![]() |
| Sky Scanner Drone 'Garuda' (Josaphat Laboratory) |
Jakarta - Minimnya pengawasan membuat bangsa asing leluasa menguras kekayaan bahari Indonesia. Tak tanggung-tanggung, kerugian negara akibat pencurian ikan saja mencapai Rp 300 triliun tiap tahun. Karena itulah Jokowi mengusulkan pengadaan pesawat terbang tanpa awak (PTTA) atau drone untuk menjaga keamanan laut.
Joko Widodo, nama lengkap Jokowi, menggelontorkan wacana pembelian 3 drone dengan harga total sekitar Rp 4,5 triliun saat berpidato di Muktamar Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pada Minggu 31 Agustus 2014 lalu.
Terkait niat Jokowi itu, Profesor Josaphat Tetuko Sri Sumantyo, ahli radar dan drone dunia asal Indonesia pun menawarkan Indonesia Sky Scanner Drone "Garuda". PTTA ini bisa melakukan 2 misi yaitu untuk drone biasa dan satelit baik sipil maupun militer.
"Di samping drone-drone biasa dengan ketinggian operasi beberapa kilometer untuk pengawasan perbatasan dan wilayah Indonesia, salah satu drone yang bisa memperkuat ide Jokowi adalah 'stratosphere drone'. Di mana drone ini terbang di ketinggian 13 - 20 kilometer, sehingga tidak mengganggu penerbangan sipil dan militer," tulis Josh melalui pesan elektronik kepada Liputan6.com, Jakarta, Selasa (02/09/2014).
Josh-- nama panggilan Profesor Josapaht-- menuturkan, Garuda merupakan teknologi pertama di dunia karena dilengkapi terobosan ruang udara bahkan ruang angkasa. Selain itu, sejumlah perangkat khusus pun disertakan seperti Synthetic Aperture Radar (SAR), Hyperspectral & TIR (Thermal Infared) atau temperature camera, high resolution and high vision camera, hingga teleskop.
"Demikian juga sensor-sensor khusus untuk pemetaan sumber daya alam, perangkat relay telecommunication system, instrumen pemindai kapal (AIS), perangkat pelacak teroris dan organisasi terlarang dan lain-lain dapat dipasang pula di drone ini."
Menurut Guru Besar Universitas Chiba, Jepang, itu, spesifikasi drone ini berbeda dengan drone-drone yang telah dikembangkan oleh instansi penelitian dan universitas di Indonesia dan dunia selama ini, karena stratosphere drone ini perlu perhitungan perangkat yang berspesifikasi ruang angkasa.
"Sehingga setiap komponen harus tahan dan dapat beroperasi di suhu - 60 hingga 100 derajat Celsius, serta tahan terhadap radiasi ruang angkasa, lingkungan yang mendekati hampa udara," tambahnya.
Sumber : Liputan 6

