"Drone-drone itu sudah diuji dalam kondisi yang terkendali. Alat itu sudah terbukti berhasil dan akan digunakan oleh polisi Lucknow." |
Penggunaan drone alias pesawat tanpa awak mulai semakin luas di berbagai sektor. Di kalangan masyarakat umum, drone yang banyak digunakan berupa pesawat mini dengan empat baling-baling atau populer dengan nama quadcopter.
Di Jepang, sebuah protes politik muncul terkait penggunaan perangkat teknologi terbang terbaru itu. Protes muncul setelah drone dipakai dalam sebuah demonstrasi dengan menebarkan pasir radioaktif ke atap kantor Perdana Menteri Shinzo Abe (PM Abe).
Pemilik drone yang bernama Yasuo Yamamoto pun kemudian ditangkap pihak kepolisian karena tindakannya tersebut. Yamamoto mengaku dirinya melakukan penebaran pasir radioaktif sebagai wujud protesnya atas kebijakan pro nuklir reaktor pemerintah.
Penghentian pengembangan nuklir sempat terjadi selama empat tahun setelah krisis yang disebabkan tsunami di pabrik nuklir Fukushima yang berlokasi 150 mil dari Tokyo. Setelah bencana, Jepang menghentikan semua penggunaan nuklir meskipun PM Abe sangat ingin memulai kembali beberapa reaktor dari sebanyak 54 reaktor yang dimiliki negara itu.
Yamamoto merupakan pria berusia 40 tahunan yang ikut demonstrasi menolak kebijakan pemerintahan PM Abe soal pengembangan nuklir. Dalam demonstrasi itu ia membawa quadcopter tipe DJI Phantom miliknya yang kemudian dipakai bermanuver menebar pasir radioaktif.
Demonstran berkilah pasir yang dibawa melalui wadah yang dipasang ke quadcopter Yamamoto berasal dari pabrik Fukushima dalam jumlah sangat kecil untuk memberikan resiko mengancam manusia. Tak sekadar bermanuver tebar radioaktif, quadcopter itu juga disemati peringatan radioaktif di atasnya.
Sebelum adanya kejadian demonstrasi yang menggunakan quadcopter, kebijakan penggunaan drone di Jepang terbilang sangat terbuka. Namun, peristiwa tersebut diperkirakan bakalan berdampak pada peninjauan kembali aturan penggunaan drone di Jepang.(Liputan6)