Pengamat pertahanan Nefo Susaningtyas Kertopati mengatakan bahwa insiden pengibaran bendera Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Australia harus diselesaikan sesuai hukum internasional.
Pada Kamis (3/12/2020), konsul jenderal RI (KJRI) di Melbourne, Australia diterobos beberapa orang yang kemudian mengibarkan bendera bintang kejora.
“Meskipun terjadi di lingkungan Konjen tetapi pemerintah Australia harus menjamin kedaulatan Indonesia. Pemerintah Australia harus menunjukkan sikap politiknya membantu mengusut tuntas dan menangkap pelakunya,” kata pengamat yang akrab disapa Nuning itu dalam keterangan tertulis.
“Pemerintah Australia harus menunjukkan komitmennya menghormati kedaulatan Indonesia dan keutuhan wilayah NKRI seperti yang selama ini sering dinyatakan.”
Nuning mengatakan, Menteri Luar Negeri RI (Menlu) Retno Marsudi bisa memanggil Dubes Australia untuk meminta pertanggung jawaban Pemerintah Australia.
“Kita semua berharap pemerintah Australia lebih mengutamakan hubungan baik Australia-Indonesia daripada membela kelompok separatisme,” lanjutnya.
Menurutnya, apa yang terjadi di Australia mungkin merupakan rangkaian dari peristiwa yang terjadi di Inggris, yang memberi kesempatan bagi Benny Wenda, pimpinan Organisasi United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), untuk mendeklarasikan negara di Papua Barat.
Nuning mengatakan bahwa Pemerintah Inggris juga seharusnya tidak melupakan pengalamannya menghadapi separatisme Irlandia Utara.
“Pemerintah Australia dan Inggris sebagai anggota PBB seharusnya terikat dengan ketentuan di dalam Piagam PBB untuk menghormati integritas dan kedaulatan Indonesia.”
Selain kasus pengibaran bendera OPM, Nuning mengatakan tindakan juga harus diambil terkait pengibaran Gerakan Aceh Merdeka (GAM) baru-baru ini. Dalam kasus ini, menurut Nuning, Pemda Aceh harus bertanggung jawab dan menunjukkan kepatuhannya terhadap Perjanjian Helsinki.
Sementara, di lain pihak pemerintah pusat harus betul-betul memenuhi semua ketentuan di dalam perjanjian Helsinki, seperti kesempatan untuk mengelola pelabuhan laut dan bandara di Provinsi Aceh. Salah satunya agar PT. Pelindo I dan PT. Angkasa Pura tentunya dapat menyusun mekanisme baru untuk memberi kesempatan Pemda Aceh mengelola pelabuhan dan Bandara.
“Dengan demikian, semua pihak dapat kembali saling hormat-menghormati dan menjaga stabilitas keamanan,” ujarnya.
“Kita semua harus mengutamakan kepentingan rakyat dan jangan sampai terperosok ke dalam konflik pada tataran elite. Sudah cukup penderitaan rakyat Aceh dan kini saatnya betul-betul memajukan kesejahteraan rakyat Aceh demi NKRI,” tutupnya.