5 fakta China pernah kalah telak lawan Myanmar di era kerajaan

Ilustrasi pasukan Burma di era kerajaan.
Konflik China-Myanmar yang dipicu serbuan jet mendadak akhir pekan lalu cukup mengejutkan dunia. Kedua negara dianggap bersahabat baik. Partai Komunis China tiga dekade ini aktif memberi pinjaman lunak maupun alutsista kepada pemerintahan negara dulu disebut Burma itu.

China juga yang melindungi Myanmar dari tekanan publik internasional maupun PBB, saat rezim junta militer menahan tokoh oposisi Aung San Suu Kyi lebih dari satu dekade hanya karena mengampanyekan demokratisasi.

Maka dari itu, serangan jet memakai dalih serbuan buat pemberontak Kokang yang lari ke wilayah China, merugikan Myanmar secara diplomatik. Negara itu di ambang invasi, walau Beijing sampai hari ini masih menahan diri.

Bila terjadi perang, Myanmar diprediksi kalah segala-galanya dibanding China yang masuk kekuatan elit militer dunia. Tapi benarkah demikian?

Siapa sangka di balik hubungan baik selama ini, China-Myanmar pernah bertempur habis-habisan selama 1765-1769.

Kerajaan Burma berdiri sejak abad ke-9 Masehi. Bangsa ini merupakan keturunan klan Nanchu yang banyak mendiami tepian Sungai Irrawady.

Walau serumpun dengan penduduk bagian selatan Kerajaan Tiongkok, khususnya dari Yunan, ternyata hubungan dua kerajaaan itu dulunya tidak akur, merujuk keterangan Michael Wicaksono dalam bukunya "Dinasti Manchu" (2011).

Kaisar Qianlong ke-30 dari China empat kali mengirim ekspedisi militer buat menghabisi Myanmar. Hasilnya, 20 ribu tentara Tiongkok malah tertumpas oleh pasukan Myanmar yang lebih sedikit.

1.Kaisar China marah misi dagang Burma lintasi batas 

Perang Kerajaan Burma-Tiongkok.
Invasi pertama digelar pasukan Dinasti Qing pada 1765. Ketika itu, Kaisar Qianlong murka mendengar serangan kongsi dagang Burma di bawah dukungan pasukan kerajaan terhadap kongsi lain di Provinsi Yunan.

Pelanggaran perbatasan membuat Qianlong ingin menghukum Burma. Padahal, faktanya, yang memasuki wilayah Tiongkok hanya sekelompok tusi, atau milisi penjaga kongsi dagang.

Pihak yang bertikai masih satu rumpun, sama-sama penduduk pinggir sungai Irrawady. Namun, karena tusi dari wilayah Burma didukung tentara kerajaan, Kaisar Qinlong merasa Burma sengaja cari masalah.

Ekspedisi militer pertama diberi nama Panji Hijau. Mereka terdiri dari 3.500 pasukan yang dipimpin Jenderal Liu Zao.

Walau berhasil mengepung Kota Kengtung yang jadi pusat ekonomi Burma saat itu, pasukan China yang tidak menguasai medan diceraiberaikan oleh Myo Shitu.

Panglima Burma itu berhasil menyerang formasi Tiongkok dari belakang kepungan. Pasukan China yang kocar-kacir akhirnya dihabisi di perbatasan.

2. Burma menang walau ibu kota dikepung dari dua arah 

Perang Kerajaan Burma-Tiongkok.
Ekspedisi militer kedua digelar secara lebih matang oleh Kaisar Qinlong. Pemimpin pasukan kini berada di tangan Yang Yingju.

Jumlah pasukan tiga kali lipat dari invasi pertama. Tiongkok sangat yakin menang, setelah pada 1766, Ibu Kota Kerajaan Burma, Awa, dikepung dari dua arah.

Wicaksono mencatat, Raja Burma Hsinbyushin punya taktik cerdik. Dia biarkan pasukan Tiongkok merebut Bhamo, kota besar paling dekat dari awa.

Saat lengah, pasukan China mengejar sisa-sisa tentara Burma ke pedalaman. Balatentara Tiongkok kaget mendapati Burma punya meriam peninggalan pedagang Prancis.

