KEBUTUHAN prajurit TNI terhadap peluru per tahunnya masih defisit sekitar 450 juta butir. Kekurangan itu coba dipasok PT Pindad yang awal tahun ini baru saja disuntik dana Rp700 miliar agar tentara mampu memenuhi standar kemampuan ideal.
Direktur Utama PT Pindad (persero) Silmy Karim mengungkapkan kebutuhan peluru per prajurit per tahun ialah 1.500 butir. Menurutnya, permintaan tahun ini dari pihak Kementerian Pertahanan baru berkisar 100 juta hingga 150 juta butir.
“Hal itu jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan tahunan sekitar 400 ribu prajurit.Kebutuhan peluru di Indonesia untuk menjamin level kemampuan prajurit yang ideal itu ialah 600 juta peluru,” kata Silmy di Kantor Wapres, Jakarta, kemarin.
Kebutuhan ideal prajurit akan peluru itu, jelasnya, didasarkan atas perhitungan kebutuhan latihan menembak. Sebanyak 1.500 peluru per tahun atau 4,1 peluru per hari dibutuhkan untuk menjaga kemampuan menembak prajurit.
“Seharusnya ini ada ruang industri pertahanan, dalam hal ini Pindad yang ditugasi mendukung alutsista (alat utama sistem senjata), khususnya amunisi itu, menyerap atau istilahnya merespons dengan persiapan peningkatan kapasitas,” tutur dia. Bagi Silmy, peningkatan produksi amunisi itu bukan lagi angan-angan. Suntikan penyertaan modal negara (PMN) kepada Pindad sebesar Rp700 miliar untuk 2015 sudah menjadi modal yang cukup. Dana itu, kata dia, salah satunya bakal digunakan untuk peningkatan kapasitas produksi.
Terutama untuk memenuhi kebutuhan Kementerian Pertahanan, TNI, dan Polri.”Selain itu, untuk modernisasi peralatan dan perlengkapan mesin,” imbuhnya.
Menyoal penyediaan alutsista, sambungnya, Pindad sudah bersiap untuk memproduksi dua jenis yang sudah dibebankan kepada pihaknya, yakni tank kelas main battle yang tak terlalu berat sekaligus punya kemampuan water cannon serta roket.
Silmy mengakui pembuatan alutsista tersebut tak semata mengandalkan usaha dalam negeri. Pihaknya sudah menjalin kerja bareng dengan sejumlah negara.
Ia mencontohkan, Pindad bekerja sama dengan Jerman untuk mengembangkan amunisi kaliber besar, dengan Belgia dan Italia untuk memproduksi bagian kubah tank (turret), serta dengan Turki untuk mengembangkan platform tank.
“Kerja sama penting untuk alih teknologi.Hal itu untuk menghemat biaya dan waktu riset,” tukasnya. (mediaindonesia)
Direktur Utama PT Pindad (persero) Silmy Karim mengungkapkan kebutuhan peluru per prajurit per tahun ialah 1.500 butir. Menurutnya, permintaan tahun ini dari pihak Kementerian Pertahanan baru berkisar 100 juta hingga 150 juta butir.
“Hal itu jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan tahunan sekitar 400 ribu prajurit.Kebutuhan peluru di Indonesia untuk menjamin level kemampuan prajurit yang ideal itu ialah 600 juta peluru,” kata Silmy di Kantor Wapres, Jakarta, kemarin.
Kebutuhan ideal prajurit akan peluru itu, jelasnya, didasarkan atas perhitungan kebutuhan latihan menembak. Sebanyak 1.500 peluru per tahun atau 4,1 peluru per hari dibutuhkan untuk menjaga kemampuan menembak prajurit.
“Seharusnya ini ada ruang industri pertahanan, dalam hal ini Pindad yang ditugasi mendukung alutsista (alat utama sistem senjata), khususnya amunisi itu, menyerap atau istilahnya merespons dengan persiapan peningkatan kapasitas,” tutur dia. Bagi Silmy, peningkatan produksi amunisi itu bukan lagi angan-angan. Suntikan penyertaan modal negara (PMN) kepada Pindad sebesar Rp700 miliar untuk 2015 sudah menjadi modal yang cukup. Dana itu, kata dia, salah satunya bakal digunakan untuk peningkatan kapasitas produksi.
Terutama untuk memenuhi kebutuhan Kementerian Pertahanan, TNI, dan Polri.”Selain itu, untuk modernisasi peralatan dan perlengkapan mesin,” imbuhnya.
Menyoal penyediaan alutsista, sambungnya, Pindad sudah bersiap untuk memproduksi dua jenis yang sudah dibebankan kepada pihaknya, yakni tank kelas main battle yang tak terlalu berat sekaligus punya kemampuan water cannon serta roket.
Silmy mengakui pembuatan alutsista tersebut tak semata mengandalkan usaha dalam negeri. Pihaknya sudah menjalin kerja bareng dengan sejumlah negara.
Ia mencontohkan, Pindad bekerja sama dengan Jerman untuk mengembangkan amunisi kaliber besar, dengan Belgia dan Italia untuk memproduksi bagian kubah tank (turret), serta dengan Turki untuk mengembangkan platform tank.
“Kerja sama penting untuk alih teknologi.Hal itu untuk menghemat biaya dan waktu riset,” tukasnya. (mediaindonesia)