![]() |
Pesawat Gen 4,5 MiG-35 (belakang) |
Beberapa fokus kebijakan yang menjadi prioritas TNI AU dalam MEF II adalah meningkatkan profesionalisme personel, modernisasi Alutsista / Non Alutsista /Sarpras matra udara dan pengamanan wilayah perbatasan dan pulau terdepan (terluar).
Pembangunan Rencana Strategis (Renstra) tahap I (2009-2014) TNI AU telah menyelesaiakan modernisasi alutsista hingga 48 persen, beberapa alutsista canggih telah didatangkan, antara lain : pesawat tempur (Sukhoi, F-16, T-50i dan EMB-314 Super Tucano), pesawat angkut (C-130 Hercules dan CN-295), helikopter maupun radar dan rudal.
Untuk peningkatan profesionalisme personel, program kegiatan telah dilakukan meliputi : latihan matra udara, pembangunan sarana-prasarana, kesejahteraan prajurit serta penggunaan kekuatan pertahanan matra udara, baik untuk tujuan kegiatan Operasi Militer Perang (OMP) maupun Operasi Militer Selain Perang (OMSP).
Pada Renstra tahap II (2014-2019), TNI Angkatan Udara melakukan penambahan satu Skadron tempur pesawat F-16 (Skadron 16) yang telah digelar di Lanud Rusmin Nurjadin, Pekanbaru, Riau, serta memodernisasi Alutsista pengganti pesawat tempur F-5 Tiger.
“Saat ini baru terpenuhi 40 persen dari MEF II,” ujar Kepala Staf TNI AU (KSAU) Marsekal TNI Hadi Tjahjanto usai gladi bersih HUT Ke-71 TNI AU.
Beberapa yang menonjol dari yang 40 persen itu adalah tahap akhir dari pengadaan pesawat tempur F-16 Block 52ID bekas pakai Angkatan Udara Pengawal Nasional Amerika Serikat (AS) yang telah ditingkatkan kemampuannya.
Secara total Indonesia memesan 24 unit dan masih menyisakan lima unit lagi, yang akan tiba dalam waktu dekat. Semuanya ditempatkan di Skadron Udara 16 TNI AU, di Pangkalan Udara Utama Roesmin Noerjadin, Pekanbaru, Riau.
Pembentukan dan pengoperasian Skadron Udara 16 TNI AU ini, sesuai dengan Perencanaan Strategis II, yang di dalamnya termasuk pengadaan pengganti F-5E/F Tiger II yang hampir satu tahun tidak terbang.
“Kita sudah mengajukan ke Kemhan untuk pengganti F-5E/F Tiger II,” ujar mantan Irjen Kemhan ini.
Marsekal Hadi mengatakan, pesawat tempur generasi 4,5 yang telah diajukan menjadi pengganti pesawat F-5E/F Tiger II Skadron Udara 14, Lanud Iswahjudi, Madiun, Jawa Timur. Namun, dia tidak menyebutkan pesawat apa, karena TNI AU hanya menyerahkan spesifikasi teknis saja.
“TNI AU tidak menyebutkan merek, namun hanya menyerahkan spesifikasi teknis saja yang kemudian dilengkapi dengan operational requirements (Opreq) oleh Mabes TNI. Setelah itu diajukan kepada Kementerian Pertahanan. Kebijakan pengembangan kekuatan ada di Kementerian Pertahanan, TNI AU hanya sebagai pengguna,” ujarnya di suatu kesempatan.
Disamping itu, pada tahap ini, TNI AU juga menambah 4 unit armada pesawat terbang tanpa awak (UAV) untuk operasi pemantauan perbatasan yang dipusatkan di Skadron Udara 51, Lanud Supadio, Pontianak, Kalimantan Barat.
TNI AU juga berencana menambah pesawat Combat SAR/amphibi /surveillance sebanyak 3 unit, Radar GCI (Groun Controll Interseption) sebanyak 4 unit, Rudal jarak sedang sebanyak 2 Satbak, peralatan AEW dua paket, Helikopter angkut kelas berat 3 unit, satu pesawat jet tanker dual system, satu pesawat angkut berat sekelas C-17 atau A-400M buatan Perancis, dan enam helikopter EC-725 cougar.
Selain penambahan berbagai jenis armada pesawat, ke depan TNI AU mengharapkan pemerintah dapat memenuhi kekurangan kebutuhan radar untuk memantau wilayah udara nasional yang masih blank.
Untuk menyiapkan penerbang, TNI AU telah mengganti jenis pesawat latih T-34 C dan AS-202 Bravo dengan pesawat generasi baru Grob G-120 TP dari Jerman yang sebelumnya juga telah menerima pengoperasian pesawat latih KT-1B Woong Bee dari Korea Selatan.
Pesawat KT-1B Woong Bee bahkan telah menjadi tulang punggung tim aerobatik TNI AU Jupiter Aerobatic Team (JAT) yang menjadi duta bangsa dalam beberapa event “air show” internasional.
Kepala Dinas Penerangan TNI AU (Kadispenau) Marsekal Pertama TNI Jemi Trisonjaya mengatakan, modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI AU seperti kebutuhan pesawat tempur yang mumpuni, merupakan hal yang tidak boleh ditawar lagi.
“Bila mencermati dinamika perkembangan lingkungan strategis lima tahun ke depan, maka diprediksi tantangan yang dihadapi TNI AU sebagai komponen pertahanan udara nasional, akan semakin kompleks,” ujar Kadispenau di Jakarta, 9/4/2017.
Dalam lima tahun terakhir dan kecenderungan lima tahun ke depan, di mana negara-negara di kawasan telah melakukan serangkaian modernisasi alutsiata udara.
Kebijakan Kementerian Pertahanan untuk meningkatkan kekuatan dan kemampuan TNI AU hingga mencapai kondisi Minimum Esential Force (MEF) sudah sangat tepat.
Antara