Pesawat siluman generasi kelima Sukhoi Su-57 Russia terdaftar dalam “Nuclear Posture Review” (NPR) dari Pemerintahan Trump sebagai pesawat yang bisa dikembangkan menjadi pesawat serangan konvensional dan nuklir, seperti dilansir dari laman National Interest.
Jika laporan NPR benar, maka jet tempur siluman Su-57 ini berpotensi menggantikan peran pembom tempur Su-34 Fullback, yang merupakan pesawat serang nuklir Rusia untuk misi jarak menengah melawan wilayah udara yang sangat dipertahankan.
Memang, NPR berpendapat bahwa Rusia terus memodernisasi gudang persenjataan nuklir non-strategis yang memiliki sekitar 2.000 hulu ledak nuklir.
Rusia memodernisasi persediaan aktif sekurangnya hingga 2.000 senjata nuklir non-strategis, termasuk yang dapat diluncurkan oleh kapal perang, pesawat dan pasukan darat, menurut laporan NPR.
“Ini termasuk rudal udara-ke-permukaan, rudal balistik jarak dekat, bom gravitasi, serangan kedalaman untuk pembom tempur jarak menengah, pembom taktis dan penerbang angkatan laut, serta rudal anti-kapal, anti-kapal selam dan anti-pesawat, termasuk torpedo untuk kapal permukaan dan kapal selam, rudal jelajah darat peluncur nuklir yang telah melanggar Perjanjian INF tahun 1987 plus sistem rudal anti-balistik Moskow”, sebut laporan NPR pemerintahan Trump.
NPR telah berpendapat bahwa Rusia menempatkan senjata nuklir premium karena doktrin “de-eskalasi” Moskow, itu mengapa pemerintah berusaha membangun jenis baru dari senjata nuklir non-strategis Amerika Serikat.
“Suplemen tersebut akan meningkatkan deterrence dengan menangkal setiap potensi dan kepercayaan diri yang berlebihan dari musuh, dimana serangan nuklir terbatas bisa memberikan keuntungan dan keunggulan atas Amerika Serikat dan sekutunya”, sebut NPR lagi.
Rusia meyakini bahwa penggunaan nuklir pertama secara terbatas, secara potensial termasuk senjata nuklir “berdaya ledak kecil” dapat memberi keuntungan seperti itu didasarkan pada persepsi Moskow bahwa jumlah dan keragaman sistem nuklir non-strategisnya yang lebih besar memberikan keuntungan koersif dalam krisis dan pada tingkat yang lebih rendah dalam sebuah tingkat konflik.
Banyak ahli Rusia seperti Olya Oliker telah meragukan gagasan bahwa Moskow telah menurunkan ambang nuklirnya. Oliker mencatat, bahwa dokumen strategi militer Rusia sejak tahun 2010 lalu sebenarnya telah memperketat kebijakan Kremlin perihal penggunaan senjata nuklir.
Memang, sebagian besar pakar senjata nuklir Rusia seperti Nikolai Sokov — mantan negosiator kontrol senjata Soviet dan Rusia — yakin bahwa Rusia kini mengurangi ketergantungannya kepada persenjataan nuklir non-strategis.
Meskipun demikian, memang benar bahwa Rusia memiliki persenjataan nuklir non-strategis yang jumlahnya signifikan dan senjata-senjata itu dapat dikirimkan melalui udara, bahkan jika tidak secara khusus oleh Su-57 seperti yang dikemukakan dalam laporan NPR.
“Kami memiliki bom nuklir untuk pesawat taktis dan yang diluncurkan dari udara. Dan juga ada ALCM [rudal jelajah yang diluncurkan udara] sedang dalam pengembangan yang akan digunakan oleh pesawat taktis. Tapi aku tak pernah dengar Su-57 disebutkan secara khusus”, kata Vasily Kashin, seorang peneliti senior di Pusat Studi Eropa dan Internasional Komprehensif di Sekolah Tinggi Ekonomi Moskow.
Rudal jelajah yang diluncurkan dari udara, X-50 Rusia mungkin cocok dengan perut (weapon bay) Su-57, kata Kashin. Tapi, tak ada keterangan resmi dari Kementerian Pertahanan Rusia. “Itu mungkin saja, dan bahkan sepertinya begitu, tetapi itu semua belum dikonfirmasi”, kata Kashin menjelaskan.
Untuk saat ini, bagaimanapun, ancaman utama platform pengiriman nuklir udara Rusia adalah pembom tempur Sukhoi Su-34. Itu mungkin akan tetap terjadi untuk beberapa waktu mendatang.
F-35 Berkemampuan Serangan Nuklir
Menurut Nuclear Posture Review (NPR) dari pemerintahan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang secara resmi diumumkan pada hari Jum’at, 2 Februari 2018 lalu menyerukan supaya persenjataan nuklir diadopsi oleh jet siluman F-35 sebagai salah satu pembaruan kebijakan AS.
“Upgrade jet tempur F-35 generasi mendatang dengan kapabilitas ganda sebagai fighter-bomber akan dapat mempertahankan postur kekuatan pencegah NATO dan mempertahankan kemampuan agar bisa memakai senjata nuklir, jika situasi keamanan menuntutnya”, menurut laporan itu.
Dokumen itu menjelaskan bahwa Washington hanya akan menggunakan persenjataan nuklir dalam keadaan ekstrim guna mempertahankan kepentingan vital AS, sekutu dan mitranya. Menambahkan, bahwa keadaan ekstrem itu bisa mencakup serangan strategis non-nuklir terhadap AS atau kepentingannya.
Secara khusus, armada jet tempur F-35 masa depan itu disebutkan akan mengambil peranan dari armada F-15E sebagai pembawa bom gravitasi B61.