Respons Pangkalan Militer AS, RI Bisa Tempuh Jalur Diplomasi


Wakil Ketua Komisi I DPR Satya Widya Yudha meminta Indonesia mengedepankan diplomasi politik dalam menanggapi rencana kerja sama Amerika Serikat-Australia membangun pangkalan militer di Papua Nugini.

AS dan Australia berencana membangun pangkalan militer di negara yang berbatasan dengan Papua untuk menandingi pengaruh China di kawasan Pasifik.

Satya menilai diplomasi politik merupakan cara terbaik untuk meredakan ketegangan hubungan antara Amerika Serikat dan China.


"Kami meminta semua pihak untuk lebih mengemukakan diplomasi politik," ujar Satya.

Satya mengatakan memanasnya hubungan AS dengan China sejatinya karena perang dagang antara kedua negara tersebut. Sehingga, ia melihat ketegangan dapat mereda jika AS dan China bisa berbicara secara diplomasi.

Lepas dari ketegangan hubungan AS dan China, Satya mengaku tidak sepakat dengan keberadaan pangkalan militer yang akan dibangun oleh AS-Australia di Papua Nugini. Ia menyebut pangkalan militer justru menambah ketegangan di kawasan Pasifik.

"Keberadaan pangkalan militer itu justru memicu ketegangan di regional," ujarnya.


Kabar bahwa China ingin membangun fasilitas militer di Fiji seperti di Pulau Blackrock, Manus atau vanuatu telah tercium pihak Australia dan informasi ini mengalir sampai Gedung Putih. Kedua negara pun disebut khawatir keinginan China ini akan menyaingi keseimbangan kekuatan angkatan laut di pasifik Selatan.

Wapres AS Mike Pence pada Sabtu (17/11) mengumumkan kesepakatan negaranya dan Australia untuk membangun pangkalan laut di Papua Nugini, juga bekerja sama dengan pemerintahan negara tersebut.

"Kami akan bekerja dengan dua negara ini untuk melidungi kedaulatan dan hak maritim di Kepulauan Pasifik," kata Pence dikutip dari AFP (17/11).

Pengamat Militer dan Pertahanan Indonesia Muradi mengingatkan pemerintah Indonesia bahwa itu bukan sebuah kabar baik. Oleh sebab itu, Indonesia pun disebutnya harus menyikapi dengan membangun fasilitas serupa di Papua.

"Dari segi pertahanan keamanan dengan membangun pangkalan militer jangan dianggap membangun sebagai perkawanan. Itu salah. Itu dianggap sebagai kompetitor di bidang pertahanan dan keamanan," kata Muradi.


Muradi mengusulkan agar Indonesia membangun pangkalan pertahanan serupa di sekitar pulau Papua yang merupakan wilayah Indonesia.

"Kita harus mempercepat proses pembangunan Membangun Mako Kostrad (Komando Strategis Angkatan Darat) dan Mako Marinir supaya ada efek gentar," ujar Muradi.

Di sisi lain, Satya menilai Indonesia tidak perlu membangun pangkalan militer serupa di Papua untuk merespon pangkalan militer AS-Australia di Papua Nugini. Selain anggaran pertahanan yang belum memenuhi Minimum Essential Force, langkah Indonesia membangun pangkalan militer di Papua hanya akan menambah ketegangan.

"Maka kita lebih mengedepankan diplomasi politik. Itu yang harus dimainkan Indonesia, terutama terhadap kepentingan AS-China di kawasan Asia Pasifik," ujarnya.

Satya menilai Indonesia dapat turut berperan dalam diplomasi AS-China karena sudah ada kesepakatan politik luar negeri yang bebas aktif. 

Sikap politik itu bisa dimaksimalkan oleh Indonesia untuk menggandeng negara-negara di Asean yang memiliki hubungan bilateral dengan AS atau China, seperti dengan Thailand agar menjembatani diplomasi politik tersebut.

"Kalau Asean bersatu tentunya bisa memerankan peranannya dengan baik," ujar Satya. 

Sumber : CNN

Ikuti kami di instagram @militerysindonesia

Artikel Terkait