Angkatan Laut AS baru saja menguji sistem senjata laser miliknya untuk pertama kali. Rusia juga tengah mengembangkan senjata serupa, namun informasi mengenai hal tersebut masih sepenuhnya rahasia.
Angkatan Laut AS telah mengembangkan Laser Weapon System (LaWS) sejak 2007 silam. Senjata berdaya 30 kilowatt tersebut menggunakan laser padat (solid-state) untuk menyerang target.
Meski tak bisa menyerang sasaran dari jarak jauh, senjata ini efektif menyasar benda kecil yang terbang pada jarak pendek dan menengah. LaWS juga dapat membutakan sistem pengawasan optik dan kapal tanpa awak.
AS tidak merilis informasi terkait jumlah tembakan yang dapat dilontarkan oleh sistem laser ini. Namun yang jelas, belum ada sumber energi yang bisa diandalkan untuk membuat sistem ini dapat digunakan dalam waktu lama, sehingga tak ada alasan untuk mengganti senjata rudal antipesawat dengan meriam laser.
Laser Seharga Besi Rongsokan
AS dan Uni Soviet mulai meneliti kemungkinan penggunaan pembangkit laser kuantum optik di bidang militer pada tahun 1960-an. Meriam laser pertama yang diteliti Rusia diambil dari kapal tanker Dickson.
Para perancang meriam tersebut mengklaim senjata itu dapat menyerang berbagai sasaran di pesisir, bahkan rudal bersayap. Saat menyentuh sasaran, laser akan menghancurkan benda tersebut berkeping-keping. Konsep yang mencengangkan tersebut membuat jajaran Angkatan Laut Uni Soviet saat itu memerintahkan agar meriam ditempatkan pada kapal pengangkut pesawat tipe Kiev 1143. Namun, euforia tersebut segera berubah menjadi kekecewaan saat meriam diuji coba dalam skala penuh. Senjata canggih tersebut ternyata sangat boros, sehingga hanya dengan dua tembakan saja kapal sudah kehabisan energi dan harus berhenti.
Dickson bukan satu-satunya proyek Soviet dalam pengembangan senjata laser. Uni Soviet juga menciptakan Scythe untuk menopang dan memasok energi bagi meriam laser Dickson. Alat tersebut seharusnya diluncurkan pada 1987, namun sesaat sebelum peluncuran Mikhail Gorbachev tiba di Baikonur dan mengumumkan penghentian ‘kompetisi’ senjata dengan AS. Dengan demikian, pemerintah Uni Soviet segera memerintahkan untuk menutup semua pengembangan senjata laser.
Super Rahasia
Kini, program laser yang dikembangkan Rusia bersifat sangat rahasia. Informasi mengenai program tersebut sangat terbatas, bahkan tak diketahui sejauh mana perkembangan pembuatan senjata tersebut dan kapan senjata itu akan didemonstrasikan. “Yang jelas, perkembangan teknologi militer dan penciptaan sampel modern persenjataan yang potensial dan efektif sebenarnya telah berkembang pada tingkat yang sama di semua negara yang berkesempatan untuk mengembangkannya,” tutur mantan Kepala Rusia Staf Umum Yuri Baluyevsky.
Sementara, profesor Ilmu Militer Vadim Kozyulin menilai masalah utama dalam penggunaan senjata laser masih belum terpecahkan. “Senjata laser membutuhkan sejumlah energi yang sangat besar. Para perancang harus bisa menciptakan baterai yang mampu memasok daya untuk meriam laser sehingga ia dapat melontarkan tidak hanya satu, tetapi ratusan tembakan," kata Kozyulin.
Selain itu, menurut Kozyulin, laser hanya dapat digunakan dalam kondisi cuaca tertentu. Laser tak bisa digunakan dalam kondisi berawan dan lembab, dan itu merupakan masalah lain yang masih harus dicari solusinya.
Sumber : RBTH indonesia