Minggu (15/3) sekitar pukul 01.00 WIB, dan seluruh korban dibawa ke Perairan Batam menggunakan KRI Pattimura 371.

Kronologi kejadian Berdasarkan keterangan dari salah seorang peneliti LIPI Kuntoro yang ikut melakukan survei, Pada 14 Maret pukul 13.00 WIB, semua tim telah berkumpul dan pukul 16.00 WIB kapal berangkat menuju Tarempa, Anambas. Kondisi laut pasang dan ombak tinggi.

Pukul 19.00 WIB, tim makan dan langsung masuk kamar masing-masing. Pada pukul 21.30 WIB, kapal sampai di sekitaran Pulau Bintan, dan saat itu kapten kapal menginformasikan kapal bocor.

Saat itu dek bawah mesin kapal sudah terendam, sudah diupayakan untuk memompa air keluar tapi tidak berhasil. Pada pukul 21.00 WIB, gelombang dan arus kuat dan semua tim peneliti telah mengenakan life jacket, dan meninggalkan kapal dengan satu zodiac dan satu sekoci.

Lantanal dan SAR Tanjung Pinang telah dihubungi dan KRI milik TNI AL dikerahkan untuk melakukan pencarian. Jarak sekoci semakin jauh dari kapal, sekitar 50 meter, dan pukul 22.00 WIB sekoci yang digunakan bocor dan tidak memungkinkan semua naik ke zodiac.

Kapal terlihat belum tenggelam namun mesin dan lampu sudah mati, sementara senter hanya ada dua. Tim yang ada di atas zodiac didrop kembali ke kapal, sementara yang ada di sekoci menunggu untuk dijemput setelahnya.

Lantanal dan tim SAR terus dikontak dan koordinat yang baru terus diberikan. Pukul 23.00 semua tim ada di atas buritan kapal, sekoci dan zodiac standby di buritan sementara air sudah semakin masuk tinggi.

Tim mengambil dan menyelamatkan barang yang bisa dibawa dan kontak ke Lantanal dan tim SAR terus dilakukan, update koordinat terkini terus dikirimkan. Pukul 00.00 WIB, sebuah kapal semakin mendekat, namun kode cahaya yang dikeluarkan tidak terespon oleh kapal tersebut.

Lambung kanan air masuk tinggi dan kapal mulai miring, namun tim masih bertahan di buritan. Pukul 00.45 WIB, ombak tetap tidak mereda, kapal semakin tenggelam, sangat miring ke kanan.

Semua tim turun, beberapa naik zodiac beberapa mengapung pegangan sekoci yang kempes, dan semua tim berkumpul tidak ada yang terpisah. Pukul 01.00 WIB, kapal tenggelam.

Pada pukul 01.20 WIB, KRI Siribua melintas dekat jarak sekitar 200 meter namun tidak melihat kode cahaya tim peneliti. Kontak ke Lantanal terus dilakukan, dan pukul 02.00 WIB, KRI Siribua dan KRI Kala Hitam menemukan tim.

Evakuasi dilakukan oleh KRI Siribua, pukul 03.00 WIB, tim dipindahkan ke KRI Pattimura dan pukul 07.00 WIB, seluruh tim mendarat di Lantanal Batam. (MErdeka)

Ikuti kami di instagram @militerysindonesia

Artikel Terkait