Al-Aqsa, Separuh Abad dalam Pusaran Konflik Palestina-Israel


Ironi terjadi bila kita merambah mesin pencari Google. Ketika kata 'Masjid Al Aqsa' diketik, jutaan warta yang muncul adalah seputar konflik antara warga Palestina dan Israel. Saat mengalihkan kursor ke menu gambar, kebanyakan yang tampil adalah foto-foto para pemuda yang melemparkan batu ke arah tentara Israel yang bersenjata lengkap.

Konflik Palestina dengan Israel sudah berlangsung kurang-lebih 50 tahun. Sebagian ketegangan itu terjadi di kompleks Masjid Al-Aqsa di Yerusalem.

Kantor berita Aljazeera mencatat konflik kedua negara mulai memanas sejak akhir 1948. Ketika itu, pasca-Perang Dunia II, PBB mengeluarkan resolusi yang menyatakan bahwa, "Tempat suci, bangunan keagamaan, dan situs bersejarah di Palestina harus dilindungi dan terbuka untuk umum, mengingat nilai sejarah dan keberadaannya." 

Namun Israel mengingkari resolusi itu. Pada akhir 1948, tercatat 85 persen wilayah Yerusalem dikuasai oleh Israel. Pemerintah Yordania hanya mengontrol 11 persen wilayah dari Tepi Barat, meliputi kompleks tua Al-Quds (Yerusalem) dan permukiman di sekitarnya.

Pada 1967, Israel mengklaim telah menguasai seluruh wilayah Tepi Barat atau Yerusalem Timur sampai Gaza. Israel juga mengklaim kompleks Kota Tua Al-Quds, termasuk Yerusalem Timur, berada di atas wilayah hukum mereka. Klaim sepihak tersebut hingga kini tidak pernah diakui sepenuhnya dunia internasional.

Sejak saat itu, ketegangan demi ketegangan sering terjadi di Yerusalem. Hingga akhirnya pada 1994 terbit Wadi Araba Agreement untuk meredam ketegangan. Dalam perjanjian itu, seperti dikutip dari Aljazeera, Israel menyatakan menghargai hak historis Yordania yang diwakili Islamic Waqf dalam perannya untuk menjaga Al-Aqsa.

Hanya berselang dua tahun kemudian, tepatnya September 1996, lagi-lagi Israel berulah. Mereka membuat terowongan di dekat tanah Al-Aqsa. Kolong Al-Aqsa digempur dan tanah di bawahnya digali dengan berbagai dalih. Hingga akhirnya pada 2000 terjadi konflik besar-besaran antara anak-anak muda Palestina dan pasukan keamanan Israel. 

Tak kurang 3.300 jiwa anak muda Palestina wafat dalam peristiwa yang dikenal sebagai Al-Aqsa Intifada atau The Second Intifada itu. Seusai peristiwa Intifada kedua, pemerintah Israel kemudian melarang warga Palestina yang berusia 18-50 tahun memasuki Al-Aqsa. Hanya mereka, yang tua renta di atas 50 tahun, yang boleh masuk ke Al-Aqsa. 

Aturan tersebut masih tetap berlaku hingga hari ini. Pada Jumat (28/7) kemarin, pemerintah Israel membatasi akses warga Palestina dan umat Islam yang akan beribadah ke Al-Aqsa. Pada Jumat kemarin,kepolisian Israel kembali melarang jemaah pria berusia di bawah 50 tahun ikut menjalankan salat Jumat di Al-Aqsa. 

Larangan ini berpotensi kembali memicu ketegangan di kompleks suci bagi umat Islam dan warga Yahudi itu. "Penilaian keamanan telah dilakukan dan ada indikasi unjuk rasa akan terjadi hari ini," demikian pernyataan kepolisian Israel soal kompleks Haram al-Sharif, yang oleh umat Yahudi disebut sebagai Temple Mount, seperti dilansir AFP, Jumat (28/7).

Setelah hampir separuh abad, tanda-tanda berakhirnya konflik Palestina dengan Israel tak kunjung muncul. 

Sumber : Detik

Ikuti kami di instagram @militerysindonesia

Artikel Terkait