![]() |
Beijing Sambut Mantan Presiden Filipina Sebagai Utusan Khusus Untuk China |
Pada bulan Juli, Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengatakan bawha negaranya akan mengirim Ramos sebagai utusan khusus ke China untuk membahas konflik seputar sengketa wilayah di Laut China Selatan. Pada hari Senin (08/08/2016), mantan presiden tiba di Hong Kong.
Pemerintah Beijing tetap pada kebijakan terbuka mengenai segala kontak bilateral dan menyambut Mantan Presiden Filipina Fidel Ramos sebagai utusan khusus, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying mengatakan dalam sebuah konfrensi pers hari ini, Rabu (10/08/2016).
“Menurut informasi, selama kunjungan Mr. Ramos ke Hong Kong untuk mengadakan pembicaraan pribadi dengan para sahabat lamanya di China. China tetap pada kebijakan terbuka mengenai segala bentuk kerjasama bilateral dengan Filipina,” bunyi pernyataan tersebut.
Pemerintah Beijing tetap pada kebijakan terbuka mengenai segala kontak bilateral dan menyambut Mantan Presiden Filipina Fidel Ramos sebagai utusan khusus, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying mengatakan dalam sebuah konfrensi pers hari ini, Rabu (10/08/2016).
“Menurut informasi, selama kunjungan Mr. Ramos ke Hong Kong untuk mengadakan pembicaraan pribadi dengan para sahabat lamanya di China. China tetap pada kebijakan terbuka mengenai segala bentuk kerjasama bilateral dengan Filipina,” bunyi pernyataan tersebut.
Hua Chunying menekankan bahwa China dan Filipina membuat upaya bersama untuk meningkatkan hubungan bilateral, mengembalikan dialog dan kerjasama.
Hubungan antara China dan Filipina sedang melalui masa sulit karena sengketa teritorial di Laut China Selatan.
Sejumlah pulau yang disengketakan, termasuk Kepulauan Paracel dan Kepulauan Spratly, yang terletak di Laut China Selatan. Klaim teritorial Beijing pada Kepulauan Spratly, yang dikenal sebagai Kepulauan Nansha di China, yang diyakini kaya akan cadangan minyak bumi dan gas alam, telah menjadi sengketa dengan dari Filipina, Taiwan, Malaysia, Brunei dan Vietnam.
Pada tanggal 12 Juli lalu, Pengadilan Arbitrase Permanen yang berbasis Den Haag memutuskan bahwa China tidak memiliki dasar hukum untuk meletakkan klaim pada sumber daya Laut China Selatan dan telah melanggar hak-hak berdaulat Filipina di zona ekonomi eksklusif negara itu.
Sumber: Xinhua
Hubungan antara China dan Filipina sedang melalui masa sulit karena sengketa teritorial di Laut China Selatan.
Sejumlah pulau yang disengketakan, termasuk Kepulauan Paracel dan Kepulauan Spratly, yang terletak di Laut China Selatan. Klaim teritorial Beijing pada Kepulauan Spratly, yang dikenal sebagai Kepulauan Nansha di China, yang diyakini kaya akan cadangan minyak bumi dan gas alam, telah menjadi sengketa dengan dari Filipina, Taiwan, Malaysia, Brunei dan Vietnam.
Pada tanggal 12 Juli lalu, Pengadilan Arbitrase Permanen yang berbasis Den Haag memutuskan bahwa China tidak memiliki dasar hukum untuk meletakkan klaim pada sumber daya Laut China Selatan dan telah melanggar hak-hak berdaulat Filipina di zona ekonomi eksklusif negara itu.
Sumber: Xinhua