Mengapa TNI AU tak Beli Helikopter PTDI?

Agusta Westland 101 (AW 101)/youtube.com/kanaltilhørendedenoje
Rencana TNI Angkatan Udara membeli helikopter Agusta Westland 101 (AW 101) buatan Inggris untuk melengkapi rencana strategis dalam rangka memperkuat Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista), menimbulkan pertanyaan. Hal itu terkait dengan kinerja PT Dirgantara Indonesia (PT DI) yang selama ini bertanggung jawab dalam pengadaan dan pemeliharaan Alutsista TNI AU.

Hal itu disampaikan Koordinator Investigasi Center for Budget Analysis (CBA), Jajang Nurjaman dalam siaran persnya di Jakarta, Kamis 22 September 2016. Pasalnya, menurut dia, pengadaan dan pemeliharaan Alutsista TNI AU selama ini dipegang PT DI.

“TNI AU cukup familiar mengoperasikan helikopter di dalam keluarga Puma, produksi Airbus Helicopter, Perancis, seperti pada seri AS332 Super Puma dan SA330 Puma, dengan lisensi produksi PTDI sejak lebih dari 30 tahun yang lalu,” tutur Jajang.

Jajang mempertanyakan, mengapa TNI AU berpaling muka dan memilih AW 101 untuk melengkapi rencana strategis dalam rangka memperkuat Alutsista, khususnya matra udara RI.
“Hal ini merupakan imbas dari kinerja PTDI yang tercatat banyak memiliki ‘rapor merah’ dalam melaksanakan kewajibannya kepada TNI AU. Sebut saja misalnya enam unit rotorcraft EC725 untuk misi Combat SAR (CSAR) atau SAR Tempur Paskhas, yang konon telah diserahkan Airbus Helicopters di Marignane, Perancis kepada PTDI,” urai Jajang.

Contoh lainnya adalah proyek pekerjaan pengadaan Helikopter Bell 412EF tahap II, dari TNI AU kepada PTDI senilai Rp220 miliar, pada 2011 silam.

“Untuk proyek pengerjaan ini, PTDI telah menerima 96% atau sekitar Rp 212,5 miliar, namun pengerjaan tak kunjung selesai. Bayangkan, hingga saat ini penyelesaian kemajuan fisik tercatat baru mencapai 20% saja,” ujarnya.

Hingga saat ini, dilihat dari sisi produk, PT DI dinilai sangat kurang memadai. Akhir-akhir ini, beberapa kali matra udara dari keluarga Super Puma itu mengalami kecelakaan. Sampai April 2016 silam, Super Puma tercatat mengalami beberapa kali musibah.

Jajang menambahkan, seharusnya perubahaan nama dari sebelumnya PT IPTN menjadi PT DI dapat membuat BUMN ini semakin meningkatkan kinerjanya, namun justru Sebaliknya, kinerja dalam “pembuatan” pesawat atau helikopter yang semestinya menjadi kebanggaan, ternyata hanya menoreh rapor merah dan mengecewakan harapan publik. “Apalagi, salah satu tugasnya adalah menopang kepentingan angkutan militer,” katanya.

Kepala Dinas Penerangan TNI AU Marsma Jemi Trisonjaya menjelaskan, alasan TNI AU membeli Agusta Westland 101 karena sudah sesuai kajian atas kondisi heli angkut TNI AU yang selama ini digunakan, serta kemampuannya memenuhi kebutuhan militer masa datang.

“Spesifikasi AW 101 yang diharapkan TNI bukan untuk VVIP seperti yang pernah ditolak oleh Presiden Jokowi pada Desember 2015, tetapi untuk kepentingan angkutan militer,” kata Jemi. 

Ikuti kami di instagram @militerysindonesia

Artikel Terkait