Jakarta - Pesawat AirAsia QZ8501 hilang dari pantauan radar milik otoritas penerbangan di Indonesia, Ahad pagi, 28 Desember 2014. Pesawat rute Surabaya-Singapura berpenumpang 155 orang dan 7 awak ini, terakhir kali terekam di atas perairan Belitung pada pukul 06.16.
Tidak ada panggilan darurat, tidak ada puing-puing, tidak ada apa pun, kecuali air dan pertanyaan. Sejauh ini, cerita hilangnya AirAsia QZ8501 mirip dengan kasus lenyapnya Malaysia Airlines MH370 pada Maret 2014. Pesawat itu hilang hampir sepuluh bulan setelah tak terdeteksi radar pada penerbangan Kuala Lumpur dan Beijing.
Peter Goelz, analis penerbangan dan mantan pejabat Badan Keselamatan Transportasi Nasional Amerika Serikat, dan analis lain membeberkan analisanya terhadap dua insiden tersebut kepada kantor berita CNN, pada Ahad, 28 Desember 2014.
1. Kontroversi Komunikasi
Ketika pesawat Malaysia Airlines MH370 menghilang, transponder pesawat teridentifikasi sengaja dimatikan, pilot berhenti menyampaikan transmisi radio. Keberadaan pesawat menjadi misterius sebelum diketahui terbang selama berjam-jam sampai semua jejak akhirnya menghilang.
Kekhawatiran atas pembajakan dan teror menyelundup dalam kasus hilangnya MH370, namun sejauh ini dugaan pembajakan belum muncul secara jelas dalam kasus Air Asia.
"Sejauh ini kita memiliki komunikasi normal dengan pilot, lintasan cuaca yang kelihatannya cukup sulit, berat, dan pilot meminta untuk naik setinggi yang dia bisa lakukan untuk ke luar dari kondisi yang sulit itu," kata Goelz.
2. Beda Kedalaman Laut
Pesawat AirAsia QZ8501 terdeteksi hilang di perairan yang kedalamannya dangkal sehingga reruntuhan kemungkinan mudah ditemukan.
Adapun lokasi yang diyakini menjadi tempat hilangnya MH370 diperkirakan luar biasa dalam. Lokasi itu semakin misterius karena sejumlah tempat di dasar laut belum dipetakan sehingga sulit mendeteksi sinyal Emergency Locator Transmitetr (ELT) dari pesawat itu.
Dalam kasus AirAsia, jika pesawat itu jatuh ke dalam air, kemungkinan letaknya tidak lebih dari beberapa ratus meter sebelah barat laut itu. Tugas para penyelamat dan tim pencari kemungkinan bakal jauh lebih sederhana.
3. Belajar dari MH370
Beberapa jam setelah pesawat jet Malaysia Airlines lenyap pada Maret lalu, pemerintah Malaysia kebingungan. Para pejabat kerap menyampaikan informasi yang sering bertentangan atau membingungkan. Keluarga penumpang dan keluarga kru mengeluhkan cara perusahaan memperlakukan mereka.
Dalam kasus AirAsia, baik pemerintah Indonesia dan pejabat maskapai tampaknya sudah memilih langkah yang lebih tepat. Keluarga penumpang AirAsia mendapat dukungan untuk melalui 'mimpi buruk' itu.
CEO AirAsia Tony Fernandes dalam cuitan di akun Twitter-nya mengatakan pihaknya hanya berfokus memperhatikan nasib penumpang dan kru, "berjanji melakukan apa pun yang kami bisa."
Menteri Transportasi Malaysia Hishammuddin Hussein juga mencuit: "Saya akan berada di sana bersama Anda," katanya.
Proses pencarian awal tampaknya lebih efisien. Para pejabat Indonesia dengan cepat mencatat rencana pencarian, mengirimkan kapal angkatan laut, meminta bantuan dari Malaysia, Singapura, dan Australia.
Wartawan CNN, Will Ripley, mengatakan cara Fernandes menangani krisis adalah penting. "Apa yang dia lakukan adalah sesuatu yang tidak dilakukan saat jam-jam, hari-hari, dan pekan awal ketika Malaysia Airlines dinyatakan hilang. Yang dilakukan Tony sangat transparan, ini situasi yang mengerikan," kata Ripley.
Goelz sependapat dengan Ripley. "Dalam kasus ini, olah maskapai dan otoritas penerbangan sepertinya kompak. Mereka benar-benar menempatkan keluarga menjadi prioritas pertama, inilah yang seharusnya dilakukan."
4. Ketepatan Lokasi
Dengan mengetahui secara lebih tepat lokasi AirAsia saat kehilangan kontak, area pencarian lebih kecil apalagi lautnya dangkal. Menurut Steven Wallace, mantan direktur Badan Investigasi dan Penerbangan Federal Amerika Serikat, ampir pasti akan jauh lebih mudah bagi tim pencari untuk menemukan pesawat Air Asia.
"Tidak akan mengejutkan bagi saya, jika pesawat ini (AirAsia) ditemukan dalam 12 jam ke depan, karena mereka tahu tingkat kedalaman laut, sekitar 150 meter melawan 10 ribu atau 20 ribu meter di Samudera Hindia (dugaan lokasi hilangnya MH370)," kata Wallace.