Antara TNI dan FPI, Ibarat Basmi Nyamuk dengan Meriam


 

Sejumlah pakar di bidang militer mempertanyakan langkah TNI yang ikut menertibkan aksi-aksi Front Pembela Islam (FPI) di bawah pimpinan Muhammad Rizieq Shihab.


Salah satunya, aksi prajurit TNI melucuti baliho Rizieq Shihab. Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman mengakui bahwa penurunan baliho oleh sekelompok orang berbaju loreng itu atas perintahnya.


Belum lagi, wacana ancaman pembubaran FPI yang dilontarkan Pangdam Jaya lantaran menganggap organisasi ini berlaku seolah paling benar dan berbuat seenaknya sendiri.


Pengamat militer dari MARAPI Consulting & Advisory Beni Sukadis menilai langkah TNI sudah melampaui kewenangan yang seharusnya menjadi ranah kepolisian.


"Menurut saya sih sudah melenceng. [TNI] Menghadapi teroris, iya. Kelompok dari luar, iya. Kelompok separatis, iya. Tapi kalau kelompok yang dianggap melanggar hukum ya nggak sepatutnya dikalahkan [oleh TNI]," kata Beni kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon.


"Jangan kita memukul nyamuk dengan meriam. Mukul nyamuk pakai obat nyamuk saja," lanjut dia mengibaratkan apa yang dilakukan TNI terhadap FPI.


Merujuk pada Pasal 6 Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, TNI memiliki tiga fungsi utama sebagai alat pertahanan negara.


Yakni sebagai penangkal terhadap bentuk ancaman militer dan bersenjata dari luar dan dalam negeri, menindak setiap bentuk ancaman tersebut, dan memulihkan kondisi keamanan negara yang terganggu akibat kekacauan keamanan.


Sedangkan FPI, kata Beni, bukan termasuk kelompok bersenjata, teroris, maupun separatis yang mengharuskan negara mengerahkan TNI sebagai ujung tombak perlawannya.


Ia mengatakan, jika pemerintah khawatir akan gangguan terhadap persatuan bangsa, seharusnya kelompok tersebut ditangani dengan pendekatan pendidikan kewarganegaraan dan agama.


"Tidak sepatutnya pasukan TNI yang dihadapkan dengan kelompok sipil yang notabene masyarakat sendiri. Kayak orde baru dong? Militer digunakan untuk melawan kelompok oposisi. Apakah ini yang dilakukan, dengan hal yang sama?" pungkas Beni seraya mempertanyakan.


Kekhawatiran akan gangguan persatuan dan kesatuan sebelumnya diutarakan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Panglima Komando Daerah Militer Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman.


Dalam konferensi pers khusus didampingi jajaran komandan pasukan khusus TNI, Hadi mewanti siapapun untuk tidak mengusik persatuan dan kesatuan bangsa.


"Ingat, siapa saja yang mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa akan berhadapan dengan TNI," kata Hadi pada Sabtu (14/11).


Usaha Menampilkan Sisi 'Sangar' TNI

Belum sepekan berselang, Pangdam Jaya Mayjen  mengulang peringatan tersebut usai Apel Gelar Pasukan Persiapan Pilkada dan Penanggulangan Banjir di Monumen Nasional, Jakarta Pusat, Jumat (20/11).


"Sekali lagi saya sampaikan jangan mengganggu persatuan dan kesatuan yang ada di wilayah DKI Jakarta, saya panglimanya. Jangan coba-coba mengganggu persatuan dan kesatuan yang ada di Jakarta. Kalau mencoba mengganggu, akan saya hajar nanti," tukas Dudung.


Awalnya, pernyataan itu diucapkan Dudung untuk menjawab pertanyaan dari wartawan soal video viral yang menunjukkan sejumlah aparat TNI tengah berada di wilayah Petamburan, Jakarta Pusat. Kawasan ini dikenal sebagai markas Front Pembela Islam (FPI).


Namun Dudung menjelaskan, kegiatan itu merupakan patroli biasa.


Merespons peringatan dari TNI, pengamat militer Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Muhamad Haripin menduga seruan dari Panglima dan Pangdam Jaya itu bukan hanya ditujukan untuk kelompok eksternal melainkan juga di internal TNI.


Analisa itu berkaca dari kasus unggahan video dukungan kepada Rizieq dari anggota Kompi A Yozikon 11 Kodam Jaya. Menurut Haripin, fenomena itu tak bisa ditampik membuat resah internal TNI.


"Ada personel [TNI] punya simpati terhadap beberapa tokoh agama itu hal yang sudah beredar banyak [kabarnya]. Tapi ketika diekspresikan secara nyata melalui video kemudian disebarkan, itu membuat suasana kurang nyaman di internal," Haripin menjelaskan.


Ia berpendapat upaya Panglima TNI Hadi Tjahjanto menyerukan komando ke Kopassus secara tak langsung jadi pesan untuk seluruh jajaran TNI agar tak tergiring untuk memecahkan persatuan bangsa.


Karena seyogyanya, TNI adalah pasukan negara yang seharusnya mengayomi seluruh masyarakat tidak terlepas dari suku, agama, ras dan golongan apapun. Sehingga keberpihakan anggota terhadap salah satu kelompok tidak bisa dibiarkan.


"Saya pikir memang nilai simbolis juga. Pasukan khusus sebagai pasukan tempur elite. Sinyalnya jelas. Jika pasukan terpilih, saya sudah berikrar berkomitmen atas NKRI dan kesatuan persatuan, pasukan biasa jangan macam-macam," kata dia.


Haripin pun menduga antara kedatangan Rizieq, eskalasi isu yang mengikutinya, dan kasus simpatisan FPI di tubuh TNI membuat Hadi khawatir prajuritnya diperalat untuk agenda kelompok tertentu.


Sehingga yang terlihat, sambung Haripin, panglima sedang berusaha menampilkan kegarangan atau sisi sangat demi memastikan tak ada yang berani mengintervensi internal TNI.


"Jangan sampai tentara atau unit personel mau diajak permainan elit lah. Dan itu kan tentu dalam jangka panjang dapat memecah belah. Dengan atribut TNI seolah-seolah TNI membela agama tertentu atau kelompok tertentu," tambah dia lagi.


Ikuti kami di instagram @militerysindonesia

Artikel Terkait