Gedung Pertamina Lapangan Banteng |
PT Pertamina (Persero) mengakui, turunnya harga minyak mentah dunia ke level di bawah US$30 per barel membuat kinerja perusahaan di hulu sedikit terganggu.
Hal ini, lantaran biaya untuk memproduksi minyak tersebut ternyata lebih besar dibanding harga jualnya.
"Yang sudah jelas, dengan harga di bawah US$30 per barel, sumur-sumur minyak kami ada yang sangat berat untuk survive, karena cost production-nya ada yang di atas US$30 per barel," ujar Direktur Utama Pertamina, Dwi Soetjipto, di kantor Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Jakarta, Selasa malam, 19 Januari 2016.
Dia menjelaskan, pihaknya telah mematok asumsi harga minyak dunia akan berada pada angka US$50 per barel. Hal tersebut, ternyata tidak sesuai dengan harga yang terjadi yang justru malah turun di bawah US$30 per barel.
Namun, dia mengaku, belum akan menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) yang dijual di pasaran, sebab semua perusahaan minyak tergoncang dengan penurunan harga minyak dunia.
"Seluruh perusahaan minyak dunia, saat ini sedang terpukul dengan harga segitu, kami harus survive dulu, jadi mengenai hilir (harga pasar) akan kami evaluasi bersama dengan Kementerian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral)," kata dia.
Viva