Burma lagi-lagi berhasil menangkal serbuan itu dan memukul mundur seluruh pasukan Kekaisaran China.

3. Pakai kapal perang, tetap gagal taklukkan Burma 

Perang Kerajaan Burma-Tiongkok.
Kekalahan kedua tak membuat Qianlong patah semangat. Dia tetap berniat menghukum Burma dan menjadikannya sebagai negeri jajahan. Kegagalan dua invasi sebelumnya dinilai kaisar meruntuhkan wibawa Tiongkok. Gelombang dua invasi berikutnya digelar sepanjang 1767-1769.

Qianlong menunjuk paman Mingrui sebagai pimpinannya, yakni Fuheng. Di saat bersamaan, Burma mengupayakan jalan damai namun ditolak mentah-mentah oleh Kaisar.

Fuheng memulai serangan dengan merebut Bhamo. Dia lantas memerintahkan pembuatan kapal perang untuk menyeberangi sungai. Namun sayang, pasukannya enggan masuk ke pedalaman Burma, alhasil pergerakan hanya berlangsung di sekitar perbatasan.

Akibatnya, dalam sebulan pasukannya terkepung. Cuaca tropis membuat balatentaranya semakin melemah akibat penyakit dan memberikan kesempatan Burma menghabisi pasukannya. Alhasil, Fuheng pilih menyerah bersama armadanya.
 
4. Dua jenderal China gagal taklukkan Burma bunuh diri 

Tentara Qing
Saat gagal pada serangan pertama, Jenderal Liu Zao sempat tidak melapor pada kaisar. baru beberapa bulan berikutnya, Qianlong mengetahui berita kekalahan armada Tiongkok.

Liu ditangkap dan dicopot dari kedudukannya. panglima perang gaek itu putus asa kemudian memilih bunuh diri.

Merasa wibawa Dinasti Qing sedang dipermalukan oleh Kerajaan Burma, Kaisar Qianlong ke-30 kembali memerintahkan invasi kedua. Dia menunjuk Yang Yingju sebagai panglima perang anyar.

Nyatanya, panglima baru ini juga takluk. Padahal suda dibekali pasukan puluhan ribu orang.

Untuk menutupinya, dia membuat berita kemenangan palsu kepada raja, lalu mengklaim menghabisi 10 ribu pasukan Burma.

Namun, kebohongan itu tak lantas membuat Qianlong percaya begitu saja. Kaisar meminta Yang kembali ke Beijing guna mengungkap kebenarannya. Yang dicecar habis-habisan hingga sampai terungkap kebohongan yang dilakukannya. Qianlong lantas memintanya bunuh diri.

5. China yang lebih dulu minta damai 

Puing bekas kuil dan istana Kerajaan Burma.
Setelah perang empat tahun, China justru kehilangan 20 ribu pasukan. Dalam invasi gelombang akhir, Kaisar Qinlong menunjuk Fu Heng yang masih pamannya.

Seperti sudah diceritakan, invasi ini gagal total. Fu Heng frustrasi melihat tentaranya kehilangan moral bertempur karena tak bisa menaklukkan kerajaan kecil.

Secara sepihak, tanpa mengabari kaisar, Fu Heng memilih jalan damai. Permintaan itu pun disetujui oleh Panglima Perang Burma Maha Thira Rhura.

Burma sebetulnya dalam semangat tinggi. Pasukan kecil ini yakin bisa menghabisi balatentara Fu Heng dalam beberapa hari. tapi Maha Thira menyadari bahwa sikap demikian hanya akan memperpanjang konflik.

Akhirnya dicapai perdamaian dengan syarat yang sangat menguntungkan Burma. Misalnya, Kekaisaran Qing harus menyerahkan semua buronan Kerajaan Burma. Semua tawanan perang dilepaskan. Selain itu, Tiongkok wajib menghormati kedaulatan Burma atas wilayah di pinggir Yunan.

Perdamaian ini tercapai pada bulan 10 tahun Qianlong (atau Oktober 1769). (Merdeka)

Ikuti kami di instagram @militerysindonesia

Artikel Terkait