Resistensi TNI Dinilai Halangi Penuntasan Kasus HAM Masa Lalu


Deputi Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar menilai selama empat tahun terakhir iktikad Presiden Joko Widodo untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM di masa lalu masih tersendat oleh internal kekuasaan sendiri, terutama resistensi Tentara Nasional Indonesia.

"Progres yang signifikan itu belum ada karena masih ada ganjalan dari internal kekuasaan itu sendiri di mana dia [Jokowi] belum bisa menentukan siapa sih perwira-perwira tinggi yang bisa diajak beraliansi untuk bersama-sama menyelesaikan kasus dugaan-dugaan pelanggaran HAM," kata Wahyudi saat ditemui di Kantor Imparsial, Tebet, Jakarta Selatan, Senin (5/11).

Joko Widodo memang berjanji menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu. Janji itu dia tuangkan melalui program prioritas Nawacita saat masih berkampanye di 2014.

Namun bukannya maju, Wahyudi justru menilai penuntasan kasus HAM masa lalu, termasuk Tragedi 1965, cenderung mundur lantaran Panglima TNI Gatot Nurmantyo rajin mengampanyekan kembali film G30S. Pemutaran kembali film tersebut tak ada di periode sebelumnya dan dianggap Wahyudi memperuncing suasana.

"Pak Gatot kita tahu bahwa dia justru yang mengampanyekan pemutaran kembali film Tragedi '65 yang justru kian menciptakan barier dalam upaya penuntasan kejahatan pelanggaran HAM," kata Wahyudi.


Tak hanya itu, Gatot juga menolak simposium Tragedi 1965 yang diinsiasi Luhut Binsar Pandjaitan semasa menjabat sebagai Menko Polhukam di awal era Jokowi. 

"Di era kepemimpinan Jokowi sebenarnya ada langkah-langkah baik dalam penyelesaian kasus HAM. Jokowi melakukan rekonsiliasi korban 65, ada pertemuan waktu itu yaitu simposium. Tiba-tiba Pak Gatot datang di acara itu juga, menolak simposium ini," ujar Al Araf, Direktur Program Imparsial, yang ditemui di waktu yang sama.

Setelah kejadian itu, isu komunisme menguat, sementara penyelesaian kasus Tragedi 1965 berhenti. Hal itu menunjukkan TNI memiliki andil yang besar dalam penyelesaian kasus HAM masa lalu.

"Ya, tantangan terbesar Jokowi di dalam mengaplikasi itu (nawacita) kan aspek militer ya karena ada dugaan di masa lalu bahwa militer adalah bagian dari proses itu semua," kata Wahyudi.

Oleh karena itu, pihaknya meminta presiden memilih orang yang tak terlibat kasus HAM berat di masa lalu untuk dijadikan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD). Posisi itu sendiri akan segera ditinggalkan Jenderal TNI Mulyono dalam beberapa pekan ke depan. 

"Kalau aktor ini dipilih dengan baik dan tidak resisten terhadap agenda yang dilakukan oleh pemimpin sipil maka penyelesaian kasus HAM bisa dilakukan," tuturnya.

Sementara itu, pihak TNI belum memberikan tanggapan mengenai hal ini.

Sumber : CNN

Ikuti kami di instagram @militerysindonesia

Artikel Terkait