Taruna Akmil |
Seorang pemuda bernama TB Silalahi menghadap pamannya Letnan Kolonel Washington Siahaan di Jakarta. Saat itu TB sudah menjadi mahasiswa ITB, namun dia ingin pindah sekolah yang tak perlu biaya. TB ingin mendapat 'sponsor' atau 'beking' buat masuk Akademi Angkatan Laut (AAL).
Saat itu tahun 1960. TB tahu tulangnya (paman) punya hubungan baik dengan Kepala Staf TNI AL, Laksamana Soebijakto. Washington dan Soebijakto pernah satu kelas saat mengikuti pendidikan militer di Akademi Angkatan Laut Den Helder Belanda.
Namun apa yang didapat TB Silalahi? Tulangnya malah marah mendengar permintaan untuk jadi sponsor. Letkol Washington tak setuju cara-cara pakai sponsor untuk membantu calon taruna masuk AAL. Mau jadi apa perwira TNI nanti kalau calon taruna masuk pakai sponsor jenderal atau perwira menengah.
Letkol Washington marah besar pada keponakannya. Untungnya TB masih diberi ongkos pulang ke Bandung.
Kisah ini dituliskan dalam buku biografi TB Silalahi bercerita tentang pengalamannya. Buku ini ditulis oleh Atmadji Sumarkidjo dan diterbitkan TB Silalahi Center dan Kata Penerbit tahun 2008.
Sikap pamannya mengubah mental TB Silalahi. Dia tersinggung dan ingin membuktikan dirinya bisa jadi taruna tanpa sponsor pamannya. Diam-diam TB mendaftar ke Akademi Militer (Akmil) di Magelang.
Setelah lulus, dia sengaja datang ke rumah pamannya dengan mengenakan seragam lengkap seorang taruna Angkatan Darat.
"Lapor saya Taruna Silalahi," kata TB pada pamannya.
"Bagaimana kamu bisa masuk AMN?" tanya pamannya yang terkejut melihat seorang taruna dengan pakaian lengkap menghadap.
"Saya masuk tanpa sponsor!" jawab TB Silalahi.
Mendengar itu, langsung saja Kolonel Washington Siahaan memeluk keponakannya itu. Dia sangat bangga TB masuk AMN tanpa sistem sponsor.
"Siahaan yang terkenal lurus dan jujur itu sangat tidak senang dengan cara yang tidak fair," kenang TB Silalahi tentang sosok tulang.
TB Silalahi terus meniti karir di kemiliteran. Dia mencapai pangkat letnan jenderal dan pernah menjadi menteri. Kalau dulu dia tak dimarahi Letkol Washington yang jujur, mungkin nasibnya tak akan sebaik itu.
Saat itu tahun 1960. TB tahu tulangnya (paman) punya hubungan baik dengan Kepala Staf TNI AL, Laksamana Soebijakto. Washington dan Soebijakto pernah satu kelas saat mengikuti pendidikan militer di Akademi Angkatan Laut Den Helder Belanda.
Namun apa yang didapat TB Silalahi? Tulangnya malah marah mendengar permintaan untuk jadi sponsor. Letkol Washington tak setuju cara-cara pakai sponsor untuk membantu calon taruna masuk AAL. Mau jadi apa perwira TNI nanti kalau calon taruna masuk pakai sponsor jenderal atau perwira menengah.
Letkol Washington marah besar pada keponakannya. Untungnya TB masih diberi ongkos pulang ke Bandung.
Kisah ini dituliskan dalam buku biografi TB Silalahi bercerita tentang pengalamannya. Buku ini ditulis oleh Atmadji Sumarkidjo dan diterbitkan TB Silalahi Center dan Kata Penerbit tahun 2008.
Sikap pamannya mengubah mental TB Silalahi. Dia tersinggung dan ingin membuktikan dirinya bisa jadi taruna tanpa sponsor pamannya. Diam-diam TB mendaftar ke Akademi Militer (Akmil) di Magelang.
Setelah lulus, dia sengaja datang ke rumah pamannya dengan mengenakan seragam lengkap seorang taruna Angkatan Darat.
"Lapor saya Taruna Silalahi," kata TB pada pamannya.
"Bagaimana kamu bisa masuk AMN?" tanya pamannya yang terkejut melihat seorang taruna dengan pakaian lengkap menghadap.
"Saya masuk tanpa sponsor!" jawab TB Silalahi.
Mendengar itu, langsung saja Kolonel Washington Siahaan memeluk keponakannya itu. Dia sangat bangga TB masuk AMN tanpa sistem sponsor.
"Siahaan yang terkenal lurus dan jujur itu sangat tidak senang dengan cara yang tidak fair," kenang TB Silalahi tentang sosok tulang.
TB Silalahi terus meniti karir di kemiliteran. Dia mencapai pangkat letnan jenderal dan pernah menjadi menteri. Kalau dulu dia tak dimarahi Letkol Washington yang jujur, mungkin nasibnya tak akan sebaik itu.