Departemen Pertahanan Amerika Serikat (AS) dan Australia mengumumkan upaya bilateral untuk memajukan pengembangan teknologi rudal jelajah hipersonik yang diluncurkan dari udara di bawah program Eksperimen Penelitian Penerbangan Terpadu Lintas Selatan (SCIFiRE), Senin (30/11) kemarin.
Dilansir dari CNN, Rudal hipersonik itu diklaim memiliki spesifikasi lengkap yang mampu membuatnya bergerak lebih dari lima kali kecepatan suara dan kombinasi kecepatan dan memiliki kemampuan manuver yang apik. Selain itu kemampuannya berada di ketinggian membuatnya sulit dilacak dan dicegat.
Senjata baru itu akan menjadi rudal serang presisi kelas 5 Mach yang diluncurkan dengan tenaga penggerak dan didukung oleh mesin scram jet yang merupakan varian dari mesin jet Ramjet air breathing dimana pembakaran terjadi di aliran udara supersonik.
Sebagaimana diketahui, untuk mengukur kecepatan pesawat, satuan yang digunakan adalah kecepatan suara alias Mach 1, yaitu 1.235 kilometer/jam.
Lebih lanjut, dalam hal ini, Australia telah menyisihkan hingga 9,3 miliar dolar Australia atau setara Rp9,6 triliun tahun ini untuk sistem pertahanan rudal jarak jauh berkecepatan tinggi, termasuk penelitian hipersonik.
"Kami akan terus berinvestasi dalam kemampuan-kemampuan canggih untuk memberi Angkatan Pertahanan Australia lebih banyak pilihan untuk mencegah agresi terhadap kepentingan Australia," kata Menteri Pertahanan Australia Linda Reynolds, Selasa (1/12).
Terpisah, Kepala Angkatan Udara di Markas RAAF di Canberra Australia, Marsekal Udara Catherine Roberts, mengatakan senjata itu akan mampu dibawa oleh pesawat tempur taktis seperti F / A-18F Super Hornet, EA-18G Growler dan F- 35A Lightning II, serta pesawat pengintai maritim P-8A Poseidon.
"Grup Sains dan Teknologi Pertahanan Australia telah melakukan beberapa studi awal tentang kemampuan kami di Australia dan kami akan melibatkan mitra industri kami. Ini bukan hanya inisiatif penelitian dan pengembangan, kami ingin benar-benar mengembangkan kemampuan, "kata Roberts dikutip dari Defense News, Selasa (1/12).
Sedangkan dari perspektif Amerika Serikat, upaya tersebut berada di bawah Allied Prototyping Initiative (API) yang dikelola oleh Direktorat Kemampuan Lanjutan dalam Kantor Wakil Menteri Pertahanan untuk Riset dan Teknik.
Program ini akan dilaksanakan oleh Angkatan Udara Amerika di bawah naungan pejabat eksekutif program senjata, dan akan memanfaatkan lebih dari 15 tahun kolaborasi dalam penelitian scramjet, motor roket, sensor, dan bahan manufaktur canggih antara kedua negara.
Kesepakatan tersebut mencuat berdasarkan hasil diskusi antara mantan Menteri Pertahanan AS Mark Esper dan Menteri Pertahanan Australia Linda Reynolds selama pembicaraan Konsultasi Tingkat Menteri Australia-AS yang diadakan di Washington pada bulan Juli lalu.
Rudal Hipersonik AS-Australia ini disebut-sebut untuk membendung China dan Rusia yang tengah mengembangkan persenjataan serupa.
Tahun lalu Rusia mengerahkan rudal berkemampuan nuklir hipersonik pertamanya. Seorang analis pertahanan menyebut China telah mengerahkan, atau hampir mengerahkan, sistem hipersonik yang dipersenjatai dengan hulu ledak konvensional.
Kolaborasi Australia dengan Amerika Serikat terkait pengembangan rudal, disebut dapat mengobarkan ketegangan dengan China.
Hubungan antara Australia dan China menegang setelah seorang pejabat senior China memposting gambar yang disebut Australia sebagai hoaks, Senin (30/11). Dalam gambar itu tampak seorang tentara Australia yang sedang memegang pisau dengan darah di leher seorang anak Afghanistan.